Pertama Kali, Pemimpin HTS Al-Julani Kecam Israel yang Luncurkan Serangan Udara di Suriah
Pemimpin HTS Al-Julani mengecam pemboman Israel di Suriah untuk pertama kali sejak serangan udara yang terjadi pasca jatuhnya rezim Assad.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Mohammed al-Julani, pemimpin aliansi oposisi bersenjata, Hayat Tahrir al-Sham (HTS), mengomentari serangan Israel baru-baru ini di Suriah.
Israel dengan leluasa mengebom sejumlah wilayah di Suriah setelah jatuhnya kekuasaan Presiden Suriah Bashar al-Assad setelah digulingkan oleh oposisi.
"Israel telah melanggar aturan pertempuran. Dalih yang digunakan Israel telah berakhir," kata al-Julani, Sabtu (14/12/2024), mengomentari serangan udara Israel di wilayah Suriah dalam beberapa hari terakhir.
Sekitar 400 serangan udara Israel dalam beberapa hari terakhir telah menghancurkan banyak aset tentara Suriah.
Ia mengecam serbuan pasukan Israel ke Suriah selatan, namun menekan situasi saat ini memang tidak bisa dihindari.
“Israel jelas telah melewati batas keterlibatan di Suriah, yang mengancam eskalasi konflik yang tidak dapat dibenarkan," katanya.
Di sisi lain, ia mengatakan Suriah tidak bisa terlibat dalam konflik baru karena mereka telah kelelahan.
"Situasi Suriah yang melelahkan setelah bertahun-tahun perang dan konflik tidak memungkinkan terjadinya konflik baru," katanya.
Al-Julani mengatakan prioritas oposisi saat ini adalah membangun kembali kestabilan di Suriah.
“Prioritas pada tahap ini adalah pembangunan kembali dan stabilitas, dan tidak terlibat dalam konflik yang dapat menyebabkan lebih banyak kehancuran," katanya, seperti diberitakan Aawsat.
Menurutnya, Suriah sudah sangat menderita selama lebih dari 50 tahun di bawah rezim Assad, termasuk kemerosotan ekonomi yang parah.
Baca juga: Dinamika Suriah: Turki, Rusia, dan Iran dalam Konflik
Ia juga meminta komunitas internasional untuk segera melakukan intervensi dan memikul tanggung jawab terkait eskalasi ini.
Pemimpin HTS itu menekankan pentingnya mengendalikan situasi di kawasan dan menghormati kedaulatan Suriah.
"Solusi diplomatik adalah satu-satunya cara untuk menjamin keamanan dan stabilitas, jauh dari petualangan militer yang tidak diperhitungkan," tegasnya.