Israel Isyaratkan Serangan Besar ke Iran, Teheran Bangun Terowongan Bawah Tanah Tembus Rumah Sakit
Iran sedang membangun terowongan pertahanan bawah tanah di jantung ibu kota Teheran dalam persiapan menghadapi serangan besar Israel
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Israel Isyaratkan Serangan Besar ke Iran, Teheran Bangun Terowongan Tembus ke Rumah Sakit
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Israel yang baru diangkat, Israel Katz, mengisyaratkan kemungkinan serangan terhadap program nuklir Iran.
Pada Senin (11/11/2024) malam, Katz mengatakan kalau situasi diplomatik, operasional, dan taktis untuk serangan itu “tidak pernah semudah, serealistis, dan senyata mungkin” seperti saat ini.
Baca juga: Taktik Perang Kimia Iran: Diduga Pasok Fentanyl ke Hizbullah, Bikin Tentara Israel Semaput
"Ada peluang untuk mencapai tujuan yang paling penting - untuk menggagalkan dan menyingkirkan ancaman kehancuran yang mengancam Negara Israel... Saat ini, ada konsensus nasional dan lembaga pertahanan yang luas bahwa kita perlu menggagalkan program nuklir Iran, dan ada pemahaman bahwa ini dapat dilakukan - tidak hanya di bidang keamanan, tetapi juga di bidang diplomatik," kata Katz dalam pertemuan dengan Forum Staf Umum Militer Israel, yang dihadiri oleh Kepala Staf Herzi Halevi, dilansir RNTV, Selasa (12/11/2024).
Katz mengklaim bahwa dua serangan “Israel” sebelumnya terhadap Iran tahun ini telah memperjelas bahwa angkatan udara mereka jelas lebih unggul daripada sistem pertahanan udara Iran.
Iran Bersiap, Bangun Terowongan dari Stasiun Tembus ke Rumah Sakit
Adapun Kantor berita Iran, Tasnim mengungkapkan kalau negara tersebut sedang membangun terowongan pertahanan bawah tanah di jantung ibu kota Teheran.
Laporan tersebut mengatakan kalau itu adalah terowongan unik dan pertama dari jenisnya yang dirancang untuk memfasilitasi akses publik ke rumah sakit pusat di Teheran.
Media berbahasa Ibrani, Channel 12 Israel mengatakan rencana Iran membangun terowongan itu muncul di tengah kekhawatiran akan serangan lain Israel.
"Pembangunan terowongan ini juga merupakan persiapan skenario di mana Iran dan Israel yang merupakan musuh bebuyutannya dapat saling serang," kata laporan tersebut.
Terowongan itu akan menghubungkan stasiun metro Teheran ke Rumah Sakit Imam Khomeini, dan memungkinkan akses dari bawah tanah.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah negara ini, sebuah terowongan dengan makna pertahanan sedang dibangun di Teheran," kata kepala transportasi di ibu kota Iran kepada kantor berita semi-pemerintah Iran, Tasnim.
Para pejabat senior Iran, dengan pemimpin tertinggi Khamenei sebagai pemimpinnya, telah berulang kali berjanji untuk menanggapi serangan udara terakhir Israel yang terjadi pada 26 Oktober lalu.
Pada gilirannya, pejabat Israel memperingatkan bahwa jika Iran menyerang lagi, serangan berikutnya akan lebih signifikan dan merusak, berpotensi meluas ke infrastruktur energi dan minyak utama Iran.
Keputusan Iran untuk membangun terowongan pertahanan juga muncul setelah terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS).
Dengan kembali menjadi Presiden AS, Trump kemungkinan akan memberi lampu hijau buat Israel untuk mengambil pendekatan yang lebih agresif terhadap Iran dan sekutunya saat ia menjabat.
Dubes Iran untuk Lebanon Muncul di Publik
Dalam kerangka membalas serangan Israel, Iran diduga akan menggunakan kekuatan proksi-proksinya di kawasan, termasuk Hizbullah di Lebanon.
Terkait hal tersebut, Mojtaba Amani, duta besar Iran untuk Lebanon, muncul di publik untuk pertama kali sejak terluka dalam ledakan pager Hizbullah bulan September lalu.
Saat itu, Amani dilaporkan tewas dalam serangan itu; tetapi laporan selanjutnya mengatakan ia kehilangan matanya dan tangannya terluka.
Amani kemudian dibawa ke Teheran untuk menjalani perawatan.
Gambar-gambar tersebut menunjukkan Amani dengan luka yang terlihat di mata kirinya, sementara tangan kirinya juga diperban dan jari-jarinya -tampaknya- diamputasi.
Dalam pertemuan tersebut, ia bertemu dengan Abbas Araghchi, Menteri Luar Negeri Iran, sebelum dikirim kembali ke misinya di Lebanon – kantor berita MNA melaporkan.
Araghchi menekankan kepada Amani perlunya mengambil semua tindakan yang diperlukan dan menggunakan fasilitas politik dan internasional untuk segera menghentikan kejahatan rezim Zionis terhadap Lebanon.
Laporan MNA menambahkan bahwa dia memberikan Amani “instruksi yang diperlukan untuk periode mendatang”.
Proksi Iran Menyerang Serentak
Militer dan gerakan yang terafiliasi Iran, dilaporkan secara serentak menyerang sejumlah pangkalan militer Israel di sejumlah lokasi pendudukan.
Serangan serentak ke pos-pos militer ini terjadi berkenaan dengan rencana serangan balasan Iran ke Israel.
Belakangan, serangan dari proksi-proksi Iran ini kian gencar menyasar Israel.
Baca juga: Rudal Hizbullah Bobol Bandara Ben Gurion, Jenderal Pakar Militer: Israel Sudah Masuk di Garis Merah
Satu di antara serangan serentak terkoordinasi ke Israel ini dilakukan oleh Angkatan Bersenjata Yaman yang terafiliasi gerakan Ansarallah Houthi di Sanaa, Yaman pada Jumat (8/11/2024).
Juru bicara Brigadir Jenderal Angkatan Bersenjata Yaman Yahya Saree mengatakan kalau angkatan bersenjata negara itu berhasil menghantam pangkalan Nevatim Israel dengan rudal balistik hipersonik.
"Operasi itu dilakukan menggunakan rudal balistik hipersonik Felestin-2," katanya, dikutip dari MNA, Sabtu (9/11/2024).
Saree menambahkan kalau rudal hipersonik itu berhasil mencapai target mereka di Nevatim.
Saree juga mengklaim kalau sistem pertahanan udara Yaman berhasil menjatuhkan drone MQ-9 AS di atas Provinsi Al Jowf.
Baca juga: Mau Serang Al-Jawf, Drone Setengah Triliun AS MQ-9 Reaper Ditembak Jatuh Tentara Yaman Sekutu Houthi
Seperti diketahui, Warga Yaman telah menyatakan dukungan terbuka mereka untuk perjuangan milisi pembebasan Palestina melawan pendudukan Israel sejak rezim tersebut melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza pada 7 Oktober.
Agresi Israel dimulai setelah gerakan Perlawanan Palestina di wilayah itu melakukan serangan balasan yang mengejutkan, yang dijuluki Operasi Badai Al-Aqsa, terhadap entitas pendudukan.
Angkatan Bersenjata Yaman mengatakan kalau mereka tidak akan menghentikan serangan mereka sampai serangan darat dan udara Israel yang tak henti-hentahkan di Gaza.
Agresi Israel selama lebih dari satu tahun tersebut telah menewaskan sedikitnya 27.948 orang dan melukai 67.459 orang lainnya, berakhir.
Adapun sekutu Israel, Amerika Serikat dan Inggris pada Desember mengumumkan koalisi militer untuk menargetkan serangan ke Yaman.
AS berdalih serangan udara menyasar fasilitas-fasilitas kelompok Houthi yang melakukan blokade Laut Merah.
Hizbullah Incar Pangkalan Angkatan Laut Stella Maris di Haifa
Serangan lain dari kelompok proksi Iran ke Israel dilakukan Hizbullah Lebanon.
Juga pada Jumat, Hizbullah mengatakan pihaknya menembakkan rentetan rudal ke pangkalan angkatan laut “Stella Maris” Israel di barat laut kota Haifa.
Itu adalah serangan kedua dalam waktu kurang dari 24 jam.
Gerakan Lebanon itu mengatakan serangan itu terjadi “menanggapi serangan dan pembantaian yang dilakukan oleh musuh Israel.”
Baca juga: Rudal Hizbullah Jangkau Pemukiman Yahudi di Haifa, Israel Benar-benar Sudah di Dalam Garis Merah
Juga pada hari Jumat, Hizbullah mengatakan pihaknya menargetkan pangkalan udara Ramat David di tenggara Haifa dengan rentetan rudal.
"Rentetan rudal lainnya menargetkan pemukiman Kiryat Shmona di bagian utara wilayah yang diduduki Jumat pagi," menurut pernyataan Hizbullah.
Di sisi lain, Israel juga makin gencar melancarkan serangan udara ke wilayah Lebanon.
Tiga orang, termasuk seorang paramedis, tewas dalam serangan Israel di Lebanon.
Serangan balasan Hizbullah terjadi ketika Israel terus melakukan serangan terhadap berbagai wilayah di Lebanon, termasuk Desa Harbata di Kegubernuran Baalbek-Hermel, dan Shebaa, Kfar Melki, Kfar Hatta, Kfar Dajjal, Shehabiye, dan Kfar Tebnit di Lebanon selatan.
Iran Ulangi Ancaman ke Israel
Adapun Iran mengulangi ancamannya, meminta Israel bersiap menghadapi serangan besar sebagai balasan atas serangan militer Israel (IDF) terhadap Iran bulan lalu.
"Zionis tidak punya kekuatan untuk menghadapi kita dan mereka harus menunggu tanggapan kita depot kita punya cukup senjata untuk itu," ujar wakil kepala Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), Ali Fadavi, dikutip dari Ynet.
Ancaman itu dilontarkan pemerintah Iran sesaat setelah Donald Trump mengklaim kemenangan sebagai presiden terpilih AS ke 47 untuk periode 2024-2028.
Para pejabat Barat memprediksi Trump mungkin menerapkan sanksi lebih berat pada Iran dan mendorong Israel untuk menargetkan situs nuklir negara tersebut.
Tak hanya itu kemenangan Trump diproyeksikan bakal membawa banyak dukungan bagi Israel dalam melancarkan serangan di Timur Tengah.
Menanggapi komentar tersebut, pemerintah Iran justru menganggap remeh hasil pemilihan Presiden AS, dengan mengatakan bahwa hasil pemilu tersebut tidak penting.
Kepada kantor berita lokal semi-resmi Tasnim, juru bicara pemerintah Iran, Fatemeh Mohajerani, menegaskan siapapun yang memenangi Pilpres AS hal tersebut tak akan membuat kebijakan umum Iran berubah.
"Pemilu AS bukan urusan kami. Kebijakan kami stabil dan tidak berubah berdasarkan individu. Kami telah membuat prediksi yang diperlukan sebelumnya dan tidak akan ada perubahan dalam mata pencaharian masyarakat," kata Mohajerani.
Iran Kebal Hukum
Sebelum sanksi diberlakukan, pada 2018 silam, Trump pernah mengambil sikap keras untuk Iran dengan memberlakukan hukuman yang berdampak pada ekspor minyak Iran.
Membuat pendapatan pemerintah anjlok hingga mendorong lonjakan inflasi tahunan Iran mendekati 40 persen.
Baca juga: Iran Tegaskan Kemenangan Trump Tak Akan Pengaruhi Kebijakan Negaranya
Meski begitu Mohajerani menegaskan, Iran saat ini sudah cukup kebal dengan sanksi apapun. Menurutnya, Teheran siap dalam menjalani sanksi terbaru bila Trump menjatuhkannya kembali.
"Pada dasarnya, kami tidak melihat adanya perbedaan antara kedua orang ini (Trump dan Harris). Sanksi telah memperkuat kekuatan internal Iran dan kami memiliki kekuatan untuk menghadapi sanksi baru," tambahnya.
Respon Hamas dan Hamas Atas Kemenangan Trump
Senada dengan Pemerintah Iran, militan sayap Hamas juga menganggap skeptis kemenangan Donald Trump di Pilpres AS.
Hamas mengatakan AS di bawah Trump, harus mengakhiri 'dukungan buta' mereka terhadap Israel dalam perang yang berkecamuk di Jalur Gaza selama setahun terakhir.
Hal itu disampaikan oleh seorang pejabat senior Hamas, Bassem Naim, yang merupakan anggota biro politik Hamas.
"Dukungan buta terhadap entitas Zionis ini harus diakhiri karena ini mengorbankan masa depan rakyat kita dan keamanan, serta stabilitas kawasan," ucap Naim
Sementara itu, Hizbullah mengatakan hasil pemilihan presiden AS tidak akan berdampak pada kemungkinan kesepakatan gencatan senjata untuk mengakhiri perang Israel-Hizbullah.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem menyebut puluhan ribu pasukannya siap melawan Israel.
Dia mengatakan hasil Pemilu Amerika Serikat (AS) tidak akan berpengaruh pada perang di Lebanon.
"Kami memiliki puluhan ribu pejuang perlawanan terlatih yang siap berperang," kata Naim Qassem dilansir AFP.
(oln/mna/afp/*)