Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Israel Ubah Gaza Jadi Tempat Paling Mematikan bagi Jurnalis, 175 Tewas selama Satu Tahun Genosida

Israel telah mengubah Gaza menjadi tempat paling mematikan bagi para jurnalis sejak 7 Oktober 2023.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Israel Ubah Gaza Jadi Tempat Paling Mematikan bagi Jurnalis, 175 Tewas selama Satu Tahun Genosida
AFP/OMAR AL-QATTAA
Para pelayat dan rekan-rekan yang memegang spanduk bertuliskan "pers" mengelilingi jenazah jurnalis Al-Jazeera berbahasa Arab Ismail al-Ghoul, yang tewas bersama juru kameranya Rami al-Refee dalam serangan Israel saat meliput kamp pengungsi Al-Shati di Gaza, pada tanggal 31 Juli 2024. - Al Jazeera mengutuk pembunuhan dua jurnalisnya, dan menyebut kematian tersebut sebagai "pembunuhan berdarah dingin" dalam sebuah pernyataan. (Photo by Omar AL-QATTAA / AFP) 

TRIBUNNEWS.com - Laporan Reporters Without Bordes (RSF) mengungkapkan Israel telah mengubah Gaza menjadi tempat paling mematikan bagi jurnalis, selama setahun genosida yang berlangsung sejak 7 Oktober 2023.

Jurnalis, dalam laporan RSF, menjadi sasaran dan dibunuh, ruang redaksi dihancurkan, internet dan listrik diputus, hingga pers asing diblokir, sejak dimulainya serangan Israel di Gaza.

Pasukan Israel telah secara sistematis menghancurkan infrastruktur media di wilayah Palestina dan melumpuhkan jurnalisme.

Sejak bom pertama jatuh di Gaza pada 7 Oktober 2023 pagi, hak atas informasi tentang apa yang terjadi di Gaza terus terkikis setiap harinya karena pemblokiran media oleh Israel.

Kantor Media Gaza mencatat jumlah jurnalis yang tewas mencapai 175 orang.

Hal ini berarti ada empat jurnalis yang tewas setiap minggunya sejak 7 Oktober 2023.

Sementara, RSF merilis ada lebih dari 130 jurnalis, hampir semuanya warga Palestina, yang tewas akibat serangan Israel.

Berita Rekomendasi

Menurut informasi RSF, jurnalis menjadi sasaran dan dibunuh saat bekerja.

Hampir semua jurnalis di Gaza telah mengungsi beberapa kali dalam setahun terakhir.

Mereka yang dipaksa mengungsi, tak punya kemungkinan untuk kembali ke Gaza.

Sementara itu, Israel terus menutup akses ke Gaza bagi jurnalis asing.

Baca juga: 3 Tujuan Israel di Gaza Selama Satu Tahun Serangan Belum Tercapai, Hamas Masih Kokoh Tak Terkalahkan

Beberapa jurnalis asing yang diizinkan masuk,  berada di bawah pengawasan ketat tentara Israel.

Penindasan Israel terhadap jurnalis di Gaza berlanjut hingga tahap kantor-kantor pers dihancurkan, jurnalis ditangkap dan disiksa, dan internet serta listrik secara berkala diputus.

Jurnalis yang berjuang meliput genosida di Gaza, serang menjadi korban kampanye propaganda Israel yang mempertanyakan integritas mereka.

Para jurnalis itu kerap dituduh bekerja sama dengan gerakan perlawanan Palestina, Hamas, atau telah berpartisipasi dalam Operasi Banjir Al-Aqsa 7 Oktober 2023.

Pelanggaran kebebasan pers yang mengejutkan ini telah ditanggapi dengan impunitas yang meluas.

Meskipun ada empat pengaduan yang diajukan RSF ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) atas kejahatan Israel terhadap jurnalis di Gaza, para pelaku masih belum diadili dan kejahatan terus berlanjut.

Padahal, ICC memberikan jaminan pada Januari 2024 lalu, untuk mempreoses aduan tersebut.

Meskipun otoritas Israel sering mengklaim mereka tidak menargetkan jurnalis, banyak kesaksian, penyelidikan, dan bahkan pernyataan yang diberikan oleh tentara Israel bertentangan dengan klaim ini.

"Pasukan Israel telah melakukan segala daya upaya untuk mencegah liputan tentang apa yang terjadi di Gaza, dan secara sistematis menargetkan jurnalis yang telah mengambil risiko besar untuk melakukan pekerjaan mereka," kata Direktur Kampanye RSF, Rebecca Vincent.

Terkait hal itu, Vincent pun menyerukan agar kekerasan terhadap jurnalis di  Gaza harus eegra dihentikan.

"Lakukan tindakan konkret untuk mengakhiri impunitas atas serangan yang telah terjadi, dan agar akses dibuka bagi jurnalis asing tanpa penundaan," tegasnya.

Penindasan Juga Terjadi di Luar Gaza

Jurnalis di wilayah lain di Palestina, juga telah menjadi sasaran penindasan yang kejam oleh Israel, selama setahun terakhir.

Sejak 7 Oktober 2023, puluhan jurnalis di Tepi Barat telah ditahan dan masih berada di penjara Israel.

Sementara, markas besar Al-Jazeera di Ramallah ditutup oleh tentara Israel, September 2024, atas tuduhan propaganda.

Sebuah undang-undang yang disetujui oleh parlemen Israel pada November 2023, membenarkan larangan saluran Al Jazeera di Israel.

Undang-undang itu diberlakukan pada 14 Juni 2024.

Hal serupa juga menimpa media lainnya. Israel menyita kamera milik kantor berita Associated Press dan menghentikan perekaman berkelanjutannya di Gaza selama beberapa jam.

Tentara Israel menuding Associated Press akan mengirim gambar-gambar yang diambil kepada Al Jazeera.

Jurnalis Israel yang mengkritik perang di Gaza dan kebijakan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu juga telah menjadi korban penindasan,  intimidasi, dan kekerasan polisi sejak 7 Oktober 2023.

Perang di Gaza meluas ke negara-negara di kawasan itu. Di Lebanon, tiga jurnalis dibunuh oleh tentara Israel saat bekerja, menurut informasi RSF.

Meskipun enam penyelidikan -  termasuk yang dilakukan RSF - membuktikan jurnalis foto Reuters, Issam Abdallah, menjadi sasaran pasukan Israel pada 13 Oktober 2023, tidak ada otoritas yang bertanggung jawab atas kejahatan ini hingga sekarang.

Setahun kemudian, perang semakin intensif dan sekarang jurnalis Lebanon berisiko menjadi korban pembantaian juga.

Banyak dari jurnalis terpaksa mengungsi dari rumah dan tempat kerja mereka dari daerah yang semakin berbahaya.

Untuk mengantisipasi krisis, RSF membuka pusat kebebasan pers regional di Beirut pada Maret 2024, untuk membantu memperlengkapi dan melindungi jurnalis di wilayah tersebut.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas