Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menguak Jejak Leluhur Manusia Indonesia

Studi genetika menjadi ujung tombak untuk mengetahui asal-usul dan migrasi manusia, juga penanganan penyakit berdasarkan spesifikasi genetikanya.

zoom-in Menguak Jejak Leluhur Manusia Indonesia
Infografik: Dicky/KOMPAS
Suku-suku di Indonesia saat ini dan asal-usulnya. 

 

Bahasa

Integrasi antar-disiplin ilmu itu juga terlihat dari keterlibatan Lansing, yang lebih fokus untuk meneliti bahasa. Ketika para peneliti Eijkman sibuk mengumpulkan sampel darah, Stephen Lansing bergerilya merekam bahasa yang dipakai warga. Berbekal kamera video, dia meminta perwakilan warga menyebutkan 200 kata dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa daerah sesuai daftar kata Swadesh.

Daftar kata ini awalnya dikembangkan oleh linguis Morish Swadesh (1909-1967) sebagai alat pembelajaran tentang evolusi bahasa. Daftar ini mengandung satu set kata-kata dasar yang dapat ditemukan di hampir semua bahasa, misalnya kata ”saya”, ”kamu”, ”buru”, dan ”hutan”. Dengan mengumpulkan dan menganalisis daftar kata dasar dalam bahasa daerah, akan diketahui kekerabatannya, bahkan evolusinya. Populasi mana yang lebih dahulu menggunakan bahasa tersebut, dan mana yang belakangan, walaupun dalam beberapa kasus relasi bahasa dan genetika tidak terjadi secara linier.

 Misalnya, masyarakat Madagaskar dari aspek kebahasaan memiliki kemiripan bahasa dengan masyarakat Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan.

”Namun, dari studi yang telah kami lakukan, genetika masyarakat Madagaskar ternyata berasal dari suku Bajau,” sebut Hera. Bahasa bisa dipinjam, tetapi genetika tidak, dia hanya diwariskan melalui perkawinan.

Respons sosial

Berita Rekomendasi

Setelah mendapatkan izin dari tetua adat, pengambilan darah warga Desa Waur siang itu akhirnya berjalan lancar. ”Tenang saja, kami hanya ambil darah sekitar satu sendok teh,” ujar Gludhug Ariyo kepada warga yang antre di rumah Kepala Desa Waur. Beberapa warga, terutama yang tua- tua yang belum pernah merasakan jarum suntik terlihat ragu. ”Ah enggak sakit, seperti digigit semut saja,” ujar Yusuf B Supu, petugas dari Dinas Kesehatan Maluku Tenggara, yang membantu pengambilan darah meyakinkan warga.

Jika di Waur peneliti disambut upacara adat, di Desa Ohoidertutu, Kecamatan Kei Kecil, mereka disambut dengan cecaran pertanyaan dari aparat desa, utamanya dari Kepala Desa Adolf Markus Tenihut. Walaupun sudah membawa surat izin dari pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten, dan sebelumnya sudah menghubungi kepala desa lewat telepon, menurut mereka hal itu belum memadai.

”Harusnya ada pemberitahuan jauh-jauh hari agar bisa menjelaskan kepada warga. Lalu, apa ini Eijkman, kenapa namanya seperti orang Belanda?” kata Adolf Markus.

Hera meminta maaf soal ketergesaan itu, dan kemudian menjelaskan tentang lembaga Eijkman. Setelah berdiskusi sekitar setengah jam, akhirnya suasana mencair. Kepala Desa Adolf Markus ternyata pernah lama tinggal di Jakarta, persisnya di sekitar Kecamatan Johar Baru. Begitu disebut tentang kantor Eijkman yang berada satu kompleks dengan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dia pun langsung ngeh. ”Nah itu sudah. Dulu pernah bertetangga. Saya dulu sering ke sekitar sana,” kata Adolf.

Akhirnya, hampir semua aparat desa dengan sukarela diambil darahnya, kecuali kepala desa, yang ternyata takut dengan jarum suntik.

Imbalan

Di Desa Alusi Krawain, Kecamatan Kormomolin, Maluku Tenggara Barat, peneliti dihadapkan langsung kepada warga desa yang mempertanyakan mengenai maksud hingga imbalan dan manfaat apa yang mereka peroleh jika diambil darahnya. Sekalipun beberapa hari sebelumnya, penjelasan ini sudah disampaikan kepada aparat desa.

Halaman
123
Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas