Ini Ketiga Kalinya Helikopter MI 17 Alami Kecelakaan
Ini bukan untuk pertama kalinya helikopter buatan Rusia MI 17 mengalami kecelakaan.
Penulis: Budi Prasetyo
![Ini Ketiga Kalinya Helikopter MI 17 Alami Kecelakaan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/mi_17_v5_heli.jpg)
TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Ini bukan untuk pertama kalinya helikopter buatan Rusia MI 17 mengalami kecelakaan.
Setidaknya dengan Kecelakaan jatuhnya helikopter TNI AD MI-17 yang tengah membawa bahan bangunan untuk membangun pos di perbatasan Malinau , merupakan kecelakaan ke tiga yang dialami helikopter jenis ini
Bulan Agustus lalu, pintu helikopter MI-17 jatuh menimpa atasp rumah dan sebuah kendaraan roda empat milik warga di Jalan Karina Sayang I, Nomor 19, Blok 3, RT 16/08, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu (24/8/2013) pagi. Pintu itu terlepas saat terbang latihan rutin.
Sementara bulan Oktober, MI-17 melakukan pendaratam darurat sekitar 600 meter arah barat Bandara Okbibab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Jumat (11/10/2013). Enam orang kru beserta delapan personel TNI dari Satuan Tugas (Satgas) 126 selamat.
Pemilihan Mil Mi-17 Hip buatan Kazan, Rusia, melalui perusahaan negara Rusia, Rosoboronexport, itu dilandasi dari berbagai operasi yang dilakukan militer Indonesia. Itu adalah operasi militer perang dan operasi militer selain perang. Di Rusia, Mi-17 juga dikenal dengan nama Mi-8 dan diberi nama panggilan Hip oleh NATO.
Helikopter Mi 17 berdaya angkut 35 tentara infantri bersenjata lengkap itu juga bisa dialihkan ke dalam misi kemanusiaan, mulai dari pemetaan area bencana hingga evakuasi bahan bantuan hingga manusia dan peralatan yang diperlukan.
Dari sisi kemampuan angkut personel, "kelas" Mi-17 yang juga dikembangkan menjadi Mi-19 untuk komando penyerbuan pasukan, bisa disandingkan dengan Sikorsky CH-53D Sea Stallion. Namun harganya sangat jauh berbeda, dengan perkiraan harga pasaran Mi-17 pada 2010 ada pada kisaran 11 juta dolar Amerika Serikat per unit.
Tercatat Mi-17 ini telah beberapa kali mendarat dan lepas landas dari Bandar Udara Haliwen, Atambua, di NTT. Bandar udara perintis ini hanya belasan kilometer dari garis perbatasan Indonesia dengan Timor Leste (dalam bahasa Indonesia, Timor Timur).
Helikopter kelas menengah berat itu bisa digunakan untuk pengamanan perbatasan, baik untuk pemantauan, maupun pengerahan pasukan dan logistiknya.
Helikopter ini juga bisa digunakan sebagai helikopter serbu dan angkut pasukan pada jumlah tertentu misalnya dalam rangka pengamanan perbatasan.
TNI-AD sendiri memiliki visi yang telah disetujui pemeirntah, bahwa kekuatan yang diperlukan Pusat Penerbangan TNI-AD untuk Mi-17 itu adalah 18 unit.
Dasar perhitungannya adalah, helikopter legendaris buatan Amerika Serikat, Bell (Bell-205 dan Bell-402) yang dimiliki TNI-AD kurang mumpuni untuk kepentingan penggelaran pasukan infantri ke garis depan palagan. Seluruh Bell itu, diketahui hanya mampu mengangkut maksimal 1/3 kekuatan satu batalion infantri.
Mekanisme pembelian seluruh Mil, baik Mi-17 ataupun Mi-35P di tubuh Pusat Penerbangan TNI-AD memakai pinjaman negara Rusia kepada Indonesia.
Besarannya pembelian heliklopter 56 juta dolar AS dengan persyaratan yang sangat ringan dan menguntungkan Indonesia mengingat Indonesia merupakan mitra yang baik,