Hamas Sudah 'Selesai', Pejabat AS: Militer Israel Putuskan Mulai Perang Besar Lawan Hizbullah
AS menyatakan Israel memutuskan untuk menyerbu Lebanon dalam perang skala besar lawan Hizbullah seusai mengklaim kalau Hamas sudah selesai di Gaza
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Hamas Sudah 'Selesai', Pejabat AS: Militer Israel Sudah Putuskan Mulai Perang Besar Lawan Hizbullah
TRIBUNNEWS.COM - Sumber pejabat tinggi Amerika mengatakan kalau militer Israel (IDF) telah mengambil keputusan untuk memulai perang yang lebih luas melawan Hizbullah.
Itu artinya, Israel akan mengerahkan pasukannya untuk masuk menyerbu Lebanon. Tujuan invasi ini disebutkan untuk memukul mundur para petempur gerakan perlawanan Lebanon tersebut dari garis perbatasan.
Baca juga: Wasekjen Hizbullah Ancam Israel: Perang di Lebanon akan Hasilkan Eksodus Besar-besaran Pemukim Utara
Serangan IDF dalam perang besar-besaran itu, dilaporkan juga akan menyasar fasilitas-fasiltas strategis Hizbullah di Lebanon.
"Sumber tersebut menambahkan, menurut saluran MTV Amerika: Gedung Putih sangat prihatin dengan perkembangan di kawasan," kata laporan Khaberni, Sabtu (14/9/2024).
Baca juga: Pakar Militer: Israel Kepedean Habisi Hamas Setahun Lagi, Qassam Olah Ulang 9 Ton Bom Tak Meledak
Hamas Sudah 'Selesai'
Kabar ini muncul setelah Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, mengklaim kalau Hamas tidak lagi memiliki kekuatan militer yang terorganisir di Jalur Gaza.
Hal ini diungkapkan Yoav Gallant kepada jurnalis asing dalam konferensi pers pada hari Selasa (10/9/2024) waktu setempat.
Di kesempatan tersebut, Gallant mengatakan bahwa fokus Pasukan Pertahanan Israel (IDF) saat ini akan dipindahkan dari Gaza ke wilayah perbatasan utara negara mereka.
Kesimpulan tersebut dibagikan Gallant setelah militer Israel menjalankan operasi militer selama 11 bulan di Gaza sejak aksi pejuang Hamas yang menyerang wilayah mereka pada 7 Oktober 2024 lalu.
“Hamas sebagai formasi militer tidak ada lagi. Hamas terlibat dalam perang gerilya dan kami masih bertempur melawan teroris Hamas dan mengejar kepemimpinan Hamas,” kata Gallant kepada pers asing.
Gallant mengatakan bahwa kondisi Hamas yang terus melemah ini juga dapat mendorong terjadinya fase pertama dari proposal gencatan senjata yang sedang dibahas.
Adapun gencatan senjata tersebut berisikan kesepakatan jeda selama enam minggu dari pertempuran yang disertai pembebasan sejumlah sandera.
Namun demikian, Gallant menilai sentimen habisnya kekuatan Hamas ini tak bakal memengaruhi komitmen mereka untuk mengakhiri pertempuran dengan organisasi tersebut.
“Israel harus mencapai kesepakatan yang akan membawa jeda selama enam minggu dan mengembalikan sandera, Setelah periode itu, kami akan mempertahankan hak (militer) untuk beroperasi dan mencapai tujuan akhir kami termasuk penghancuran Hamas.”
Fokus Israel Beralih ke Lebanon
Gallant mengatakan bahwa dia percaya gencatan senjata dengan Hamas juga dapat menurunkan ketegangan di wilayah utara Israel dengan Hizbullah.
Baca juga: Debat Capres AS 2024: Donald Trump Sebut Kamala Harris Benci Israel, Abaikan Pidato Netanyahu
Bila ketegangan tersebut mereda, Gallant menilai warga Israel yang telah mengungsi sejak 8 Oktober 2023 dari wilayah tersebut dapat kembali ke rumah mereka di utara Israel, dekat perbatasan Lebanon.
“Mencapai kesepakatan juga merupakan kesempatan strategis yang memberikan kami peluang tinggi untuk mengubah situasi keamanan di semua front,” kata Gallant.
Namun demikian, Gallant mengaku tak mau menggantungkan hasil tersebut melalui perundingan gencatan senjata.
Demi mengantisipasi kemungkinan terburuk, Ia mengaku pengalihan fokus pasukan IDF ke utara Israel menjadi hal yang harus diprioritaskan saat ini.
Gallant mengatakan bahwa IDF sendiri telah memindahkan fokusnya ke front pertempuran di wilayah utara Israel .
“Pusat gravitasi peperangan kini bergerak ke utara, kami mendekati penyelesaian misi kami di selatan, tetapi kami memiliki tugas di sini yang belum dilaksanakan, dan misi ini adalah mengubah situasi keamanan dan mengembalikan penduduk ke rumah mereka,” katanya kepada para reservis Brigade Oded di utara Israel.
“Instruksi-instruksi ini mungkin adalah hal yang telah anda tunggu-tunggu, saya sudah berikan instruksi ini di selatan dan melihatnya bekerja dengan baik,” kata Gallant yang mengacu pada operasi ofensif jalur darat IDF di Gaza.
Dia menambahkan bahwa perintah semacam itu akan datang ke wilayah utara Israel juga dan para tentara yang bertugas harus siap untuk melaksanakan misi ini.
“Kami sedang menyelesaikan pelatihan seluruh urutan pertempuran untuk operasi darat [di Lebanon], dalam semua aspeknya,” kata Gallant.
“Saya sudah melihat dalam banyak situasi di mana saya berdiri di samping pasukan yang mengatakan kepada saya: ‘Anda hanya berbicara.’ Setelah seminggu, saya bertemu mereka di lapangan.”
Gallant menggambarkan situasi saat ini sebagai “persimpangan strategis” di mana Israel dapat mencapai kesepakatan dengan lawan-lawannya atau berisiko terlibat dalam perang yang lebih luas yang bisa melibatkan Hizbullah dan Iran.
Gallant mengatakan dia lebih memilih kesepakatan, tetapi Israel siap untuk semua skenario.
“Kami mampu membela diri dan kami juga bisa membalas jika perlu,” katanya. “Kami memiliki kemampuan untuk menghantam tujuan strategis apa pun di Iran.” pungkasnya.
Lebanon Bersiap Keadaan Darurat, 150 Rumah Sakit Siaga Tinggi
Menteri Kesehatan Lebanon, Firas Al-Abiad, mengumumkan kalau negaranya telah menempatkan 150 rumah sakit dalam status siaga tinggi.
Hal itu, sebagai persiapan penerapan keadaan darurat atas potensi serangan Israel berskala besar, demikian dilaporkan Anadolu Agency, dikutip Jumat (13/9/2024).
Baca juga: Pusat Komando Divisi 146 Israel Hujan Roket Seusai Komandan Pasukan Elite Radwan Hizbullah Tewas
Persiapan tersebut dilakukan menyusul serangan Israel yang terus berlanjut sejak 8 Oktober 2023, yang telah berdampak pada sektor perawatan kesehatan Lebanon.
Dalam wawancara dengan Anadolu, Al-Abiad membahas dampak serangan Israel yang terus berlanjut terhadap sistem perawatan kesehatan negara tersebut dan menguraikan upaya Kementerian yang dipimpinnya untuk menghadapi potensi konflik yang lebih luas.
Terimbas Sikap Hizbullah, Israel Pakai Bom Fosfor
Al-Abiad menekankan bahwa, sejak hari pertama serangan, pemerintah Lebanon berprinsip kalau mereka tidak menginginkan perang.
Sikap gerakan Hizbullah yang bertekad terus melancarkan serangan ke Israel -sebagai respons dan dukungan atas perjuangan rakyat dan milisi Palestina dan balasan atas agresi Israel ke kota-kota di perbatasan, justru memperuncing konflik yang kini berada di ambang perang besar antara kedua negara.
“Rakyat Lebanon, sejak hari pertama serangan Israel, menyatakan keinginan mereka untuk perdamaian dan menyerukan gencatan senjata segera dari Gaza hingga Lebanon,” katanya, yang menyatakan penyesalan atas perluasan serangan Israel yang terus berlanjut di tanah Lebanon.
Kementerian Kesehatan Lebanon, menurut Al-Abiad, segera mengaktifkan pusat darurat kesehatannya.
“Kami memastikan bahwa rumah sakit dilengkapi untuk menangani gelombang besar korban, yang mencakup dukungan logistik dan pelatihan tenaga kesehatan,” jelasnya.
Sang menteri menyoroti, pelatihan tersebut juga mencakup cara merawat pasien yang terluka oleh senjata tertentu, seperti fosfor putih, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Al-Abiad juga menyebutkan bahwa lebih dari 100.000 warga Lebanon telah dievakuasi dari wilayah perbatasan ke bagian lain negara tersebut.
Tempat penampungan telah didirikan untuk menampung mereka, dengan sebagian besar persiapan didanai oleh negara Lebanon; namun, mitra internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF juga telah memberikan kontribusi.
150 Rumah Sakit Disiapkan untuk Keadaan Darurat
Untuk mengantisipasi kemungkinan serangan besar Israel, Al-Abiad menyatakan bahwa rencana Kementerian tersebut mencakup pengaktifan kembali beberapa lembaga perawatan kesehatan yang telah kurang aktif beroperasi sejak "Perang Juli" 2006 antara Israel dan Hizbullah, termasuk Rumah Sakit Turki, yang disumbangkan oleh Turkiye.
“Menanggapi ancaman Israel, kami telah menyiapkan 150 rumah sakit untuk keadaan darurat, dengan fokus terutama pada mereka yang berada di wilayah yang paling rentan. Setelah menyaksikan kejadian di Gaza, kami berkomitmen untuk memastikan bahwa semua rumah sakit terlatih dengan baik. Israel adalah musuh yang tidak dapat diprediksi, dan kami harus siap menghadapi serangan di wilayah mana pun,” tegas Al-Abiad.
Berbicara soal dampak konflik bersenjata selama hampir setahun antara Israel dan Hizbullah terhadap sistem perawatan kesehatan Lebanon, Al-Abiad memberikan statistik yang mengkhawatirkan.
“Israel telah mengebom lebih dari 15 pusat kesehatan di Lebanon selatan. Empat dari pusat-pusat ini telah hancur total. Selain itu, lebih dari 30 ambulans dan mobil pemadam kebakaran rusak. Dalam serangan ini, 27 petugas kesehatan tewas dan 94 lainnya luka-luka.”
Penggunaan Bom Fosfor Putih: 250 Warga Lebanon Terluka
Al-Abiad menuduh Israel menggunakan bom fosfor putih yang melanggar hukum internasional, yang mengakibatkan luka parah.
“Sekitar 250 warga Lebanon terluka oleh bom fosfor putih yang digunakan dalam serangan Israel,” ungkapnya.
Menteri tersebut menyebutkan bahwa pusat-pusat khusus telah didirikan di rumah sakit di Beirut, Sidon, dan khususnya di Rumah Sakit Negara Nabatieh di Lebanon selatan untuk menangani luka bakar akibat fosfor.
Ia juga mencatat bahwa petugas kesehatan telah menerima pelatihan khusus untuk menangani luka yang disebabkan oleh fosfor putih secara efektif.
Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tanggal 22 Agustus, Kementerian Kesehatan Lebanon menyatakan kalau serangan Israel sejak 8 Oktober telah mengakibatkan kematian 564 orang, termasuk 436 anggota Hizbullah dan menyebabkan 1.848 orang terluka.
Selain itu, lebih dari 110.000 orang mengungsi akibat konflik.