Laksamana AS: Konflik Ukraina dan Timur Tengah Gerogoti Persediaan Alat Pertahanan Udara
Laksamana Sam Paparo mengungkapkan konflik yang berkepanjangan di Ukraina dan Timur Tengah telah menggerogoti persediaan alat pertahanan udara AS.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Febri Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM - Laksamana Sam Paparo, Kepala Komando Indo-Pasifik Amerika Serikat (AS), mengungkapkan bahwa konflik yang berkepanjangan di Ukraina dan Timur Tengah telah menggerogoti persediaan alat pertahanan udara Amerika Serikat.
Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah acara pada Selasa (31/10/2024) lalu.
Situasi ini semakin menjadi sorotan di tengah pemerintahan baru presiden terpilih Donald Trump yang cenderung skeptis terhadap keterlibatan militer AS di luar negeri.
Dikutip dari Reuters dan The Guardian, konflik di Ukraina dan Timur Tengah tidak hanya mempengaruhi stabilitas regional tetapi juga mengancam kemampuan AS untuk merespons ancaman di kawasan Asia-Pasifik.
"Dengan beberapa sistem pertahanan Patriot dan rudal udara yang telah digunakan, mengeklaim sebaliknya adalah tidak jujur," ungkap Paparo.
Pernyataan Laksamana Paparo menegaskan perlunya perhatian terhadap kesiapan pertahanan AS di tengah ketegangan global yang meningkat.
Ia menekankan bahwa pengeluaran untuk pertahanan udara AS memberi beban pada kesiapan negara dalam merespons ancaman di kawasan Asia-Pasifik, terutama mengingat China sebagai musuh paling mampu di dunia saat ini.
Pemerintahan Presiden Joe Biden terus mempersenjatai Ukraina dan Israel dengan sistem pertahanan udara canggih, termasuk pengiriman rudal Patriot dan sistem Rudal Permukaan-ke-Udara Nasional Canggih.
Baru-baru ini, AS juga mengerahkan THAAD (Terminal High Altitude Area Defense System) ke Israel, lengkap dengan sekitar 100 tentara untuk mengoperasikannya.
Eskalasi Perang Rusia-Ukraina
Di sisi lain, perang di Ukraina semakin memanas.
Baca juga: Rusia Luncurkan Lagi Rudal Balistik Antarbenua ke Ukraina, Zelenskyy Sebut Putin Takut
Rusia baru-baru ini meluncurkan serangan rudal balistik baru ke kota Dnipro sebagai respons terhadap dukungan militer AS dan Inggris untuk Ukraina.
Sementara itu, serangan Rusia di Sumy mengakibatkan dua orang tewas dan belasan lainnya terluka.
Pemerintah daerah mengonfirmasi bahwa serangan tersebut melibatkan pesawat nirawak yang menyerang permukiman sipil.
Hingga saat ini, reaksi internasional terhadap serangan Rusia masih minim.
Juru bicara Sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), António Guterres, menyebut penggunaan rudal balistik jarak menengah oleh Rusia sebagai perkembangan yang mengkhawatirkan.
"Semua ini berjalan ke arah yang salah," kata Stéphane Dujarric, seraya menyerukan semua pihak untuk meredakan konflik dan melindungi warga sipil.
Ketegangan regional terus meningkat, dengan Ukraina yang meluncurkan serangan ke dalam wilayah Rusia menggunakan senjata yang disuplai oleh Barat.
Hal ini menambah kompleksitas konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 33 bulan.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)