Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun
Deutsche Welle

Menlu Cina Wang Yi Kunjungi Afrika di Tengah Surutnya Pengaruh Barat

Menlu Cina Wang Yi melanjutkan tradisi selama 35 tahun mengawali masa jabatan dengan berkunjung ke Afrika. Bagi benua yang kaya sumber…

zoom-in Menlu Cina Wang Yi Kunjungi Afrika di Tengah Surutnya Pengaruh Barat
Deutsche Welle
Menlu Cina Wang Yi Kunjungi Afrika di Tengah Surutnya Pengaruh Barat 

Presiden Amerika Serikat Joe Biden, melakukan kunjungan pertama ke Afrika pada bulan Desember 2024 silam, di penghujung masa jabatannya.

Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi menegakkan tradisi selama tiga dekade dengan menjadikan Afrika sebagai tujuan pertama dalam kalender diplomatik Beijing.

Pada akhir minggu ini, Wang akan mengunjungi Namibia, Republik Kongo, Chad, dan Nigeria.

Meskipun tidak pernah jelas sebelumnya di mana delegasi Cina akan berlabuh, kunjungan tersebut "bergema di Afrika sebagai pengingat komitmen Cina yang konsisten, berbeda dengan pendekatan AS, Inggris, dan Uni Eropa," kata Eric Olander, salah satu pendiri China-Global South Project, sebuah proyek multimedia yang meliput keterlibatan Cina di Selatan, kepada kantor berita Reuters.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memulai tahun 2024 dengan kunjungan ke Tanjung Verde, Pantai Gading, Nigeria, dan Angola. "Namun, perbedaan antara pendekatan Amerika Serikat dan Cina sangat mencolok, menurut analis Nigeria Ovigwe Eguegu, yang meneliti keterlibatan Beijing di seluruh Afrika.

"Yang satu berkunjung saat dia cuma punya waktu senggang, yang lain menjadikannya tradisi. Ini bukan hanya tentang simbolisme, tetapi juga substansi, karena itulah yang membuat hubungan berkembang," katanya kepada DW, seraya mencatat bahwa Cina telah menjadi mitra dagang terbesar Afrika selama 15 tahun terakhir.

Diplomasi untuk Afrika

Berbicara di ibu kota Namibia, Windhoek, Wang mengatakan dia berharap kunjungannya akan "menunjukkan kepada dunia bahwa Cina akan selalu menjadi teman yang dapat dipercaya bagi Afrika, mitra paling dapat diandalkan dalam mengejar pembangunan dan revitalisasi."

Berita Rekomendasi

Kunjungan tersebut juga menandai pertama kalinya presiden Namibia yang baru terpilih, Netumbo Nandi-Ndaitwah, menjamu Wang. Sebagai pemimpin nasional di benua Afrika, yang memegang lebih dari 50 suara di Perserikatan Bangsa-Bangsa, pengaruhnya dapat membantu upaya Beijing untuk membentuk kembali lembaga multilateral dan menafsirkan kembali norma-norma global agar lebih sejalan dengan kepentingannya.

Bagi Christian-Geraud Neema, seorang analis di China-Global South Project, keuntungan Cina adalah bahwa negara Barat, dan khususnya Eropa, kesulitan berinteraksi dengan negara-negara Afrika dengan cara yang menarik bagi para pemimpin Afrika.

"Kesenjangan ekonomi antara Eropa dan Afrika terlalu besar, dari pembangunan hingga infrastruktur. Eropa tidak tahu tawaran seperti apa yang harus diajukan yang sesuai untuk negara-negara Afrika," katanya.

Jalan baru bagi ekonomi ekspor Cina

Keputusan Wang mengunjungi Afrika, dan khususnya Republik Kongo, dinilai penting secara strategis. Pemerintah di Brazzaville baru-baru ini menjadi ketua bersama Forum Kerja Sama Cina-Afrika, FOCAC, yang menetapkan agenda hubungan kedua pihak.

Banyak analis percaya Cina menggunakan KTT FOCAC 2024 untuk memformalkan inisiatif ekonomi di seluruh Afrika, sambil menjanjikan bantuan keuangan senilai USD51 miliar.

"Rencana pembangunan jangka panjang Afrika sedang dipertimbangkan. Kami melihat Cina menyelaraskan diri dengan Agenda 2063, yang diusulkan oleh Uni Afrika, misalnya," kata Cliff Mboya, seorang peneliti di Afro-Sino Center of International Relations yang berbasis di Ghana.

Contoh proyek infrastruktur yang dibangun Cina semakin meningkat, baik dari segi visibilitas maupun kepentingan, baik itu Jalan Tol Nairobi yang baru, ladang angin di provinsi Northern Cape, Afrika Selatan, atau Pelabuhan Lekki dan Zona Perdagangan Bebas Nigeria.

Namun, ekonomi Cina melambat dalam beberapa tahun terakhir, dan negara-negara Afrika menawarkan peluang bisnis dan jalan keluar krisis bagi perusahaan infrastruktur milik pemerintah Cina.

Sektor energi terbarukan Cina yang sedang berkembang juga sedang mencari pelanggan baru di luar AS dan Uni Eropa. "Kami melihat penekanan pada keberlanjutan dan pembangunan hijau. FOCAC tahun lalu sangat penting karena Afrika tampil sangat kuat untuk memperjelas apa yang mereka harapkan dari Cina. Dan kami melihat Cina menanggapi dengan janji-janji dan rencana ini," kata Mboya.

Integrasi pasar Afrika dengan Cina

Dia berharap, kunjungan Wang akan berperan penting dalam menjalankan rencana tersebut. Namun bagi Ovigwe Eguegu, Cina, dengan melanjutkan penekanannya pada perdagangan di Afrika, mulai menuai apa yang telah ditaburnya.

"Terlepas dari berbagai masalah di benua itu, Afrika memiliki populasi dan kelas menengah yang tumbuh cepat, dan bagi negara yang berorientasi ekspor seperti Cina, benua ini bisa menjadi pasar eksternal untuk mengimbangi kecemasan geopolitik saat ini," katanya.

Tantangannya, dari perspektif Beijing, adalah membuat konsumen dan pasar Afrika siap untuk menampung produk-produk Cina, "khususnya energi dan teknologi terbarukan," kata Eguegu.

"Hal ini memerlukan investasi di sektor-sektor tertentu di seluruh Afrika untuk mendorong industrialisasi guna menciptakan lapangan kerja dan permintaan akan barang-barang Cina."

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

Sumber: Deutsche Welle
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas