Warga AS Ungkap Stres Hadapi Pemilihan Presiden Amerika Serikat, Khawatir Ada Kerusuhan
Rakyat Amerika merasakan stres menghadapi hari Pemilu ini, kini bersiap menerima hasilnya bahkan kemungkinan kerusuhan yang bakal pecah ke depannya.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) digelar hari ini, Selasa (5/11/2024).
Rakyat Amerika merasakan stres menghadapi hari Pemilu ini, kini bersiap menerima hasilnya bahkan kemungkinan kerusuhan yang bakal pecah ke depannya.
Ada dua kandidat kandidat yang punya visi berbeda untuk masa depan negara adidaya tersebut.
Reuters berbincang dengan sejumlah pemilih di tujuh negara bagian yang menentukan kemenangan presiden berikutnya dalam Pemilu AS 2024.
Para pemilih merasa gelisah, khawatir tentang bagaimana negaranya dalam empat tahun mendatang jika kandidat pilihan mereka kalah.
Mereka juga khawatir jika ada pihak-pihak memicu masalah hingga perpecahan politik yang bisa menjadi semakin dalam.
Beberapa orang mengikuti berita dengan saksama, sementara yang lain mematikan TV dan ponsel pintar mereka untuk membenamkan diri membaca buku atau berjalan-jalan di luar ruangan.
Banyak pemilih mengatakan kepada Reuters bahwa mereka khawatir tentang apa yang mungkin terjadi setelah pemilihan, terutama jika Trump kalah.
Mereka takut akan gelombang tuntutan hukum dan sidang pengadilan, demonstrasi, bahkan kekerasan.
Sebut saja Carley Kunkler, seorang instruktur kebugaran di Atlanta, Georgia, ia sebelumnya memilih Trump.
"Habiskan waktu dengan orang-orang yang Anda cintai, lakukan kegiatan di luar ruangan, dan jangan gunakan ponsel,"
"Itulah hal terpenting, jangan terlalu banyak duduk di depan TV dan mengonsumsi media."
Baca juga: 10 Alasan Pennsylvania Jadi Penentu Kemenangan Pilpres AS 2024, Tentukan Peluang Trump dan Harris
Sebuah jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dilakukan bulan lalu menemukan kekhawatiran yang meluas bahwa AS dapat mengulangi kerusuhan yang terjadi setelah kekalahan Trump dalam pemilu 2020.
Kerusuhan terjadi setelah klaim palsu Trump saat itu, bahwa kekalahannya adalah hasil penipuan yang mendorong ribuan pengikutnya untuk menyerbu Gedung Capitol AS 6 Januari.