Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Iran Targetkan Kehancuran Israel Pada 2040, Netanyahu Gali Sendiri Lubang Kubur di Perang Atrisi

All out menghadapi Israel yang didukung Amerika Serikat dalam tempo singkat, dinilai justru akan menyeret Iran dalam perang dahsyat melibatkan nuklir

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Iran Targetkan Kehancuran Israel Pada 2040, Netanyahu Gali Sendiri Lubang Kubur di Perang Atrisi
AFP/AHMAD GHARABLI
Gambar ini menunjukkan proyektil yang dicegat oleh Israel di dekat kota utara Baqa al-Gharbiya pada tanggal 1 Oktober 2024. - Sirene serangan udara berbunyi di Israel tengah pada tanggal 1 Oktober, kata militer, sehari setelah tentara melancarkan operasi darat ke Lebanon selatan yang menargetkan posisi Hizbullah. "Sirene berbunyi di Israel tengah," kata militer, tanpa memberikan rincian tentang area yang terkena dampak. (Photo by Ahmad GHARABLI / AFP) 

Iran Targetkan Kehancuran Israel Pada 2040? Netanyahu Gali Sendiri Lubang di Perang Atrisi

 

TRIBUNNEWS.COM - Serangan sekitar 200 rudal hipersonik Iran ke Israel pada Rabu (2/10/2024) digaungkan hanya sebagian kecil dari kekuatan Teheran dalam menghancurkan kekuatan musuh bebuyutannya itu.

Serangan itu dideklarasikan Iran sebagai pembalasan yang sudah mereka janjikan atas kematian sejumlah tokoh penting mereka, baik tokoh militer dalam negeri maupun pemimpin gerakan proksi di kawasan.

Pemimpin gerakan proksi yang dimaksud antara lain pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh dan tentu saja yang terbaru, Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah.

Baca juga: Kenapa Iran Baru Membalas Israel Sekarang? Ternyata Ada Faktor Amerika dan Gaza

Presiden Iran Masoud Pezeshkian, secara terbuka mengatakan, apa yang menjadi pertunjukan pada Rabu dini kemarin hanya sebagian kecil dari kekuatan rudal Iran.

Teheran, kata dia, masih menyimpan banyak kekuatan senjata yang bisa dikerahkan untuk menyerang Israel meski mendapat bantuan dari Amerika Serikat (AS) dan sekutu baratnya.

BERITA REKOMENDASI

Lalu kenapa Iran tak sekalian meluncurkan semua kekuatan rudal mereka ke Israel?

Untuk mengetahui jawaban tersebut, Shlomo Ben-Ami, mantan menteri luar negeri Israel, pernah memberikan analisisnya saat Iran memberikan pembalasan ke Israel atas pemboman konsulat mereka di Damaskus, Surah, April silam.

Sistem pertahanan Israel mencoba mencegat serangan roket balistik Iran yang ditembakkan ke negara Yahudi itu di dekat kota utara Baqa al-Gharbiya pada Selasa malam, 1 Oktober 2024.
Sistem pertahanan Israel mencoba mencegat serangan roket balistik Iran yang ditembakkan ke negara Yahudi itu di dekat kota utara Baqa al-Gharbiya pada Selasa malam, 1 Oktober 2024. (AFP)

Perang Atrisi, Targetkan Kehancuran Israel Pada 2040

Dimuat di laman situs The Strategist, Ben-Ami secara sederhana mengindikasikan kalau Iran tidak melancarkan pembalasan habis-habisan karena menjalankan strategi perang atrisi jangka panjang terhadap Israel.

All out menghadapi Israel yang didukung Amerika Serikat dalam tempo singkat, dinilai justru akan menyeret Iran dalam perang dahsyat melibatkan nuklir yang justru menghancurkan diri sendiri. 

"Iran telah menunjukkan kehati-hatiannya dengan gamblang; bersikap radikal tidak berarti bersikap tidak rasional dan ingin bunuh diri. Alih-alih pertikaian bersejarah, nuklir atau konvensional, Iran tampaknya melancarkan perang atrisi jangka panjang terhadap Israel," kata ulasan Ben-Ami di laman tersebut, dikutip Selasa (2/10/2024).

Untuk menjelaskan strategi perang atrisi yang dilancarkan Iran ini, Ben-Ami menarik ke belakang soal motivasi Iran memerangi Israel.

Menurutnya, seperti halnya Adolf Hitler, Vladimir Putin, dan bahkan Osama bin Laden, niatan Iran memerangi Israel muncul karena nilai-nilai ideologis dan keyakinan.

"Dorongan untuk melenyapkan Israel berakar pada kepercayaan eskatologis Syiah bahwa Mahdi, Imam Kedua Belas dan mesias Islam, akan muncul kembali di akhir dunia.

Rezim Iran semakin melihat pemberantasan Israel sebagai langkah yang diperlukan untuk kembalinya Mahdi. 

Pendiri Republik Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, mengaitkan kemunduran Islam secara historis dengan konspirasi asing, menuduh kekuatan Barat menggunakan Zionisme untuk menyusup ke Timur Tengah.

 Dari perspektif ini, membebaskan tempat-tempat suci Islam di Yerusalem dari kendali Israel dan menghancurkan rezim Zionis akan menebus dan memperbarui Islam kontemporer.

Yang mengkhawatirkan, banyak orang di rezim Iran telah mengindikasikan bahwa waktunya tepat untuk mencapai tujuan suci ini," kata Ben-Ami dalam tulisannya.

Ben-Ami lalu menjabarkan apa yang dia ketahui terkait hal itu.

"Pada tahun 2017, Iran meluncurkan jam digital yang menghitung mundur hari-hari hingga kehancuran Israel pada tahun 2040. Pameran yang terletak di Palestine Square, Teheran, mewujudkan komitmen lama Republik Islam untuk memusnahkan negara Yahudi tersebut," katanya dalam ulasan itu.

Ben-Ami menilai, sebagian orang memandang janji Iran ini sebagai sekadar 'latihan retorika' untuk menggalang dukungan di dalam negeri dan di seluruh dunia Muslim.

Namun, seiring berlanjutnya perang Gaza dan tampaknya akan meluas, tambah Ben-Ami, banyak orang di Israel, termasuk mantan perdana menteri Ehud Barak, melihat rencana yang dapat ditindaklanjuti yang ingin dilaksanakan Iran, meskipun konsekuensinya tidak dihiraukan.

Ben-Ami yang juga menjabat sebagai wakil presiden Toledo International Center for Peace tersebut, mencatat kalau pada tahun 2020, Ayatollah Ali Khamenei, penerus Khomeini sebagai pemimpin tertinggi, menyebut rezim Zionis sebagai 'tumor kanker' yang 'tidak diragukan lagi akan dicabut dan dihancurkan.'

"Akhir tahun lalu, Hossein Salami, kepala Korps Garda Revolusi Iran, bersumpah untuk menyingkirkan Israel 'dari muka bumi' setelah serangan udara Israel di Damaskus menewaskan seorang jenderal tinggi Iran," kata  penulis buku Prophets Without Honor: The 2000 Camp David Summit and the End of the Two-State Solution (Oxford University Press, 2022) itu.

Melemahkan Israel, Menghindari Perang Terbuka Secara Langsung 

Ben-Ami menambahkan, Perang Gaza menggambarkan strategi Iran untuk mengepung Israel dengan jaringan pasukan proksi, termasuk Hizbullah di Lebanon, Hamas di Gaza, Jihad Islam di Tepi Barat, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Suriah dan Irak. 

"Tujuannya adalah untuk melemahkan Israel sambil menghindari konfrontasi langsung," kata dia.

Serangan ratusan rudal pada Rabu malam dan serangan pesawat nirawak dan rudal besar-besaran Iran terhadap Israel pada April, kata dia, merupakan pengecualian penting dari strategi Iran tersebut.

Namun, kata Ben-Ami, serangan pembalasan langsung Iran ke Israel, dua kali hanya dalam waktu sekitar enam bulan, perlu untuk menjaga kredibilitas sebagai pemimpin dari apa yang disebut Poros Perlawanan dan di antara konstituen konservatifnya.

Keputusan Iran baru-baru ini untuk meningkatkan tekanan terhadap Israel melalui proksinya dipengaruhi oleh kapasitas Hamas yang mengejutkan untuk mengisolasi negara itu dan mengungkap kelemahannya.

Secara khusus, Iran tidak dapat mengabaikan fakta bahwa serangan Hamas pada 7 Oktober telah menggagalkan rencana Arab Saudi untuk bergabung dengan Perjanjian Abraham dan menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel

Serangan mematikan dan perang yang terjadi setelahnya telah menggagalkan visi besar Presiden Joe Biden tentang aliansi Arab Sunni-Israel yang didukung AS, yang dipandang Iran sebagai ancaman eksistensial.

Selain itu, Iran baru-baru ini membuat 'kemajuan yang mengkhawatirkan dan belum pernah terjadi sebelumnya menuju program nuklir militer,' menurut Institut Studi Keamanan Nasional Israel.

Namun, ini tidak berarti bahwa Iran akan meluncurkan bom nuklir pertamanya di Tel Aviv. Sebaliknya, dengan payung nuklir ini, Iran dapat melipatgandakan upayanya untuk melemahkan Israel, menggunakan cara konvensional untuk menghancurkannya. 

"Mengingat kemampuan serangan balasan Israel yang diantisipasi, Iran memahami bahwa pertikaian nuklir kemungkinan akan mengakibatkan kehancurannya sendiri," katanya.

Untuk menjaga kredibilitasnya sebagai pemimpin Poros Perlawanan, Iran pernah memperingatkan, seperti yang dilakukan misinya di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 28 Juni, tentang 'perang yang menghancurkan' jika Israel menyerang Lebanon, Iran ingin menghalangi Israel dan mencegah perang non-nuklir yang dapat menghancurkan 'aset-aset' Lebanonnya.

Serangan langsung ke Israel pada Rabu malam, adalah juga upaya Iran untuk menjaga citra pemimpin Poros Perlawanan di mata para  proksinya.

"Adapun Hizbullah bergabung dalam perang melawan Israel hanya untuk menyelamatkan muka di hadapan Palestina dan akan senang jika Perdana Menteri Israel Binyamin Netanyahu menyetujui gencatan senjata di Gaza yang akan melepaskan milisi Syiah dari konflik tersebut," kata Ben-Ami.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan menolak proposal gencatan senjata di Gaza yang mengakhiri perang dengan Hamas seperti usulan yang disampaikan Amerika Serikat kepadanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan menolak proposal gencatan senjata di Gaza yang mengakhiri perang dengan Hamas seperti usulan yang disampaikan Amerika Serikat kepadanya. (Times of Israel/Dudu Bachar)

Netanyahu Gali Lubang Kubur Sendiri

Dengan latar belakang ini, kata Ben-Ami, pendorong utama bagi Iran untuk melancarkan perang gesekan (atrisi) sebenarnya adalah pemerintah Israel sendiri. 

Tujuan Netanyahu yang tidak realistis untuk mencapai 'kemenangan penuh' di Gaza justru 'melayani' strategi Iran untuk menipu Israel dalam konflik yang tidak meyakinkan sambil mengatur rencana jangka panjang untuk menghancurkan negara Yahudi tersebut, kata dia dalam analisisnya. 

Dengan memperpanjang perang secara tidak perlu dan menolak menerima peran Otoritas Palestina dalam pemerintahan Gaza, ujar Ben-Ami, pemerintah Netanyahu telah mengisolasi Israel, merenggangkan hubungan dengan para dermawan AS-nya, dan mengikis pencegahan strategisnya sendiri.

"Ternyata satu-satunya fanatik yang benar-benar tidak rasional dan suka menarik pelatuk dalam persamaan yang mematikan ini adalah Netanyahu dan sekutu teofasisnya, yang bertekad untuk terlibat dalam perang apokaliptik di Gaza dan Lebanon.

Ketika Israel utara terbakar akibat rentetan roket terbesar Hizbullah hingga saat ini, dan penduduk sipilnya dievakuasi, Orit Strock, menteri permukiman dan misi nasional dari Partai Zionis Religius, berseru bahwa ini adalah 'waktu keajaiban' bagi permukiman Tepi Barat. Strock merujuk pada kepercayaan bahwa Tuhan akan menghancurkan musuh-musuh Israel dan mewariskan tanah itu kepada mereka.

Para halusinator mesianik ini memiliki kolaborator yang bersedia di Netanyahu. Bersama-sama, mereka melakukan lebih banyak hal untuk memusnahkan proyek nasional Yahudi daripada yang dapat dicapai Iran sendiri," tulis Ben-Ami menyimpulkan kalau Israel tengah mendesain sendiri kehancuran mereka.

 

(oln/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas