Kenapa Ghana Jadi Sasaran Kaum Jihadis Afrika Barat?
Kelompok jihadis kian gencar merekrut warga Ghana untuk bertempur melawan militer Burkina Faso. Saat Ghana kewalahan mengawasi perbatasan…
Ghana tetap menjadi salah satu dari sedikit negara di Afrika Barat yang belum menjadi sasaran serangan jihadis, meski berbatasan langsung dengan Burkina Faso yang masih dihantui terorisme. Namun, para analis memperingatkan bahwa warga Ghana semakin berisiko direkrut oleh kelompok ekstremis untuk dikirim ke medan perang di negara jiran.
Burkina Faso sejak lama menghadapi ancaman dari kelompok jihadis seperti Jama'at Nusrat al-Islam wal-Muslimin, JNIM, Negara Islam-Provinsi Sahel, ISGS, dan afiliasinya. Menurut Abdul Salifu Zanya, peneliti keamanan di Sahel, kemungkinan besar sudah ada warga Ghana yang bergabung dengan kelompok teror.
"Saya berbicara dengan beberapa pemuda pengangguran di Accra pada 2023, dan mereka menyatakan minat untuk bergabung dengan kelompok jihad," ungkap Zanya kepada DW.
Koresponden DW Maxwell Suuk, yang meliput di utara Ghana, menjelaskan bahwa banyak warga lokal direkrut melalui hubungan keluarga di Burkina Faso.
"Ada individu yang memiliki kerabat di Burkina Faso, lalu pergi ke sana, terlibat dalam aktivitas tertentu, dan kembali lagi," ujarnya. Ia juga mengungkapkan bahwa baru-baru ini seorang pria ditangkap di wilayah perbatasan dan diketahui memiliki garis keturunan campuran Ghana-Burkina Faso—menunjukkan semakin eratnya hubungan lintas batas dalam jaringan perekrutan ini.
Marjinalisasi dan kemiskinan
Perekrutan demi jihad di Ghana semakin mengkhawatirkan, terutama di wilayah perbatasan. Mutaru Mumuni Muktar dari Pusat Kontra Ekstremisme Afrika Barat mengatakan bahwa perasaan terpinggirkan menjadi pemicu utama bagi sebagian warga Ghana untuk bergabung dengan kelompok ekstremis.
"Ancaman ini kini semakin nyata, terutama karena adanya perasaan marginalisasi berbasis etnis. Hal ini mendorong individu-individu tertentu untuk bergabung dengan kelompok jihadis sebagai bentuk balas dendam terhadap negara maupun komunitas lokal," ujar Muktar kepada DW.
Peneliti keamanan Abdul Salifu Zanya menambahkan bahwa laporan mengenai warga Ghana yang bergabung dengan kelompok jihad tidak boleh diabaikan. Menurutnya, kemiskinan dan minimnya kesempatan kerja di Ghana utara membuat anak muda lebih rentan direkrut.
"Mereka percaya bahwa dengan bergabung, mereka bisa mendapatkan uang untuk menghidupi keluarga," kata Zanya.
Statistik Ghana menunjukkan bahwa pada tahun 2024, hampir satu juta orang di Wilayah Utara Ghana hidup dalam kemiskinan multidimensi. Koresponden DW Maxwell Suuk menyoroti bahwa ketimpangan ekonomi, pengangguran, dan marjinalisasi menjadi faktor utama yang dimanfaatkan oleh kelompok jihad untuk menarik anggota baru.
"Geng-geng kriminal ini lebih dulu memanfaatkan internet untuk menargetkan kaum muda dibandingkan pemerintah," kata Suuk.
Lemahnya penjagaan perbatasan juga menjadi celah bagi para perekrut. Sebuah laporan dari Clingendael, Institut Hubungan Internasional Belanda, pada 2024 menyebutkan bahwa kelompok jihadis menggunakan Ghana sebagai jalur logistik.
"Tidak adanya serangan langsung di wilayah Ghana tampaknya merupakan keputusan strategis JNIM untuk menjaga jalur pasokan dan tempat peristirahatan mereka, serta menghindari konfrontasi dengan pasukan keamanan yang relatif kuat," demikian bunyi laporan itu.
Muktar, yang sejak lama memantau situasi di Ghana utara, mengonfirmasi temuan ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.