Kim Jong Un Eksekusi Mati 30 Pejabat Korea Utara, Buntut Banjir Bandang Tewaskan 4.000 Orang
Sebanyak 30 pejabat Korea Utara dieksekusi mati karena dianggap lalai menangani kerusakan banjir bandang dan tanah longsor.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Endra Kurniawan
Pada 2019, Kim Jong Un dilaporkan mengeksekusi utusan nuklir Korea Utara untuk Amerika Serikat (AS), Kim Hyok Chol.
Kim Hyok Chol dieksekusi karena ketidakmampuannya mengamankan pertemuan puncak antara Kim Jong Un dan Presiden AS saat itu, Donald Trump.
Tapi, laporan terbaru mengatakan Kim Hyok Chol masih hidup dan sehat.
Korea Utara memiliki sejarah eksekusi dengan rata-rata 10 eksekusi terjadi setiap tahun, sebelum pandemi Covid19, menurut laporan Korea Times.
Jumlah itu meningkat menjadi sekitar 100 atau lebih, imbuh laporan tersebut.
"Perekonomian Korea Utara yang tidak stabil, sanksi internasional, dan dampak bencana alam, kemungkinan menjadi penyebab (meningkatnya angka eksekusi mati)," ujar Presiden Universitas Studi Korea Utara di Seoul, Yang Moo Jin.
Baca juga: Ribuan Tentara Korea Utara Disebut Mulai Bantu Rusia Perang Lawan Ukraina di Donbass
Terpisah, Direktur Departemen Studi Strategi Reunifikasi di Institut Sejong, Chang Cheong Seong Chang, mengatakan, "Eksekusi di Korea Utara terjadi relatif sering."
"Eksekusi itu mencakup berbagai kasus, termasuk kejahatan keji, penyelundupan narkoba, serta dalam kasus yang terjadi, seperti individu yang tertangkap memproduksi dan menjual konten terlarang (drama Korea Selatan)," jelasnya.
Laporan Hak Asasi Manusia Korea Utara 2023, yang disusun dari kesaksian 508 pembelot, mengklaim adanya pola pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan kondisi kehidupan brutal yang dialami oleh warga di negara itu.
Laporan tersebut mencatat eksekusi sering dilakukan di depan umum, dengan warga dipaksa hadir.
Praktik ini dirancang untuk mengintimidasi dan mengendalikan penduduk, kata para ahli.
"Rezim Korea Utara menggunakan eksekusi publik sebagai alat untuk mempertahankan kendali dan menanamkan rasa takut pada warganya," kata Julie Turner, utusan khusus AS untuk hak asasi manusia Korea Utara.
"Masyarakat internasional harus bekerja sama untuk mengungkap pelanggaran ini dan mewujudkan perubahan."
"Di komunitas global, sangat penting menyatukan upaya kita untuk mengungkap pelanggaran berat rezim Kim dan melembagakan perubahan nyata untuk meningkatkan kehidupan rakyat Korea Utara," tuturnya.
Turner juga menggarisbawahi, situasi hak asasi manusia di Korea Utara masih "salah satu yang terburuk di dunia".
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)