Mengapa Penderita Epilepsi Dianggap Kesurupan? Ini Jawabannya
Epilepsi banyak yang menyamakan dengan kesurupan. Mengapa demikian? Yuk dengarkan ulasan dokter saraf berikut ini.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epilepsi banyak yang menyamakan dengan kesurupan. Mengapa demikian? Yuk dengarkan ulasan dokter saraf berikut ini.
Epilepsi dijelaskan secara medis merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pelepasan muatan listrik berlebihan dan berkala dari sekelompok sel di otak. Ini menyebabkan penyakit ini menunjukkan gejala hanya pada saat serangan.
"Inilah yang membuat penyakit ini unik, sehingga sering disalahartikan dengan kesurupan, kerasukan, kegilaan, dan lain sebagainya,' tutur dr.Suryani Gunadharma,SpS (K), dokter spesialis saraf konsultan dari Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung di Jakarta belum lama ini.
Sebagian besar dapat terkontrol dengan obat anti epilepsi, dan hanya sebagian kecil yang sulit terkontrol. Tanpa pengobatan yang tepat akan timbul gangguan fungsi otak yang lebih berat. Hal ini akan menyebabkan semakin seringnya serangan.
"Hal penting yang perlu dipahami dokter dan msyarakat adalah mengenal bangkitan epilepsi dan membedakannya dengan bangkitan non epilepsi," katanya.
Disebutkan, bangkitan epilepsi merupakan bangkitan berulang yang terjadi tanpa provokasi, tanpa sebab yang akut, misalnya trauma kepala.
"Banyak terdapat bermacam-macam bentuk bangkitan epilepsi, tergantung bagian otak mana yang diserang, bisa berbentuk bangkitan umum (menyerang seluruh bagian otak) atau bangkitan parsial atau fokal," katanya.
Banyaknya macam bangkitan inilah yang seringkali mengakibatkan kesalahan diagnosa epilepsi yang membawa konsekuensi kesalahan pengobatan.
Di samping itu, pasien kadangkala tidak dapat menceritakan bangkitan yang dialaminya dan dalam hal ini memerlukan bantuan saksi mata yang melihat kejadiannya.
Oleh karena itu, dokter harus cermat dalam mengevaluasi dan menegakkan diagnosa epilepsi. Edukasi dan sosialisasi tentang epilepsi terhadap dokter umum juga harus secara berkala
dilakukan untuk menghindari kesalahan diagnosa tersebut.
Apabila ditemui kasus epilepsi yang sulit diatasi, dokter harus merujuk pada dokter spesialis. Hal ini penting mengingat jika epilepsi terdiagnosa secara dini, maka terapi epilepsi juga dapat dilakukan secara dini dan hasil yang didapatkan akan semakin baik."
"Penyandang epilepsi harus patuh terhadap pengobatan dan perlu memahami bahwa pengobatan epilepsi bersifat jangka panjang," katanya.
Selain itu, PE dihimbau untuk kontrol ke dokter secara teratur mengingat apabila tidak diterapi, epilepsi dapat mengakibatkan semakin luasnya area kerusakan otak yang berdampak pada menurunnya fungsi otak," lanjutnya.