Sidang Perdana Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Segera Digelar, Surat Perintah Penangkapan Disiapkan
Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan bakal segera melaksanakan sidang perdana bagi Presiden Yoon Suk Yeol pasca dimakzulkan.
Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) Korea Selatan segera melaksanakan sidang perdana bagi Presiden Yoon Suk Yeol pada Sabtu (28/12/2024) mendatang.
Sidang ini digelar buntut deklarasi darurat militer yang diumumkan Yoon Suk Yeol pada 3 Desember 2024 lalu.
Dalam sidang minggu depan, MK meminta Yoon Suk Yeol untuk memberikan jawaban tertulis mengenai persidangan pemakzulannya.
Salah satu dari enam hakim MK, Kim Hyung-du mengatakan surat pemberitahuan telah dikirimkan kepada Yoon pada Senin pagi.
"Pemberitahuan itu memuat frasa permintaan penyampaian jawaban tertulis," kata Kim, dikutip dari Korea Times.
Nantinya, jawaban dari Yoon akan digunakan bersama dengan resolusi parlemen sebagai titik awal pertimbangan mengenai apakah akan mendukung atau menolak pemakzulan Yoon atas kegagalan penerapan darurat militer.
Sementara itu, Jaksa Korea Selatan meminta Yoon untuk hadir guna diinterogasi atas tuduhan dugaan pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan.
Jaksa mengatakan jika Yoon tidak hadir untuk diinterogasi pada hari Sabtu, mereka akan mempertimbangkan untuk mengajukan surat perintah penangkapan.
Karena Yoon tidak mematuhi panggilan pertama yang dikeluarkan, masih belum pasti apakah ia akan menanggapi panggilan kedua.
Dikutip dari Yonhap, jaksa menganggap Yoon sebagai tokoh kunci yang bertanggung jawab atas penerapan darurat militer.
Jaksa meyakini tindakannya melampaui tugas presiden yang diizinkan oleh Konstitusi dan undang-undang lainnya.
Baca juga: Mangkir dari Panggilan Jaksa, Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Terancam Dijebloskan ke Penjara
Jika dia memenuhi panggilan tersebut, ini akan menandai pertama kalinya dalam sejarah seorang presiden yang sedang menjabat hadir di hadapan jaksa sebagai tersangka.
Secara terpisah, tim investigasi gabungan dari kepolisian, Badan Penyelidikan Korupsi untuk Pejabat Tinggi, dan unit investigasi kementerian pertahanan juga telah meminta Yoon untuk hadir guna diinterogasi pada hari Rabu.
Penahanan Mantan Menteri Pertahanan Diperpanjang
Masa penahanan mantan Menteri Pertahanan Korea Selatan, Kim Yong-hyun telah diperpanjang hingga 28 Desember 2024 lalu.
Dikutip dari Korea Times, perpanjangan masa penahanan ini dilakukan karena ia menolak untuk bekerja sama dalam penyelidikan terhadap pernyataan darurat militer Presiden Yoon.
Kim ditahan pada 8 Desember 2024 sebagai tersangka utama dalam penyelidikan terkait darurat militer.
Jaksa mengajukan perpanjangan masa penahanannya awal minggu ini dan pengadilan menyetujuinya.
Berdasarkan Undang-Undang Acara Pidana, jaksa dapat memperpanjang masa penahanan tersangka satu kali, tidak melebihi 10 hari, dengan izin pengadilan.
Baca juga: Mata Uang Won hingga Indeks Kospi Korsel Terbang Merespon Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Kepala Staf AD Ditangkap
Pengadilan militer Korea Selatan pada Senin (16/12/2024) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Kepala Komando Perang Khusus Angkatan Darat atas dugaan perannya dalam penerapan darurat militer.
Mengutip Yonhap, pengadilan mengeluarkan surat tersebut untuk Letjen Kwak Jong-keun, yang dituduh memainkan peran "penting" dalam pemberontakan dan menyalahgunakan kekuasaannya.
Dengan keputusan pengadilan tersebut, Kwak menjadi pejabat militer kedua yang ditangkap terkait dengan episode darurat militer setelah Letjen Yeo In-hyung, kepala Komando Kontraintelijen Pertahanan, ditangkap pada hari Sabtu.
Kwak, yang mengirim pasukan operasi khusus ke Majelis Nasional selama deklarasi darurat militer, dituduh menghasut kerusuhan untuk menumbangkan Konstitusi dengan diduga berkolusi dengan Yoon, mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan lainnya.
Baca juga: Pemimpin Partai Berkuasa Korsel Han Dong Hoon Lepas Jabatan Buntut Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Kwak mengatakan kepada anggota parlemen bahwa Yoon telah memerintahkannya untuk mendobrak pintu dan "menyeret keluar" anggota parlemen di kompleks Majelis Nasional selama pemberlakuan darurat militer.
Dalam pertemuan tersebut, Kwak mengklaim telah menentang perintah dari Yoon.
Dia juga mengatakan bahwa dia telah diperintahkan oleh Kim pada tanggal 1 Desember untuk mengamankan enam lokasi, termasuk Majelis Nasional, tiga kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional, dan markas besar partai oposisi utama Partai Demokrat.
Sementara itu, pengadilan militer juga akan meninjau apakah akan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Letjen Lee Jin-woo, kepala Komando Pertahanan Ibu Kota, pada hari yang sama.
Lee dituduh mengirim sekitar 200 tentara untuk menutup Majelis Nasional setelah darurat militer diumumkan.
(Tribunnews.com/Whiesa)