Sumber Palestina Ungkap Isi Proposal Terbaru: AS Tidak Serukan Gencatan Senjata Permanen
Sumber Palestina mengungkapkan rincian proposal terbaru dari Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Seorang sumber Palestina yang terlibat dalam negosiasi mengungkapkan kepada Al Mayadeen tentang rincian proposal terbaru dari Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata di Gaza dan pertukaran tahanan.
Sumber tersebut menekankan, isi proposal terbaru sepenuhnya bertentangan dengan perjanjian yang sebelumnya telah diterima oleh kedua belah pihak.
Menurut sumber Palestina itu, usulan baru dari Gedung Putih didasarkan pada kerangka kerja bulan Mei, tetapi telah disesuaikan untuk mengakomodasi dan menyelaraskan dengan kondisi dan tuntutan Israel terkini.
Terkait gencatan senjata, sumber Palestina tersebut menjelaskan jika dalam usulannya, AS tidak menyerukan gencata senjata permanen.
Sebaliknya, gencatan senjata akan dibahas sebagai bagian dari fase kedua dengan batas waktu yang ditetapkan dengan jelas.
"Usulan AS menekankan bahwa kecuali Hamas menyetujui tuntutan Israel, (Pasukan) pendudukan akan melanjutkan operasi militer pada tahap kedua," jelas sumber Palestina itu.
"Usulan tersebut tidak mencakup penarikan pasukan Israel secara menyeluruh dari Jalur Gaza, tetapi justru mencakup pendudukan berkelanjutan terhadap Poros Philadelphia sambil mengurangi kehadiran tentara Israel," menurut sumber Palestina tersebut.
Sumber tersebut menambahkan kepada Al Mayadeen bahwa "hal ini juga mencakup pendudukan berkelanjutan di Persimpangan Netzarim, dan pemantauan serta pengendalian pergerakan orang."
"Usulan AS menegaskan hak Israel untuk menolak pembebasan setidaknya 100 tahanan Palestina dan menjamin deportasi sejumlah besar tahanan yang dibebaskan dalam kesepakatan pertukaran di luar Palestina," sumber itu melanjutkan.
Ia menjelaskan bahwa usulan tersebut "memberikan otoritas pendudukan untuk memveto 65 nama dari 300 nama tahanan yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup yang diajukan oleh Hamas."
Usulan tersebut menetapkan bahwa bantuan dan pertolongan ke Gaza hanya akan diberikan jika Hamas menyetujui semua persyaratan.
Baca juga: Israel Membantai Keluarga di Gaza Setelah Dua Hari Perundingan Gencatan Senjata yang Konstruktif
Isi usulan tersebut juga menyebutkan mengenai rencana untuk menunda semua pembahasan mengenai rekonstruksi dan pencabutan pengepungan hingga setelah hasil tahap pertama ditetapkan.
Hamas: Netanyahu gagal mencapai kesepakatan
Pada Minggu (18/8/2024) malam, menurut pernyataan yang dibuat oleh Gerakan Perlawanan Islam Palestina Hamas, mereka telah "bertindak dengan penuh tanggung jawab" terhadap para mediator di Qatar dan Mesir dan mempertimbangkan proposal yang ditujukan untuk mencapai kesepakatan, guna menghentikan agresi di Gaza dan menyelesaikan perjanjian tawanan.
"Hal ini dilakukan untuk menyimpan darah rakyat kami dan mengakhiri genosida, pembersihan etnis, dan pembantaian brutal yang dilancarkan terhadap rakyat Palestina oleh pendudukan Israel," ungkap Hamas.
Hamas juga menyatakan mendukung rencana mediator pada bulan Mei, menyambut baik pernyataan Joe Biden dan teks resolusi Dewan Keamanan PBB, dan membalas positif usulan mediator pada tanggal 2 Juli 2024.
Setelah pernyataan trilateral tersebut, Hamas mengatakan pihaknya mendesak para mediator untuk mengajukan rencana guna melaksanakan usulan tersebut sehingga negosiasi tidak menjadi lingkaran setan.
"Setelah mendengarkan para mediator terkait apa yang terjadi dalam putaran perundingan terakhir di Doha, menjadi jelas bagi kami sekali lagi bahwa Netanyahu masih menempatkan hambatan dalam upaya mencapai kesepakatan, menetapkan persyaratan dan tuntutan baru yang bertujuan untuk menggagalkan upaya para mediator dan memperpanjang perang," pernyataan tersebut merinci.
Hamas merinci bagaimana proposal baru tersebut selaras dengan persyaratan Netanyahu, khususnya penolakannya terhadap gencatan senjata permanen, penarikan penuh dari Jalur Gaza, desakannya untuk terus menduduki poros Netzarim, penyeberangan Rafah, dan koridor Philadelphia.
Netanyahu menetapkan persyaratan baru untuk pertukaran tahanan dan menarik kembali komitmen lain, yang mencegah selesainya kesepakatan pertukaran.
Berdasarkan dokumen yang dikutip oleh New York Times (NYT) pada 13 Agustus 2024 kemarin, Netanyahu terus menambahkan persyaratan baru pada tuntutan Israel setiap kali kesepakatan gencatan senjata hampir tercapai.
Dokumen yang tidak dipublikasikan menunjukkan bahwa Israel menyampaikan daftar ketentuan baru pada akhir Juli kepada mediator Amerika, Mesir, dan Qatar yang menambahkan persyaratan yang kurang fleksibel pada serangkaian prinsip yang telah dibuat pada akhir Mei, lapor New York Times.
Dokumen-dokumen tersebut memperjelas bahwa manuver di belakang layar yang dilakukan oleh pemerintahan Netanyahu sangatlah luas.
Gerakan perlawanan tersebut menganggap Netanyahu "bertanggung jawab penuh atas kegagalan upaya mediator, terhalangnya tercapainya kesepakatan, dan bertanggung jawab penuh atas nyawa para tawanannya, yang menghadapi bahaya yang sama seperti rakyat kami akibat agresi berkelanjutan dan penargetan sistematisnya terhadap semua aspek kehidupan di Jalur Gaza ."
Hamas menyatakan bahwa Netanyahu terus menunda perjanjian gencatan senjata untuk memberi tentara Israel lebih banyak waktu untuk membunuh warga Palestina dan menghancurkan rumah dan infrastruktur di Gaza.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)