Galau Karena Patah Hati Picu Risiko Kematian Lebih Cepat
16 per 10.000 orang yang pasangannya meninggal dunia mengalami stroke dalam waktu 30 hari setelah kematian pasangannya.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Lily Turangan/Kompas.com
TRIBUNNEWS.COM - Kehilangan orang yang dicintai tentu membuat patah hati.
Tapi, sebuah penelitian dari St George University of London di Inggris, menunjukkan bahwa rasa kehilangan bisa menjadi lebih dari sekadar kesedihan.
Risiko stroke atau serangan jantung akan meningkat dua kali lipat, 30 hari setelah kematian pasangan. Penelitian ini pernah diterbitkan oleh Journal of American Medical Association Maret 2014.
Para peneliti mencatat bahwa, kadang-kadang, kesedihan dapat menyebabkan stres fisik tambahan dan juga bisa membuat orang kehilangan minat untuk makan atau lupa untuk minum obat.
Untuk menyelidiki kematian sebagai faktor risiko masalah jantung, tim peneliti menilai tingkat stroke atau serangan jantung pada pasien di atas usia 60 yang pasangannya meninggal, kemudian dibandingkan dengan yang individu yang pasangannya masih hidup.
Secara total, ada 30.447 orang dalam studi yang pasangannya meninggal dan 83.588 yang pasangannya masih hidup.
Para peneliti menemukan, bahwa 16 per 10.000 orang yang pasangannya meninggal dunia mengalami stroke dalam waktu 30 hari setelah kematian pasangannya.
Angka ini dua kali lipat dibandingkan dengan angka kasus stroke dari keseluruhan populasi yang terkontrol, yaitu delapan per 10.000.
Dr Sunil Shah, penulis dan dosen senior di St George University of London, mengatakan, "Kita sering menggunakan istilah patah hati (broken heart) untuk menyebut rasa sakit akibat kehilangan orang yang kita cintai dan penelitian kami menunjukkan bahwa, rasa kehilangan dapat memiliki efek langsung pada kesehatan jantung (heart)."
Telah ada bukti dari studi sebelumnya yang menunjukkan, kehilangan pasangan dan kesedihan dapat menyebabkan perubahan dalam pembekuan darah, tekanan darah dan kontrol detak jantung, kata Dr Shah.
"Selain itu, kami juga menemukan dalam studi lain, dalam beberapa bulan pertama setelah kematian, orang mungkin tidak konsisten minum obat rutin mereka, seperti obat penurun Kolesterol atau aspirin," tambahnya. Semua hal ini berkontribusi terhadap risiko serangan jantung atau kekambuhan penyakit kardiovaskular.
Dr Iain Carey, peneliti senior di universitas yang sama mengatakan, "Kami melihat peningkatan kejadian serangan jantung atau risiko stroke dalam waktu satu bulan setelah pasangan seseorang meninggal. Nampaknya, ini adalah hasil dari respon fisiologis yang buruk terkait kesedihan yang akut."
Dia juga menambahkan, "Pemahaman yang lebih baik dari faktor psikologis dan sosial terkait kejadian kardiovaskular akut, harus bisa mendorong kita mengupayakan pencegahan dan perawatan klinis yang lebih baik untuk orangtua kita yang sedang terguncang karena kehilangan pasangannya. "
Penelitian lain juga melaporkan, kesepian dapat meningkatkan angka kematian dini pada orang tua. Penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesepian ekstrim hampir setara dengan status sosial ekonomi yang kurang beruntung dalam hal menjadi faktor risiko untuk kematian dini.
Peneliti juga menceritakan tentang sebuah penelitian lain yang menunjukkan, bahwa kematian orang yang dicintai di masa kecil akan memengaruhi kesehatan mental orang yang bersangkutan ketika dia dewasa.