Tindakan Dokter RS Harapan Bunda Bisa Dipidana
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan, tindakan dokter RS Harapan Bunda dapat dipidana.
Penulis: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan, tindakan dokter RS Harapan Bunda dapat dipidana.
Tindakan itu terkait kesalahan-kesalahan pedoman dan perilaku kode etik kedokteran, karena mengamputasi jari telunjuk kanan Edwin Timothy Sihombing (2,5 bulan), secara sepihak.
"Jika dugaan itu benar, maka masuk tindak pidana. Kami akan menyurati Kementerian Kesehatan untuk melakukan tindak lanjut. Bisa ditutup itu rumah sakit," kata Arist usai mendengar penjelasan ayah korban, Gonti Laurel Sihombing (34), di Kantor Komnas PA, Jalan TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (10/4/2013).
Arist menuturkan, dugaan malapraktik dilihat dari fakta yang diberikan orangtua korban kepadanya. Menurut Arist, terdapat tiga hal dalam serangkaian proses penanganan medis yang diberikan dokter RS Harapan Bunda kepada Edwin, yang menjadi pintu masuk adanya dugaan malapraktik.
"Pertama, saat Edwin masuk ke IGD khusus anak. Kedua, mengapa infus yang diberikan kepada Edwin menyebabkan bengkak pada titik infus serta jari telunjuknya? Ketiga, ada upaya dokter menggunting telunjuk bayi tanpa sepengetahuan orangtua lebih dulu," paparnya.
Sebelumnya, ayah korban menuturkan, saat anaknya mendapatkan penanganan pertama, salah satu dokter yang menangani Edwin, sempat mengatakan bahwa komposisi obat yang diberikan kepada Edwin salah.
Kuat dugaan, itulah yang menyebabkan pembengkakan, bahkan pembusukan pertama pada telunjuk Edwin.
"Tanggal 20 Februari anak saya masuk UGD. Ditangani dengan pemberian alat pernapasan, obat kejang lewat dubur, dan infus. Nah, lewat selang infus itu disuntikkan obat apa gitu," ungkap Gonti kepada wartawan di Kantor Komnas PA, Rabu.
Gonti memaparkan, ia baru mendengar pengakuan dokter pada 2 April 2013, saat ia memberikan somasi kepada rumah sakit atas amputasi sepihak yang telah dilakukan dokter, pada 31 Maret 2013.
"Kata dokter, dia memberikan obat yang pekat, tanpa menginformasikan di awal kepada saya. Mungkin overdosis atau bagaimana, saya juga kurang paham," lanjutnya.
Gonti mengatakan, dokter tersebut tak menyangka efek samping yang berbeda terhadap setiap pasien, terjadi pada bayinya.
Namun, yang paling disesalkan Gonti, mengapa informasi bahwa obat yang diberikan kepada putra pertamanya memiliki efek samping negatif, tidak diberitahukan kepada orangtuanya lebih dulu? Menurut Gonti, peristiwa tersebut menciderai kepercayaannya terhadap profesionalitas dokter itu.
"Kalau tahu begitu, saya minta kepada dokter untuk tidak memberikan obat itu pada anak saya. Nah, kalau sekarang mau bagaimana lagi? Anak saya sudah cacat tangan kanannya," sesal Gonti.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pun pihak RS Harapan Bunda yang bisa ditemui untuk dikonfirmasi. (*)