Jika Kadarnya Melebihi 4 Persen, Tinta Pemilu Berbahaya untuk Kulit
Bahan utama dari tinta adalah perak nitrat, selain ada juga bahan-bahan lain untuk pewarna, pengering dan pengental.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Anda tentu tahu, tanda yang dapat segera dikenali bahwa seseorang telah mencoblos dalam Pilpres adalah bekas tinta berada di ujung jari.
Sejauh ini tinta diyakini menjadi bahan yang efektif untuk menandai pemilih, karena dapat bertahan relatif lama. Paling tidak dalam waktu 24 jam, bekas tinta di jari masih akan tetap terlihat, sehingga dijamin tidak akan ada pemilih yang mencoblos dua kali.
Bahan utama dari tinta adalah perak nitrat, selain ada juga bahan-bahan lain untuk pewarna, pengering dan pengental. Bahan kimia berkode AGNO3 ini sesungguhnya tidak seratus persen aman. Sebab perak nitrat termasuk dalam kategori B3 (Bahan Berbahaya/Beracun) yang dapat membuat iritasi kulit dan dalam jangka panjang bahkan dapat menyebabkan kanker kulit.
Karena alasan itulah tinta yang digunakan dalam Pilres dijaga agar kadarnya tidak melebihi 4%, sesuai dengan standar World Health Organization. Di Indonesia, soal keamanan tinta ini diawasi antara lain oleh Badan POM dan Majelis Ulama Indonesia.
Sebenarnya semakin tinggi kadar perak nitratnya, bekas tinta akan mampu bertahan lebih lama. Misalnya, dalam Pemilu 2004 yang kadar tintanya konon lebih pekat dibandingkan dengan Pemilu 2009. Namun hal itu ditakutkan akan membawa dampak negatif bagi manusia.
Sebanarnya ada bahan kimia dari nabati yang diyakini lebih aman dan cukup efektif. Universitas Indonesia pernah meneliti kunyit, atau Universitas Padang meneliti gambir. Hasilnya, gambir diyakini paling efektif dan yang terpenting harganya juga lebih murah. Tapi entah mengapa, pada Pilpres 2014 ini KPU kembali menggunakan tinta berbahan perak nitrat.