‘Revisi kurang delapan jam’ UU Kementerian Negara buka jalan bagi ‘kabinet jumbo’ Prabowo
Revisi Undang-Undang Kementerian Negara, yang disebut pengamat sebagai langkah cacat prosedur, akan membuka jalan bagi presiden terpilih…
Revisi Undang-Undang Kementerian Negara, yang disebut pengamat sebagai langkah cacat prosedur, akan membuka jalan bagi presiden terpilih Prabowo Subianto untuk membentuk kabinet jumbo. Pakar khawatir ini hanya jadi alat “bagi-bagi jabatan” yang membawa setumpuk risiko ke depan.
Pada Senin (9/9), Badan Legislasi (Baleg) DPR dan pemerintah merampungkan pembahasan revisi UU Kementerian Negara hanya dalam waktu kurang dari delapan jam dan sepakat membawanya ke rapat paripurna.
Bila disahkan, revisi UU itu akan memberi kebebasan bagi Prabowo untuk menambah jumlah kementerian setelah dilantik jadi presiden pada Oktober mendatang.
Habiburokhman, wakil ketua umum Partai Gerindra, menjelaskan ide ini wajar muncul mengingat Indonesia adalah negara besar dan butuh banyak orang dalam pemerintahan untuk mengurusnya.
Namun, pengamat menyayangkan hal ini. Pembatasan jumlah kementerian dianggap penting agar “politik akomodatif tidak berjalan tanpa batas” dan presiden tidak jadi “tiran”.
Bila jumlah kementerian bertambah banyak, pakar khawatir bisa terjadi tumpang-tindih kebijakan, pembengkakan anggaran, dan terbukanya ruang-ruang baru bagi praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
Pakar bilang masyarakat bisa mengajukan gugatan atas revisi UU ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) karena ia tak sesuai prosedur dan dalam perumusannya dinilai tidak ada partisipasi publik yang bermakna.
Bagaimana kronologi revisi UU Kementerian Negara?
Wacana Prabowo Subianto bakal menambah jumlah kementerian setelah dilantik jadi presiden mulai jadi perbincangan hangat publik sejak setidaknya 6 Mei 2024, tak sampai dua minggu setelah ia resmi ditetapkan sebagai pemenang pemilu.
Pada 14 Mei, hari pertama masa persidangan kelima DPR untuk tahun sidang 2023-2024, muncul agenda rapat pleno Baleg DPR untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara.
Padahal, UU tersebut tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024 ataupun daftar 43 rancangan UU yang pembahasannya diprioritaskan selesai sebelum Oktober mendatang, saat masa jabatan anggota DPR saat ini berakhir.
Pada 16 Mei, Baleg telah merampungkan naskah revisi UU Kementerian Negara.
Dalam naskahnya, Baleg mengubah bunyi pasal 15 UU tersebut, dari yang sebelumnya membatasi jumlah kementerian paling banyak 34 menjadi “sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan”.
Selain itu, penjelasan pasal 10 yang menegaskan bahwa wakil menteri adalah “pejabat karier dan bukan anggota kabinet” juga dihapus.