Pasukan Israel Gunakan Bocah Perempuan 10 Tahun Sebagai Tameng Manusia di Tepi Barat
Anak itu dipisahkan dari ibunya, kemudian dilaporkan dipaksa berjalan di depan tentara Israel saat mereka menggeledah gedung.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Pasukan Israel Gunakan Bocah Perempuan 10 Tahun Sebagai Tameng Manusia di Tepi Barat
TRIBUNNEWS.COM - Pasukan pendudukan Israel (IDF) dituduh menggunakan seorang gadis Palestina berusia 10 tahun sebagai perisai selama operasi militer di Tepi Barat yang diduduki.
Insiden tersebut, yang terjadi pada Rabu malam di kamp pengungsi Nur Shams dekat Tulkarm.
Insiden ini merupakan yang bukti terbaru dalam serangkaian tuduhan mengenai penggunaan perisai manusia secara sistematis oleh tentara Israel.
Baca juga: Tepi Barat Bisa Produksi Bom Sendiri, Pakar Israel: Tak Lagi Pakai Batu, Kini Mirip Hizbullah
Menurut keterangan saksi mata dan kesaksian korban sendiri, tentara Israel memisahkan Malak Shihab, seorang warga kamp berusia 10 tahun, dari keluarganya selama penggerebekan rumah.
Anak itu kemudian dilaporkan dipaksa berjalan di depan tentara Israel saat mereka menggeledah gedung. Aksi militer IDF ini secara efektif menggunakan Malak Shihab sebagai perisai manusia terhadap potensi ancaman.
Pengalaman mengerikan Malak dilaporkan The Guardian.
Tentara Israel melepaskan moncong anjing mereka yang langsung menghampiri Malak dan mengendusnya.
Karena takut pada anjing itu, anak itu memohon untuk bersama ibunya, tetapi tentara Israel terus menyuruhnya dalam bahasa Arab yang tidak lancar untuk kata-kata, "Buka pintunya!".
Gadis itu menggambarkan dirinya didorong ke arah setiap pintu di rumah bibinya, dengan tentara yang ditempatkan di belakangnya, siap menembaki siapa pun yang ada di sana.
Pada momen yang sangat menyedihkan, Malak teringat saat ia berusaha mati-matian untuk membuka pintu yang macet, bahkan terpaksa memukulnya dengan kepalanya karena panik untuk menuruti permintaan tentara.
"Saya tidak tahu mengapa," katanya, terguncang oleh cobaan itu.
"Saya hanya ingin pintu itu terbuka."
Ini bukan insiden yang terisolasi atau tidak terungkap. Penggunaan perisai manusia tampaknya menjadi bagian dari pola perilaku ilegal yang lebih luas oleh pasukan Israel.
Bulan lalu, seorang tahanan Palestina yang terluka yang digunakan sebagai perisai manusia oleh tentara Israel meninggal di rumah sakit.
Kelompok hak asasi manusia Defence for Children International telah menemukan bahwa pasukan Israel secara sistematis menahan dan menyiksa anak-anak Palestina di Jalur Gaza, termasuk menggunakan beberapa anak sebagai perisai manusia.
Cara yang terakhir disebutkan di atas dilarang secara tegas oleh Konvensi Jenewa Keempat dan dianggap sebagai kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma dari Mahkamah Pidana Internasional.
Hal ini juga dilarang oleh Mahkamah Agung Israel sendiri, yang memutuskan menentang praktik tersebut pada tahun 2005.
Meskipun ada larangan ini, laporan insiden semacam itu terus bermunculan dari wilayah Palestina yang diduduki.
Penggunaan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia oleh tentara Israel telah didokumentasikan dalam skala besar.
Menurut laporan oleh Euro-Mediterranean Human Rights Monitor, pasukan Israel menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia setidaknya enam kali di kota Khan Yunis di Jalur Gaza selatan untuk melindungi tentara atau kendaraan Israel selama penyerbuan darat mereka ke wilayah tersebut.
Salah satu kasus melibatkan penggunaan anak-anak sebagai tameng manusia.
Pria Palestina di Kap Mobil
Penggunaan tameng manusia oleh militer Israel juga pernah digunakan pada Juni silam saat mereka mengikat seorang pria Palestina yang terluka ke kap kendaraan militer selama operasi pada hari Sabtu (22/6/2024) di Tepi Barat.
Video menunjukkan pria itu tergeletak di depan jip Israel saat melewati lingkungan Jenin.
Pria tersebut tampak terpuruk di atas kap kendaraan saat melewati ambulans Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS).
PRCS mengatakan militer Israel telah mencegah krunya memberikan pertolongan pertama kepada seorang pria yang terluka di daerah Jabarat di Jenin.
“Mereka kemudian menempatkan orang yang terluka di depan sebuah jip militer dan menahannya sebelum kemudian mengizinkan kru kami memindahkannya ke rumah sakit,” kata PRCS.
Baca juga: Pejabat Senior AS untuk Urusan Israel-Palestina Mengundurkan Diri karena Alasan Pribadi
Belum diketahui kondisi dan identitas pria tersebut.
Menanggapi pertanyaan tentang insiden tersebut, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan pada hari Sabtu bahwa pasukannya melanggar “perintah dan prosedur operasi standar” dan penyelidikan akan dilakukan.
“Tingkah laku pasukan dalam video insiden tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai IDF. Insiden ini akan diselidiki dan ditangani sebagaimana mestinya,” kata IDF dalam sebuah pernyataan.
IDF mengatakan insiden itu terjadi Sabtu pagi selama operasi kontraterorisme untuk menangkap tersangka di daerah Wadi Burqin sebelah barat Jenin.
Dikatakan pria itu adalah tersangka yang terluka dan ditangkap setelah baku tembak.
Dia dipindahkan ke Bulan Sabit Merah untuk menerima perawatan medis, tambah militer Israel.
Jadi Tameng Israel
Sementara itu, Pelapor Khusus PBB untuk Wilayah Palestina yang Diduduki Francesca Albanese mengecam tindakan pasukan Israel yang dinilai menggunakan seorang warga Palestina sebagai "tameng manusia."
Insiden ini terjadi saat operasi pasukan Israel di Jenin, Tepi Barat, Sabtu (22/6/2024).
Pria Palestina yang digunakan sebagai tameng manusia diketahui bernama Mujahed Azmi.
Dalam video yang beredar di media sosial, Azmi terlihat diikat di kap jip militer Israel dalam kondisi berdarah-darah.
Albanese mengatakan pria Palestina yang diikat di kap jip militer itu dijadikan tameng manusia.
Azmi dijadikan tameng agar Hamas tidak menyerang mobil rombongan militer Israel itu.
Advokat asal Italia itu menyebut tindakan Israel menunjukkan bahwa mereka seolah kebal hukum internasional.
"Sangat mencengangkan bagaimana sebuah negara yang lahir 76 tahun lalu bisa menjungkirbalikkan hukum internasional sekehendak hati," kata Albanese melalui media sosial X.
"Ini membuat multilateralisme terancam punah, yang mana, bagi sebagian negara berpengaruh, tidak lagi relevan."
Pihak keluarga menyebut Azmi terluka saat pasukan Israel meluncurkan operasi di Jenin.
Saat keluarganya menelepon ambulans, tentara Israel mengangkat Azmi dan mengikatnya di kap jip yang kemudian tancap gas.
Sopir ambulans yang dipanggil keluarga tersebut, Abdulraouf Mustafa menyampaikan bahwa tentara Israel menolak saat pihaknya meminta Azmi untuk dibawa ke rumah sakit.
"Jip itu melewati kami dengan seorang pria terluka di kapnya. Satu tangan diikat ke kaca depan dan lengannya di bagian perut," kata Mustafa dikutip Al Jazeera, Minggu (23/6).
"Mereka melintasi kami. Mereka menolak memberikan pasien kepada kami."
Azmi kemudian dilepaskan oleh militer Israel. Petugas medis lalu membawanya ke rumah sakit. Azmi dibawa ke ruang bedah sesampainya di rumah sakit.
Militer Israel menyatakan bahwa perilaku tentaranya yang mengikat Azmi di kap mobil "tidak sesuai nilai-nilai" militer Israel.
Otoritas Israel juga mengaku akan menginvestigasi insiden ini dan menghukum para pelaku.
Pasukan Israel diketahui menggencarkan operasi militer di Tepi Barat seiring serangan ke Jalur Gaza yang telah berlangsung lebih dari delapan bulan.
Operasi militer dan kekerasan pemukim Israel di Tepi Barat telah menewaskan 553 orang sejauh ini, termasuk 137 anak-anak.
Terjadi peningkatan kekerasan di Tepi Barat yang diduduki sejak dimulainya perang Israel melawan Hamas di Gaza yang dimulai pada bulan Oktober, menyusul serangan mematikan dan belum pernah terjadi sebelumnya yang dilakukan kelompok militan tersebut terhadap Israel.
Lebih dari 500 warga Palestina, termasuk lebih dari 100 anak-anak, telah terbunuh di Tepi Barat sejak 7 Oktober, menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA).
Hampir tiga perempat dari kematian tersebut terjadi selama operasi yang dilakukan pasukan Israel, kata badan PBB tersebut.
Selain serangan militer Israel di Tepi Barat, terjadi peningkatan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel terhadap warga Palestina.
Lebih dari 700.000 pemukim Yahudi tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur di permukiman yang dianggap ilegal menurut hukum internasional dan secara luas dipandang sebagai salah satu hambatan utama bagi solusi dua negara.
Jumat lalu, pemerintahan Biden menjatuhkan sanksi terhadap kelompok Israel Tzav 9 karena mengganggu konvoi kemanusiaan menuju Gaza, tindakan hukuman terbaru yang diambil berdasarkan perintah eksekutif yang menargetkan mereka yang melakukan kekerasan di Tepi Barat.
(oln/memo/*)