Arab Saudi Luncurkan Serangan Artileri ke Wilayah Yaman, Perdamaian dengan Houthi Bubar?
artileri tentara Arab Saudi menembaki wilayah Yaman di bawah kendali gerakan Ansarallah Houthi setelah kapal tanker mereka diserang di Laut Merah
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Arab Saudi Luncurkan Serangan Artileri ke Wilayah Yaman, Jalan Damai dengan Houthi Bubar?
TRIBUNNEWS.COM – Media lokal di Yaman mengumumkan pada Senin (9/9/2024) melaporkan kalau Arab Saudi telah melancarkan serangan artileri di wilayah Yaman.
Koresponden Al-Masirah, televisi Yaman yang dikelola gerakan Ansarallah Houthi, di provinsi Saada Yaman melaporkan bahwa artileri tentara Arab Saudi menembaki sejumlah wilayah Yaman di bawah kendali gerakan Ansarallah Houthi.
Baca juga: Ansarallah Houthi dan Pasukan Yaman Proksi Arab Saudi Mulai Akur, Jalanan Sanaa-Marib Kembali Dibuka
"Menurut sumber berita, desa-desa perbatasan Distrik Baqim Yaman menjadi sasaran artileri tentara Saudi," kata laporan jaringan media MNA.
Belum ada laporan dan rincian lebih lanjut tentang korban jiwa dan kerugian finansial akibat serangan artileri Arab Saudi tersebut.
Kapal Amjad Bawa 2 Juta Barel Diserang
Serangan Arab Saudi ini terjadi setelah Kelompok Houthi atau Ansarallah dilaporkan menyerang kapal tanker Arab Saudi di lepas pantai Yaman, Senin (2/9/2024).
Di samping menyerang kapal Saudi bernama Amjad itu, Houthi juga menyerang kapal tanker berbendera Panama yang bernama Blue Lagoon.
Houthi mengklaim berada di balik serangan yang menargetkan Blue Lagoon dengan rudal dan pesawat nirawak. Namun, kelompok itu belum mengonfirmasi serangan terhadap Amjad.
Sumber yang didapatkan France24 menyebutkan bahwa Blue Lagoon tidak berada jauh dari Amjad ketika kedua kapal itu diserang.
Keduanya dilaporkan bisa meneruskan perjalanan. Tidak ada kerusakan besar atau korban jiwa.
Seperti Bahri, pihak Blue Lagoon juga belum buka suara mengenai serangan itu. Blue Lagoon memiliki kapasitas angkut sebanyak 2 juta barel minyak.
Angkatan Laut AS mengatakan ada dua rudal yang menghantam Blue Lagoon. Kemudian, ada satu rudal yang meledak di dekat kapal itu.
“Semua awak di kapal aman (tak ada laporan korban luka,” ujar Angkatan Laut AS, dikutip dari Associated Press.
“Kapal itu mengalami kerusakan kecil, tetapi tidak memerlukan bantuan.”
Ketika diserang, Blue Lagoon tengah berlayar melewati Laut Merah untuk menuju ke tempat tujuan yang tidak disebutkan.
Kapal itu bertolak dari Pelabuhan Ust-Luga milik Rusia di Laut Baltik. Sudah ada pengumuman bahwa kapal itu membawa muatan yang berasal dari Rusia.
Baca juga: Buat AS Naik Pitam, Houthi Yaman Hancurkan Kapal Tanker Panama dan Arab Saudi
Amjad dimiliki oleh perusahaan nasional Saudi yang bernama Bahri. Perusahaan itu belum bersedia buka suara.
Disebutkan bahwa Amjad memiliki kapasitas angkut mencapai 2 juta barel minyak. Menurut satu sumber, besar kemungkinan Amjad tidak ditargetkan secara langsung.
Adapun Saudi sudah berhati-hati semenjak Houthi menyerang kapal-kapal terafiliasi Israel di Laut Merah.
Saudi pada tahun 2015 mengobarkan perang melawan Houthi demi mendukung pemerintahan pengasingan di Yaman.
Menurut Houthi, serangan ke kapal-kapal di Laut Merah adalah bentuk dukungan kepada warga Palestina di Gaza yang diinvasi Israel.
Houthi sudah melancarkan lebih dari 70 serangan. Dilaporkan sudah ada dua kapal yang ditenggelamkan dan satu kapal yang dirampas.
Associated Press melaporkan bahwa Houthi sudah menganggu aliran barang senilai $1 triliun yang melewati Laut Merah tiap tahun.
Arab Saudi Diuji: Tunduk Pada Perintah AS atau Berdamai dengan Yaman
Ketegangan meningkat tajam di Laut Merah, satu di antara beberapa tulang punggung jalur pelayaran internasional.
Sebagai bagian dari bentuk dukungan terhadap perjuangan milisi pembebasan Palestina di Gaza, Angkatan Bersenjata Yaman dan kelompok Milisi Ansarallah Houthi memblokade jalur tersebut bagai kapal apapun yang berentitas Israel.
Ansarallah menyatakan serangannya tersebut awalnya berupa pengalihan jalur, bukan penenggelaman terhadap hanya kapal-kapal dari dan menuju Israel.
Tapi, seiring memanasnya Perang Gaza, Houthi mengancam akan menaikkan status serangannya tersebut ke tahap 'penenggelaman'.
Dalam beberapa serangan berat, sejumlah kapal komersial memang nyaris tenggelam karena serangan Houthi di Laut Merah.
Baca juga: Ansarallah Houthi Yaman Tantang AS Cs, Iran Peringatkan Bakal Ada Banjir Darah di Laut Merah
Ansarallah berjanji, akan menghentikan serangan jika agresi militer Israel berhenti dan bantuan makanan serta obat-obatan dibiarkan mencapai Gaza.
Aksi Houthi berdampak langsung terhadap perekonomian Israel di mana blokade membuat pemasukan negara dari ekspor-impor anjlok tajam beriring kenaikan harga-harga komoditas.
Baca juga: Houthi Bikin Dompet Israel Cekak, Pendapatan Pelabuhan Eilat Anjlok 80 Persen
Sekutu abadi Israel, Amerika Serikat (AS) bereaksi. AS sempat membentuk koalisi internasional dalam Satuan Tugas Maritim yang bertugas di Laut Merah.
AS berdalih mengamankan jalur pelayaran internasional.
Namun sejumlah analis menyebut, AS sejatinya hanya berupaya melindungi kepentingan Israel semata karena kapal-kapal yang menjadi target Ansarallah Houhi Yaman adalah kapal berentitas Israel.
Pihak bersikukuh, ancaman di Laut Merah adalah ancaman global yang harus menjadi tanggung jawab bersama.
Ujian Arab Saudi
AS juga memberikan tekanan pada Arab Saudi untuk bergabung dalam satuan tugas maritim tersebut.
Untuk itu, AS meminta Arab Saudi menunda penandatanganan perjanjian perdamaian dengan Yaman.
Menurut laporan harian Lebanon Al-Akhbar, rancangan perjanjian perdamaian antara Sanaa dan Riyadh telah diselesaikan.
Kesepakatan ini potensial ditandatangani sebelum akhir tahun ini.
Lewat perjanjian perdamaian itu, hubungan Arab Saudi dan Yaman diyakini akan menyudahi perang menahun antara kedua negara.
Perang yang didukung NATO, termasuk AS dan negara Barat itu telah menghancurkan Yaman, negara termiskin di dunia Arab, selama delapan tahun.
“Arab Saudi sedang melalui ujian yang sulit antara dua pilihan .… Entah akan keluar dari permusuhan dengan Yaman berdasarkan peta yang disepakati dengan Sanaa, atau akan tunduk pada perintah AS dan bergabung dengan koalisi maritim internasional, dan ini berarti tetap rentan untuk (tetap dalam) pemerasan [barat],” tulis laporan Al-Akhbar merinci.
AS Manfaatkan Isu dan Konflik Sektarian
Tekanan AS ke Arab Saudi itu memantikkan lagi sorotan terhadap langkah Washington yang selama ini memanfaatkan isu dan konflik sektarian di Timut Tengah.
Konflik itu berkutat pada perbedaan ideologi dan pemahaman mendasar antara kelompok Sunni dan Syiah.
Pada wacana perdamaian Arab Saudi dan Yaman, wacana perjanjian itu akan membuka kerja sama dua negara, terlepas dari pandangan ideologi, dalam berbagai bidang, termasuk kerjasama kemanusiaan untuk Gaza.
Pada kasus Perang Gaza, Michael Maloof, mantan penasihat keamanan di kantor Menteri Pertahanan AS, menilai Washington juga memainkan isu sektarian ini untuk melemahkan dukungan terhadap Hamas dari persatuan Sunni-Syiah.
“Dan sekarang kita mencapai titik di mana Israel, seperti yang kita ketahui sekarang, dapat dilenyapkan jika Sunni dan Syiah bersatu dan menyerang Israel sekaligus dalam serangan dari segala arah,” kata dia dilansir Sputnik.
Baca juga: Eks-Pentagon: Netanyahu Bikin Celaka AS ke Perang Lawan Iran Demi Selamatkan Karier Politiknya
Teruskan Jalan Perdamaian
Meskipun ada tekanan dari Washington, kerajaan Arab Saudi dilaporkan terus melanjutkan jalan menuju perdamaian dengan Yaman.
"Dan Arab Saudi berupaya untuk “mempercepat” penyelesaian perjanjian perdamaian untuk menghindari halangan lebih lanjut yang dilakukan oleh Emirat atau agen lokal,” kata laporan Al-Akhbar
Perunding Saudi dan Yaman telah memberikan komentar terakhir mereka mengenai draft perjanjian tersebut.
Versi revisi tersebut baru-baru ini disampaikan kepada utusan khusus PBB untuk Yaman, Hans Grundberg, yang telah mulai mengoordinasikan upacara perdamaian resmi.
Menurut sumber Al-Akhbar di Riyadh dan Sanaa, perjanjian perdamaian tersebut mencakup pencabutan total blokade darat, laut, dan udara yang diberlakukan di Yaman oleh koalisi pimpinan Arab Saudi, sebuah “mekanisme konsensus” untuk membayar gaji pegawai publik, dan ekspor minyak gratis dari wilayah yang dikuasai Saudi.
“Keputusan ada di tangan Riyadh, yang berada di bawah tekanan AS untuk menunda penandatanganan dan menjalin aliansi perang melawan Yaman di Laut Merah,” tulis laporan Al-Akhbar menekankan.
Laporan ini menambahkan kalau milisi Yaman proksi (yang didukung) UEA juga berupaya menggagalkan proses perdamaian Saudi dan Yaman.
Situasi terkini di mana Arab Saudi melancarkan serangan artelerinya ke wilayah kendali Houthi, potensial akan menggagalkan jalan perdamaian ini.
Perdamaian akan Hambat Upaya AS
Sejatinya, perjanjian damai antara Arab Saudi dan Yaman akan secara signifikan menghambat upaya AS untuk mengerahkan satuan tugas angkatan laut internasional ke Laut Merah untuk melindungi perdagangan maritim Israel.
“Pasukan tersebut, yang untuk sementara diberi nama Operation Prosperity Guardian, akan diumumkan oleh menteri pertahanan, Lloyd Austin, ketika dia mengunjungi [Asia Barat],” harian Inggris The Guardian melaporkan pada 17 Desember.
Panglima perang AS akan mengunjungi Israel akhir pekan ini untuk bertemu dengan para pejabat senior.
Menurut media Inggris tersebut, para pejabat Barat yakin Washington mengklaim telah sukses menggaet Yordania, UEA, Qatar, Oman, Mesir, dan Bahrain untuk gabung Satgas Maritim di Laut Merah.
Baca juga: Ansarallah Houthi Yaman Tantang AS Cs, Iran Peringatkan Bakal Ada Banjir Darah di Laut Merah
Selama beberapa minggu terakhir, angkatan bersenjata Yaman telah melancarkan serangan terhadap kapal komersial terkait Israel yang mencoba melintasi Selat Bab al-Mandab di selatan Terusan Suez.
Sebagai tanggapan, lima perusahaan pelayaran terbesar di dunia telah mengumumkan penghentian total aktivitas di jalur laut penting tersebut.
Perusahaan raksasa itu antara lain adalah OOCL yang berbasis di Hong Kong, CMA CGM Perancis, Maersk Denmark, Hapag-Lloyd Jerman, dan Mediterranean Shipping Co milik Italia-Swiss.
(oln/MNA/tc/spnk/*)