Siloam Kembangkan Hingga 70 RS dalam Tiga Tahun
Manajemen Rumah Sakit Siloam Karawaci, Tangerang menargetkan bisa membangun 70 RS dalam jangka waktu tiga tahun
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Manajemen Rumah Sakit (RS) Siloam Karawaci, Tangerang menargetkan bisa membangun 70 RS dalam jangka waktu tiga tahun.
"Cita-citanya akan mendirikan 70 rumah sakit dalam waktu tiga tahun, dengan salah satu fasilitas unggulan adalah bedah saraf otak," kata Prof Dr dr Eka Julianta Wahjoepramono, Kepala Neuro Science Center RS Siloam, kepada Tribunnews.com, Jumat (8/11/2013).
Saat ini, kata dokter Eka, baru ada 14 Rumah Sakit Siloam di berbagai kota. "Akan datang di Kupang, Medan, Malang, dan kota lainnya," ujar dokter Eka.
Ia menuturkan untuk bagian bedah saraf, Eka menginginkan kualitas di atas standar internasional. Hal itu agar kepercayaan masyarakat kepada ahli medis Indonesia meningkat. Untuk itu ia mengaku telah membangun sistem jaringan di antara dokter yang bertugas di seluruh RS Siloam di Indonesia, sebagai sarana komunikasi dan membagi informasi kasus yang mereka tangani, yakni Blackberry Messengger (BBM).
Hal itu agar setiap pasien dapat tertangani dengan baik. "Semua anggota harus ikut standar. Misalkan di Jambi ada pasien terkena stroke, anggota kami di Jambi langsung mengunggah foto, rekam medis, ke BBM, dan menceritakan kasusnya, kami yang senior ikut menilai," kata dokter Eka.
"Karena kami mendahulukan keamanan pasien, maka yang menentukan grup (tindakan medis), semua orang harus tunduk sama grup, bukan orang per orang," ucapnya.
"Keputusan di grup BB, semua kasus dibagi, tidak satu kepala, semua terbuka, semua pemeriksaan harus disiarkan dalam grup," ujarnya.
Pihaknya juga mengupayakan agar setiap dokter yang ditempatkan di RS Siloam di seluruh Indonesia melayani masyarakat yang ada di daerah tempat rumah sakit mereka berada. Hal itu agar setiap pasien yang datang dapat langsung terlayani dengan baik. "Nggak ada cerita pasien masuk Siloam terlambat, dan celaka," ujarnya.
Kepercayaan pasien, sangat mahal harganya, terutama bagi masyarakt Indonesia, yang beberapa tahun silam, lebih memilih berobat ke luar negeri seperti Singapura, dibandingkan di dalam negeri.
"Setelah saya belajar keluar negeri, saya ingin membuat Indonesia tidak kalah dengan luar negeri, dulu banyak pasien Indonesia ke luar negeri," ujarnya.
"Kami beryakinan bisa diselesaikan, kami tidak lagi mengirimkan pasien ke luar negeri," ujarnya.
dr Eka saat ini telah menjadi rujukan, bedah syaraf otak, dan juga bagi para akademisi luar negeri. "Postgradute Training Program Beurosurgery, orang dari luar negeri boleh belajar di sini. Ini yang saya impikan," katanya.