Indonesia vs Singapura Perbedaan Regulasi AI dan Machine Learning yang Tentukan Masa Depan Teknologi
Indonesia dan Singapura sedang berada di jalur yang berbeda dalam hal regulasi AI dan Machine Learning, yang dapat mempengaruhi arah teknologi.
Editor: Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dan Singapura sedang berada di jalur yang berbeda dalam hal regulasi AI dan Machine Learning, yang dapat mempengaruhi arah perkembangan teknologi di kedua negara.
Singapura telah menunjukkan komitmen yang jelas dengan kebijakan yang terstruktur untuk mengatur dan mendorong inovasi di sektor teknologi, sementara Indonesia masih berjuang untuk menetapkan regulasi yang solid di tengah kemajuan pesat teknologi ini.
Apa yang membedakan kedua negara dalam menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh kecerdasan buatan dan pembelajaran mesin?
Baca juga: Ketum PBAI Anindya Bakrie Bakal Optimalkan Artificial Intelligence & Cari Atlet Diaspora Berkualitas
Dua advokat mancanegara, Chow Kin Wah dan Hilton Romney King, membagikan keahlian mereka di bidang hukum kepada advokat Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dalam webinar internasional bertajuk “Legal Aspects of the LoI & the MoU As Well as Issues Related to AI and Copyright Data Centres” pada Jumat (21/3/2025).
Acara yang berlangsung di Peradi Tower, Jakarta, ini membahas regulasi artificial intelligence (AI), hak cipta pusat data, serta aspek hukum dalam Letter of Intent (LoI) dan Memorandum of Understanding (MoU).
Chow Kin Wah, advokat dari Kantor Hukum Suryomurcito & Co, mengupas tantangan regulasi AI dan hak cipta dalam pengelolaan pusat data.
Menurutnya, regulasi AI dan machine learning saat ini menjadi perdebatan global, terutama terkait penggunaan data untuk pengembangan teknologi tersebut.
Dia menyoroti bahwa perlindungan data dan privasi sangat bergantung pada kebijakan masing-masing negara.
“Penggunaan AI dan machine learning di Singapura hukumnya jelas, sedangkan di Indonesia masih kurang jelas,”ungkap Chow dalam keterangannya pada Sabtu (22/3/2025).
Baca juga: Sertifikasi Artificial Intelligence Diperlukan Guna Tingkatkan Kemampuan Mahasiswa di Level Global
Chow menjelaskan bahwa awalnya investasi AI dan pusat data berpusat di Singapura.
Namun, karena keterbatasan pasokan listrik, banyak perusahaan kemudian memindahkan investasi mereka ke Johor Bahru, Malaysia, dan Indonesia. Lonjakan penggunaan pusat data semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan AI dan kebutuhan penyimpanan data.
Chow juga menekankan bahwa semakin ketatnya regulasi hak cipta dapat menghambat pengembangan AI.
“Ketika kita menegakkan hak cipta terlalu ketat, maka pengembangan AI bisa mati,” tandasnya.
Sementara itu, Hilton Romney King dari Kantor Hukum Makarim & Tira membahas aspek hukum dalam penyusunan LoI dan MoU.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.