Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Gajah Purba Terakhir di Bumi Ternyata Mati karena Kehausan

Gajah purba atau mammoth terakhir diperkirakan punah karena kehausan. Perubahan iklim membuat jumlah air di danau tempat mereka mencari minum menipis.

zoom-in Gajah Purba Terakhir di Bumi Ternyata Mati karena Kehausan
BBC
Mammoth 

TRIBUNNEWS.COM - Gajah purba atau mammoth terakhir diperkirakan punah karena kehausan. Perubahan iklim membuat jumlah air di danau tempat mereka mencari minum menipis.

Gajah purba terakhir diperkirakan tinggal di Pulau St Paul yang terletak di dekat Laut Bering. Para peneliti menyebut bahwa mereka punah 5.600 tahun yang lalu.

Kawanan gajah purba terakhir di Bumi itu menghadapi ancaman berbeda dengan kerabatnya yang punah 10.500 tahun lalu.

Kebanyakan gajah purba mati karena perburuan. Namun, gajah purba di St Paul diperkirakan mati karena perubahan iklim.

Suhu Bumi yang menghangat membuat tinggi muka air laut naik sehingga pula menyusut. Pada saat yang sama, air asin mengalir ke dalam pulau, mengikis persediaan air tawar.

Raksasa berbulu itu dipaksa berburu sumber air. Gajah modern membutuhkan 70 - 200 liter air per hari. Bila gajah purba membutuhkan volume air yang sama, tak butuh waktu lama untuk menghabiskan air di satu danau.

Celakanya, kompetisi untuk mendapatkan air mempercepat kepunahan. Saat danau mengering, mereka berkumpul di sumber air.

Berita Rekomendasi

"Mereka berdesak-desakan sehingga menghancurkan vegetasi disekitar mereka," kata Profesor Russel Graham, Peneliti dari Universitas Negeri Pennsylvania.

Perilaku tersebut selain merusak vegetasi juga memicu erosi sedimen. "Mereka akhirnya berkontribusi pada kepunahannya sendiri," imbuhnya seperti dikutip BBC, Selasa (2/8/2016).

Riset yang mengungkap sebab kepunahan gajah purba itu sekaligus memberi gambaran tentang dampak perubahan iklim pada hewan populasi kecil.

"Dalam perspektif yang lebih luas, penelitian ini menyoroti jika populasi kecil sangat rentan terhadap perubahan lingkungan," kata Love Dalen, Professor Evolusi Genetik di Museum Sejarah Alam Swedia. (Monika Novena/Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas