Meski Dukung Netanyahu, Ben-Gvir Ancam Mundur dari Pemerintahan Jika Israel-Hamas Berdamai
Ben-Gvir ancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang melibatkan pertukaran tahanan disetujui.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir mengancam akan mengundurkan diri dari pemerintahan jika kesepakatan gencatan senjata Israel-Hamas yang melibatkan pertukaran tahanan disetujui.
Ben-Gvir menegaskan bahwa meskipun ia mendukung Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kesepakatan ini sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip pertahanan yang ia pegang.
"Jika kesepakatan ini disetujui, kami akan meninggalkan pemerintah dengan berat hati," kata Ben-Gvir dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Anadolu Ajansi.
"Saya mencintai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dan saya akan memastikan dia tetap menjabat, tetapi saya akan mengundurkan diri karena perjanjian ini sangat buruk," tambahnya.
Ben-Gvir mengkritik kesepakatan gencatan senjata tersebut.
Menurutnya kesepakatan gencatan senjata 19 Januari itu akan melemahkan kemampuan pertahanan Israel, terutama di wilayah strategis seperti Koridor Philadelphia yang berbatasan dengan Gaza.
"Kesepakatan ini akan menghancurkan keberhasilan perang," jelasnya.
"Saya tidak bisa mendukung perjanjian yang mengalahkan Israel dalam hal pertahanan dan keamanan."
Meskipun menentang kesepakatan tersebut, Ben-Gvir memastikan bahwa partainya, Otzma Yehudit, tidak akan menjatuhkan pemerintahan Netanyahu.
"Kami tidak akan menjatuhkan pemerintahan ini dan kami akan mendukungnya dari luar, tetapi kami tidak akan menjadi mitra dalam perjanjian yang mengalah," tegasnya.
Dengan enam kursi di Knesset dan tiga posisi menteri dalam kabinet, pengunduran diri Ben-Gvir dari pemerintahan tidak akan memberikan dampak besar terhadap jalannya pemerintahan.
Baca juga: Sambut Baik Gencatan Senjata di Gaza, Sekjen PKS Dorong Kemerdekaan Palestina Segera Terwujud
Hal ini mengingat mayoritas dukungan untuk pengesahan perjanjian tersebut masih ada di dalam Kabinet Keamanan dan pemerintahan Israel.
Kesepakatan gencatan senjata yang diumumkan Qatar pada Rabu (15/1/2025) bertujuan untuk mengakhiri lebih dari 15 bulan serangan mematikan Israel di Gaza, Al Jazeera melaporkan.
Namun, kesepakatan ini tetap menjadi sumber ketegangan, terutama bagi anggota partai sayap kanan seperti Ben-Gvir yang merasa bahwa itu akan merugikan keamanan Israel.
Pemerintah Israel juga menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional akibat tindakan mereka di Gaza.
Dalam hal ini, Ben-Gvir tetap mendukung Netanyahu, tetapi tetap menegaskan bahwa ia tidak bisa terlibat dalam kesepakatan yang dianggapnya merugikan negara.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.