Saat Jerman Ragu, Inggris dan Prancis sebut Mau Tangkap PM Israel Netanyahu Sesuai Perintah ICC
Inggris, Prancis, Jerman sebut mau tangkap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sesuai surat perintah penangkapan ICC untuk tangkap Yoav Gallant.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Inggris mengatakan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dapat ditangkap berdasarkan surat perintah penangkapan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) jika mereka melakukan perjalanan ke Inggris.
“Inggris akan selalu memenuhi kewajiban hukumnya sebagaimana diatur dalam hukum domestik dan internasional," kata juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, Jumat (22/11/2024).
Namun, ia menolak berkomentar langsung mengenai apakah polisi Inggris akan menahan Netanyahu.
"Kami tidak akan memasukkan hipotesis terkait kasus-kasus individual," katanya.
"Inggris akan selalu mematuhi hukum kewajiban yang diatur dalam hukum dalam negeri dan hukum internasional, keduanya," lanjutnya.
Prancis
Selain itu, Prancis merilis reaksinya terhadap keputusan ICC yang mengeluarkan dua surat perintah penangkapan terhadap dua pejabat Israel, PM Israel Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant yang dipecat bulan lalu.
“Prancis telah memperhatikan keputusan ini. Sebagai pemenuhan komitmen jangka panjangnya untuk mendukung keadilan internasional," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, Christophe Lemoine, Kamis (21/11/2024).
"Prancis menegaskan kembali kepatuhannya terhadap kerja independen pengadilan sesuai dengan Statuta Roma,” lanjutnya.
Christophe Lemoine menegaskan respon Prancis akan sejalan dengan prinsip-prinsip Statuta Roma.
Namun dia menahan diri untuk mengatakan apakah Prancis akan menangkap Netanyahu jika dia datang ke Prancis, dan menyatakan masalahnya adalah rumit dari sudut pandang hukum.
Baca juga: PM Israel Netanyahu Tanggapi ICC soal Surat Perintah Penangkapan Terhadapnya: Ini Tidak Adil
Jerman
Juru bicara pemerintah Jerman mengatakan akan mempelajari dengan cermat dua surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Kriminal Internasional terhadap Benjamin Netanyahu dan Yoav Gallant.
Namun, Jerman tidak akan mengambil langkah lebih lanjut sampai mereka direncanakan untuk berkunjung ke Jerman.
“Pemerintah Jerman berpartisipasi dalam penyusunan Statuta Pengadilan Kriminal Internasional dan merupakan salah satu pendukung terbesar pengadilan tersebut, dan posisi ini juga merupakan hasil dari sejarah Jerman,” kata juru bicara itu, Jumat (22/11/2024).
“Pada saat yang sama, sebagai akibat dari dalam sejarah Jerman, kami memiliki hubungan yang unik dan tanggung jawab yang besar terhadap Israel," lanjutnya.
Sementara itu, ia menegaskan Jerman tetap pada posisinya untuk mengirim senjata ke Israel.
“Posisi pemerintah mengenai pengiriman senjata ke Israel tidak berubah setelah keputusan pengadilan pidana,” katanya.
“Pengiriman senjata ke Israel selalu tunduk pada evaluasi setiap kasus secara individual, dan situasi ini tetap ada. sekarang, dan posisi kami terhadap Israel tidak berubah," lanjutnya.
ICC Rilis Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Yoav Gallant
ICC mengumumkan telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant.
"Masing-masing memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan berikut sebagai pelaku bersama karena melakukan tindakan tersebut bersama-sama dengan orang lain: kejahatan perang berupa kelaparan sebagai metode peperangan; dan kejahatan terhadap kemanusiaan berupa pembunuhan, penganiayaan, dan tindakan tidak manusiawi lainnya," bunyi pernyataan ICC pada Kamis (21/11/2024), merujuk pada Netanyahu dan Yoav Gallant.
"Pengadilan juga menemukan alasan yang wajar untuk meyakini bahwa Tn. Netanyahu dan Tn. Gallant masing-masing memikul tanggung jawab pidana sebagai atasan sipil atas kejahatan perang karena secara sengaja mengarahkan serangan terhadap penduduk sipil," lanjutnya.
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Israel yang didukung Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza.
Jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 44.056 jiwa dan 104.268 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Kamis (21/11/2024) menurut Kementerian Kesehatan Gaza, dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Anadolu Agency.
Sebelumnya, Israel mulai menyerang Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023), untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak pendirian Israel di Palestina pada tahun 1948.
Israel mengklaim, ada 101 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 sandera Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel