Israel Selidiki Kemungkinan Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Telah Tewas Saat Pemboman di Gaza
Israel sedang menyelidiki kemungkinan bahwa Yahya Sinwar, pemimpin Hamas yang baru, telah tewas dalam serangan udara baru-baru ini di Gaza.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, GAZA - Israel sedang menyelidiki kemungkinan bahwa Yahya Sinwar, pemimpin Hamas yang baru, telah tewas dalam serangan udara baru-baru ini di Gaza.
Laporan Times of Israel, Minggu (23/9/2024), mengatakan bahwa pejabat negara itu sedang menyelidiki kemungkinan tewasnya pemimpin Hamas Yahya Sinwar.
Hal itu menindaklanjuti intelijen militer.
"Situs berita Walla mencatat Shin Bet (pasukan khusus Israel) telah menolak laporan tersebut dan yakin bahwa Sinwar masih hidup. Intelijen yang sedang diselidiki menyatakan bahwa Sinwar tewas selama operasi IDF (militer Israel) di Gaza", tambah laporan berita tersebut.
Times of Israel menambahkan bahwa jurnalis Caspit beralasan Sinwar mungkin belum meninggal jika melihat riwayatnya.
Apalagi sebelumnya ia menghilang setelah serangan-serangan sebelumnya dan spekulasi mengenai kematiannya mulai beredar.
Menanggapi spekulasi seputar kematian Sinwar, jurnalis Israel Barak Ravid dalam sebuah posting di X mengatakan bahwa pejabat yang memiliki pengetahuan langsung telah memberitahunya bahwa Israel tidak memiliki informasi yang dapat mengonfirmasi bahwa pemimpin Hamas itu telah meninggal.
Pada Sabtu (22/9/2024), warga Palestina mengatakan serangan Israel menewaskan sedikitnya 22 orang di sebuah sekolah yang menampung orang-orang terlantar di Kota Gaza selatan.
Sementara militer Israel mengklaim bahwa serangan itu menargetkan pusat komando kelompok militan Hamas.
Militer mengatakan serangan itu menghantam pusat komando Hamas yang tertanam di kompleks yang sebelumnya berfungsi sebagai sekolah.
Israel mengulangi tuduhannya bahwa kelompok Hamas menggunakan fasilitas sipil untuk tujuan militer.
Meski Hamas membantahnya.
Pada hari Minggu, serangan udara oleh pasukan Israel menewaskan tujuh orang di sebuah sekolah yang menampung keluarga-keluarga terlantar di Gaza, menurut pejabat kesehatan Palestina.
Namun, militer Israel bersikeras bahwa mereka telah menargetkan militan yang beroperasi dari kompleks tersebut.
Serangan itu menghantam Sekolah Kafr Qasem di kamp Pantai sekitar pukul 11 pagi, kata para pejabat.
Diantara mereka yang tewas adalah Majed Saleh, direktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan yang dikelola Hamas.
Serangan dan kekerasan lain yang dilaporkan di Gaza terjadi di tengah lonjakan serangan di wilayah utara antara Israel dan pasukan Hizbullah yang didukung Iran di perbatasan dengan Lebanon - konflik paralel yang telah memicu kekhawatiran akan meluasnya kerusuhan regional.
Paling Diburu Israel
Yahya Sinwar adalah pucuk pimpinan Hamas di Gaza saat ini.
Dia tokoh Hamas yang paling diburu Israel.
Saking frustasinya, pekan lalu Kepala negosiator Israel untuk sandera dan orang hilang, Gal Hirsch, menawarkan Yahya Sinwar bisa keluar dengan aman dari Gaza tanpa ditangkap militer Israel.
Namun syaratnya 101 sandera yang ditawan Hamas harus dikembalikan kepada Israel.
Dalam wawancara Bloomberg, Selasa (10/9/2024), laporan itu menyebutkan usulan untuk mengizinkan Yahya Sinwar keluar dari Gaza telah dibahas selama dua hari.
Namun tidak jelas apakah Hamas menerima tawaran itu.
Israel Akui Yahya Sinwar Kuat
Seorang mantan kepala divisi tawanan dan orang hilang di Mossad, Rami Igra, beberapa waktu lalu mengakui Yahya Sinwar bukan pemimpin yang lemah.
"Dia menjadi lebih kuat, Dia tidak melemah bertentangan dengan semua evaluator, dan ditunjuk sebagai yang paling berkuasa di Hamas," kata Igra, mengutip dari media Israel, Maariv.
“Selama Israel tidak memberikan alternatif pemerintahan yang nyata bagi Hamas di Gaza, maka Hamas akan memegang kendali, dan Sinwar membuktikannya dengan fakta bahwa ia diangkat menjadi kepala biro politik,” imbuhnya, dikutip dari Middle East Monitor.
Hamas memilih Yahya Sinwar menjadi kepala biro politiknya untuk menggantikan Ismail Haniyeh.
Ismail Haniyeh terbunuh di Teheran pada 31 Juli 2024 lalu.
Yahya Sinwar pernah menghabiskan 22 tahun di penjara Israel.