Cegah Anak Penasaran dan Lakukan Seks Bebas, Ini Saran Psikolog Cantik
Jangan tabu bicaara seks pada anak laki-laki berusia 9 tahun dan perempuan 12 tahun memasuki pubertas, ketika organ seksual yang dimiliki berfungsi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan TribunKaltim.co, Jino Prayudi Kartono
TRIBUNNEWS.COM, BALIKPAPAN - Perayaan Valentine’s Day menurut pakar Psikologi Anak di Balikpapan, Kalimantan Timur, Dwita Salverry perlu menjadi perhatian khusus bagi para orangtua. Mengapa? Supaya anak-anak tidak menafsirkan Hari Kasih Sayang secara keliru.
Maksudnya, sang anak melakukan perilaku salah, misalnya memaknai Valentine dengan berhuungan seks, hal tersebut karena faktor kurangnya informasi yang didapat oleh si anak, apa dampaknya jika melakukan seks bebas.
“Bahkan kondisinya sangat memprihatinkan karena semakin marak penjualan kondom yang terjual bebas di apotek yang ada di masyarakat,” kata Pakar Psikologi Anak Balikpapan, Dwita Salverry di Balikpapan, Kamis (11/2/2016).
Untuk itu, alangkah baiknya jika orangtua tidak tertutup kepada anak-anaknya berbicara tentang seks, terutama pada usia remaja untuk anak laki-laki berusia 9 tahun dan perempuan 12 tahun mulai memasuki namanya pubertas, ketika organ seksual yang dimilikinya semakin berkembang.
"Jika tidak ada pendidikan tentang seksual dari orangtua, dikhawatirkan si anak akan mencarinya di luar rumah. Nah yang ditakutkan saat anak mencari pertanyaan di luar dari lingkungan keluarga, hal yangditemukan justru kebanyakan berdampak otomatis," katanya.
Ia mencontohkan seks bebas. Lazimnya mereka mendapat infomasi justru tentang enaknya seks bebas dari teman atau kawan. Otomatis rasa penasaran yang timbul akan membuat si anak penasaran untuk mencobanya.
Lantas apa yang harus orangtua lakukan? Hal pertama jadikan orangtua di mata anak sebagai teman. Tujuannya agar si anak mendapatkan tempat curhat, mengadu dan juga agar orangtua dapat memberikan pendidikan terhadap dampak kenakalan remaja yang salah satunya adalah sex bebas.
"Mungkin menjadi seorang teman bagi anak, di awal, agak sulit. Tetapi dengan perjuangan serta memberikan pengertian kepada anak otomatis akan menjadi nyaman ketika berbicara kepada orangtua," katanya.
Setelah itu, faktor lingkungan juga menjadi peran penting selain orangtua. Jika lingkungan tidak peduli dengan yang dilakukan anak, ada kemungkinan besar, ia melakukan hal yang tidak senonoh.
Untuk itu, tiap-tiap individu yang ada di masyarakat sebaiknya memberikan teguran jika melihat remaja yang bukan muhrimnya, berdua-duaan.
Faktor media tidak bisa dipungkiri menjadi pemicu terjadinya kenakalan remaja. Untuk itu memberikan pemahaman kepada si anak, mana tayangan yang pantas ditonton maupun tidak.
Kemudian sesekali lakukan pengawasan tanpa sepengetahuan anak. Misalkan, anak keluar rumah dengan alasan les atau belajar bareng.
"Kita harus mengikuti atau mengawasi secara sembunyi-sembunyi ke mana saja yang dilakukan anak saat di luar. Banyak laporan yang diterima seperti PSK remaja melakukan tugasnya dengan memberikan alasan ke orangtua mereka seperti les atau belajar bareng teman," katanya.
Faktor dari pemerintah kota juga memberikan peringatan berupa larangan merayakan valentine khususnya remaja. Apalagi beberapa daerah sudah mengeluarkan surat larangan merayakan Valentine.
Selain memberikan pengawasan dan pendidikan seksual maupun agama orangtua sebaiknya memberikan jam malam kepada anak-anak mereka saat hari valentine. Lakukan jam malam pada malam valentine tersebut. Kalau bisa larang anak untuk tidak keluar saat hari valentine besok.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.