Musim Dingin Ekstrem Tiba, Euro-Med: Israel Cegah Masuknya Selimut dan Pakaian ke Gaza
Rata-rata warga Palestina di Gaza kini hanya mempunyai pakaian yang menempel di badan mereka akibat blokade bantuan oleh Israel saat musim dingin tiba
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Musim Dingin Ekstrem Tiba, Euro-Med: Israel Cegah Masuknya Selimut dan Pakaian ke Gaza
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Pemantau Hak Asasi Manusia, Euro-Mediterania mengatakan kalau selama lebih dari setahun, Israel telah mencegah masuknya selimut, pakaian dan sepatu ke Jalur Gaza, khaberni melaporkan, Rabu (27/11/2024).
Barang-barang lain kebutuhan dasar yang dicegah masuk Israel ke Gaza, kata lembaga itu, termasuk kebutuhan anak-anak.
Baca juga: Al Qassam Lumpuhkan Komandan Brigde Kfir Israel di Gaza Utara, Pakar: Secara Militer, Ini Keajaiban
"Tindakan Israel ini menjadi rangkaian aksi kejam dalam blokade yang mereka lakukan di wilayah kantung Palestina tersebut, mengingat datangnya musim dingin yang ekstrem dan kondisi kemanusiaan yang sangat buruk," tulis khaberni mengutip pernyataan lembaga HAM internasional tersebut.
Euro-Med menekankan dalam sebuah pernyataan, Selasa, bahwa tidak ada pembenaran atau keharusan militer dalam hukum internasional yang mengizinkan pencegahan masuknya warga sipil ke dalam kelompok warga sipil,
Lembaga tersebut juga mencatat kalau Israel memberlakukan pembatasan terhadap masuknya barang-barang kebutuhan dasar ini sebagai bagian dari upaya untuk memperparah kondisi kehidupan di Palestina yang mengarah pada kehancuran nyata.
"Ini masuk dalam bingkai total kejahatan genosida yang Israel lakukan di sana," kata pernyataan Euro-Med.
Observatorium tersebut menunjukkan kalau jumlah truk bantuan yang memasuki Jalur Gaza pada periode lalu tidak melebihi 6 persen dari kebutuhan sehari-hari penduduk.
Dari jumlah itu, sebagian besar truk bantuan yang membawa persediaan makanan, pakaian, dan sepatu tidak melebihi 0,001 persen.
"Ini menyebabkan krisis nyata kemanusiaan, terutama sejak Israel menghancurkan setidaknya sekitar 70 persen rumah di Jalur Gaza dan sebagian besar toko dan pasar, termasuk yang menjual pakaian, selain membatasi format pemasukan barang bagi pedagang," kata laporan lembaga itu.
Observatorium tersebut mengatakan kalau sekitar dua juta warga Palestina dari 2,3 juta warga Palestina di Jalur Gaza terpaksa pergi dan mengungsi dari rumah merek.
"Sementara sebagian besar dari mereka tinggal di tenda atau sekolah, atau di sisa-sisa rumah mereka yang hancur, setelah mereka terpaksa mengungsi, dipindahkan secara paksa beberapa kali, dan sebagian besar dari mereka terpaksa meninggalkan pakaian dan barang-barang pribadi mereka dan menyisakan hanya apa yang mereka kenakan," kata Euro-Med.
Yordania Kembali Gelar Air-Aid Setelah Lima Bulan
Terkait krisis kemanusiaan yang terjadi, pesawat militer Yordania dilaporkan kembali menjatuhkan paket bantuan kemanusiaan ke Gaza utara pada hari Selasa (26/11/2024).
Ini menjadi pengiriman pertama dalam lima bulan terakhir, Reuters melaporkan.
Militer Yordania mengatakan, bantuan diberikan guna membantu meringankan situasi kemanusiaan yang mengerikan di daerah tersebut.
Angkatan udara Yordania mengerahkan dua pesawat C-130 untuk kargo, yang terdiri dari hampir tujuh ton makanan dan bantuan penting lainnya.
Bantuan itu, dijatuhkan ke daerah-daerah yang diidentifikasi oleh badan-badan PBB sebagai "daerah yang paling membutuhkan," kata militer tersebut.
"Yordania mempertahankan koridor udara dan darat sebagai bagian dari upayanya untuk meningkatkan bantuan," kata seorang sumber militer kepada Reuters.
Seorang pejabat bantuan PBB mengatakan minggu lalu bahwa akses bantuan ke Gaza telah mencapai titik terendah.
Pengiriman ke wilayah utara Gaza hampir mustahil dilakukan karena ketatnya penjagaan Israel dan pertempuran yang terus berlanjut.
Yordania aktif menyalurkan bantuan untuk warga Palestina di Gaza sejak perang meletus antara Israel dan Hamas pada Oktober tahun lalu.
Tentara Yordania mengatakan, sejauh ini telah melancarkan sekitar 400 operasi "airdrop" tersebut oleh angkatan udaranya dan negara-negara sekutu.
Raja Abdullah menuduh Israel menghalangi pengiriman bantuan.
Ia meminta masyarakat internasional untuk menekan Israel agar mengizinkan aliran bantuan tanpa gangguan.
Baca juga: Israel Akui Kekurangan Pasukan di Gaza, Cari Pembenaran Blokade Bantuan Kemanusiaan yang Datang
Dilema Pengiriman Bantuan Melalui Udara
Menjatuhkan bantuan melalui udara bukan praktik yang asing di tengah perang yang terus berlanjut di Gaza.
Warga Palestina yang diblokade di Gaza kesulitan mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya.
Akhirnya, salah satu opsi untuk mengirimkan bantuan adalah dengan menjatuhkannya dari udara.
Namun, pakar menyebut, menjatuhkan makanan dari udara bukan cara yang ideal, menurut laporan SBS News pada Maret lalu.
Jens Laerke, juru bicara kantor kemanusiaan PBB OCHA, mengatakan ada banyak masalah dengan airdrop, yang lebih cocok untuk misi kecil dan spesifik.
“Bantuan yang masuk melalui cara ini adalah pilihan terakhir,” katanya.
Ia menambahkan bahwa airdrop bukanlah solusi terbaik untuk Gaza.
“Transfer melalui jalur darat memang lebih baik, lebih efisien, lebih efektif, dan lebih murah.”
Di samping itu, airdrops juga dinilai lebih mahal.
Jeremy Konyndyk, presiden Refugees International, mengatakan satu pesawat dapat mengirimkan bantuan yang setara dengan dua truk, namun biayanya 10 kali lipat, katanya kepada BBC World Service pada Maret lalu.
“Daripada membuang makanan dari udara, kita harus memberikan tekanan besar dan menggunakan pengaruh pada pemerintah Israel untuk mengizinkan bantuan masuk melalui saluran yang lebih tradisional yang benar-benar memberikan bantuan dalam skala besar," ujarnya.