Kematian Pemain 'Friends' Matthew Perry Libatkan Peran Jaringan Kriminal, Asistennya Jadi Anggota
Kematian Matthew Perry ternyata melibatkan asisten pribadinya. Dia turut sebagai pemasok ketamin yang membuatnya tewas.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kematian aktor 'Friends', Matthew Perry yang terjadi pada 28 Oktober 2023 ternyata melibatkan peran jaringan kriminal.
Dikutip dari Reuters, ada lima orang yang telah didakwa memasok ketamin atau obat penenang dengan efek kuat sehingga mengakibatkan Matthew Perry meninggal dunia akibat overdosis.
Adapun lima orang itu terdiri dari dua dokter dan tiga orang lainnya termasuk asisten pribadi Matthew Perry.
Ternyata, asisten pribadi Matthew Perry menjadi anggota dalam jaringan kriminal tersebut.
"Para terdakwa, termasuk seorang wanita yang dikenal sebagai 'Ratu Ketamin', adalah bagian dari jaringan kriminal yang mendistribusikan obat kepada Perry dan yang lainnya," ujar jaksa Martin Estrada pada Kamis (15/8/2024) waktu setempat.
Jaksa menyebut para terdakwa ini telah mengambil keuntungan untuk memperkaya diri dengan memasok terus-menerus obat ke Perry yang memang memiliki masalah kecanduan obat.
Di sisi lain, dua terdakwa yaitu bernama Jasveen Sangha (41) atau Ratu Ketamin dan dokter Salvador Plasencia (42) dinyatakan bersalah di Pengadilan Distrik AS di Los Angeles pada Kamis.
Menurut pihak berwenang, Sangha telah menjual obat Ketamin ke Perry sehingga mengakibatkan overdosis.
Sementara, Plasencia memiliki peran mendistribusikan ketamin kepada Perry dan asisten pribadinya, Kenneti Iwamasa (59) tanpa ada resep medis.
Baca juga: Hasil Autopsi: Aktor Matthew Perry Meninggal karena Efek Akut Ketamin
Adapun pendistribusian obat Ketamin itu dilakukan sebanyak tujuh kali.
Iwamasa juga berperan dalam penyuntikan ketamin berulang kali ke Perry, termasuk sebelum kematiannya.
Dia telah mengaku bersalah atas satu tuduhan masalah kriminal.
Sementara, Iwamasa mengetahui cara melakukan penyuntikan dari Plasencia.
Namun, bantahan disampaikan oleh kuasa hukum Plasencia, Stefan Sacks yang menyebut kliennya telah meresepkan ketamin kepada Perry dengan tepat dan telah mengawasi penggunaannya dengan benar.
"Meskipun jaksa penuntut AS mungkin tidak setuju dengan penilaian medis Dr. Plasencia, tidak ada yang melakukan hal kriminal," kata Sacks yang juga menambahkan bahwa obat ketamin yang menewaskan Perry tidak dipasok oleh kliennya.
Di sisi lain, jaksa menyebut Plasencia memperoleh ketamin dari dokter lainnya yaitu Dr. Mark Chavez (54) setelah menghubunginya via pesan teks.
"Saya ingin tahu berapa banyak orang bodoh ini akan membayar," demikian isi pesan teks dari Plasencia ke Chavez untuk mendiskusikan harga ketamin yang dipatok untuk Perry.
Berdasarkan investigasi yang dilakukan, terdakwa mendistribusikan sekitar 20 botol ketamin kepada Perry pada September-Oktober 2023 dengan total harga yang dipatok sebesar 55.000 dolar AS.
Baca juga: Matthew Perry Meninggal, Tak Ditemukan Tanda Kekerasan, Pemain Friends Pernah Kecanduan Alkohol
Meski sempat dibantah pengacara Plasencia, Chavez mengaku menjual ketamin kepada Plasencia.
Sementara, orang kelima yang didakwa adalah Eric Fleming (54) yang mendistribusikan 50 botol ketamin ke Iwamasa dan dirinya juga mengakui perbuatannya tersebut.
Di sisi lain, kelima terdakwa pun telah menjalani sidang tuntutan di mana asisten Perry dituntut 15 tahun penjara.
Sementara Fleming dituntut 25 tahun penjara dan Chavez dituntut 10 tahun penjara.
Sedangkan Sangha atau 'Ratu Ketamin' dituntut 10 tahun hingga hukuman seumur hidup oleh jaksa.
Lalu, Plasencia dituntut hukuman 10 tahun untuk setiap dakwaan terkait ketamin dan hingga 20 tahun untuk setiap dakwaan pemalsuan catatan.
Sekedar informasi, Perry meninggal pada 28 Oktober 2023 lalu akibat ketamin dan faktor lainnya sehingga membuatnya tenggelam di bak mandi air panasnya di rumahnya di Los Angeles.
Berdasarkan hasil tes toksikologi, ditemukan dalam tubuh Perry kandungan ketamin pada tingkat yang sangat tinggi yang biasanya ditemukan pada pasien anestesi umum saat operasi.
Faktor-faktor lain yang berkontribusi adalah tenggelam, penyakit arteri koroner, dan efek dari obat kecanduan opioid buprenorfin.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)