Paus Fransiskus serukan Timor Leste lindungi anak muda dari kekerasan
Saat tiba di ibu kota Dili pada Senin (09/09), Paus Fransiskus menyerukan kepada pejabat Timor Leste untuk melindungi kaum muda dari…
Paus Fransiskus telah mendarat di Timor Leste—satu-satunya negara dengan mayoritas penduduk beragama Katolik yang akan ia kunjungi dalam lawatannya selama 12 hari di Asia Pasifik.
Sekitar 700.000 orang lebih dari setengah populasi Timor Leste—diperkirakan akan menghadiri misa terbuka yang akan dipimpin Paus dan digelar di dekat ibu kota Dili pada Selasa (10/09).
Saat tiba di ibu kota Dili pada Senin (09/09), Paus Fransiskus menyerukan kepada pejabat Timor Leste untuk melindungi kaum muda dari pelecehan.
"Janganlah kita melupakan banyak anak-anak dan remaja yang martabatnya telah dilanggar," ujar Paus Fransiskus, Senin (09/09).
Ia kemudian mengajak masyarakat Timor Leste untuk melakukan "segala upaya yang mungkin dilakukan untuk mencegah segala bentuk pelecehan dan menjamin masa kanak-kanak yang sehat dan damai bagi semua kaum muda".
Meskipun Paus tidak menyebutkan kasus pelecehan secara spesifik, kunjungannya dilakukan setelah seorang uskup terkemuka Timor Timur, yang dipuji sebagai pahlawan kemerdekaan, dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di negara itu selama tahun 1980-an dan 1990-an.
Antusiasme terhadap kunjungan Paus sangat besar, namun Paus didesak oleh para pegiat untuk menangani skandal pelecehan yang menodai gereja di Timor-Leste, yang sebelumnya dikenal sebagai Timor Timur.
Uskup Carlos Ximenes Belo, seorang uskup terkemuka yang dipuji sebagai pahlawan kemerdekaan, dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah bocah laki-laki selama 1980-an hingga 1990-an.
Seorang juru bicara Vatikan mengungkapkan bahwa mereka telah mengetahui kasus yang menimpa Uskup Belo—pemenang Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2019.
Pihak gereja juga telah mengambil tindakan disipliner pada tahun 2020, termasuk pembatasan pergerakan Belo serta larangan berkontak dengan anak di bawah umur secara sukarela.
Dalam sebuah surat terbuka, Jaringan Penyintas Korban Pelecehan oleh Para Imam di Oseania mengatakan bahwa “masih belum ada ganti rugi bagi para korban” dan meminta Paus Fransiskus menggunakan uang gereja untuk membayar kompensasi kepada mereka.
Merujuk jadwal resminya, Paus tidak akan bertemu dengan para korban, tetapi belum jelas apakah dia akan meminta maaf atas skandal itu. Demikian halnya, belum jelas kepastian apakah Uskup Belo akan hadir bersamanya di Dili.
Pihak berwenang juga telah menggusur rumah-rumah dan mengusir puluhan orang di daerah lokasi misa akan diadakan. Lankgah ini telah memicu kritik keras dari penduduk setempat.
“Mereka bahkan menghancurkan barang-barang kami di dalam rumah. Sekarang kami harus mengontrak di dekat sini karena anak-anak saya masih bersekolah di daerah ini,” kata Zerita Correia kepada BBC News.
Rumah-rumah tersebut terletak di Tasitolu, sebuah daerah dengan lahan basah di luar ibukota. Selama satu dekade terakhir, ratusan orang pindah ke sana dari daerah pedesaan di negara itu.
Banyak dari mereka pindah ke Tasitolu demi mencari pekerjaan di ibu kota dan membangun rumah-rumah sederhana di daerah tersebut.
Pemerintah mengatakan bahwa mereka yang mendiami Tasitolu telah melakukan penyerobotan dan tidak memiliki hak untuk tinggal di lahan itu.
Berbicara kepada BBC, seorang menteri di Timor Leste mengatakan bahwa penduduk setempat telah diberitahu tentang rencana penggusuran area tersebut pada September 2023.
Para kritikus di Timor Leste juga mempertanyakan keputusan untuk menghabiskan anggaran besar untuk kunjungan tersebut—termasuk US$1 juta (stara Rp15,3 miliar) untuk sebuah altar baru.
Menurut PBB, hampir setengah dari populasi Timor Leste saat ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Ini adalah kunjungan kepausan pertama ke Timor Leste sejak Paus Yohanes Paulus II berkunjung pada tahun 1989, ketika negara ini masih berada di bawah wilayah Indonesia.
Ketika Indonesia menginvasi bekas jajahan Portugis itu pada tahun 1975, hanya sekitar 20% orang Timor Leste yang beragama Katolik. Angka tersebut kini berkembang mencapai 97%.
Paus sebelumnya melakukan lawatan ke Papua Nugini, negara dengan seperempat penduduk beragama Katolik. Pekan lalu, Paus juga berkunjung ke Indonesia, negara dengan penduduk mayoritas Muslim dan hanya 3%—setara 8,6 juta jiwa—penduduk Katolik dari total populasi.
Saat berkunjung ke Indonesia, lawatan Paus Fransiskus juga dibayang-bayangi dengan konflik kekerasan yang terjadi di Papua.
Orang-orang asli Papua melakukan ritual doa 'Jalan Salib' di Jakarta dan Jayapura ketika Paus Fransiskus bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (04/09).
Mereka melakukan ritual tersebut demi menarik perhatian pimpinan tertinggi umat Katolik itu terkait isu Papua.
Paus Fransiskus akan mengakhiri lawatannya di kawasan Asia Tenggara di Singapura akhir pekan ini.