Daya Beli Melemah, Pemerintah Tak Elok Naikan Iuran BPJS Kesehatan
"Kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini momentumnya tidak tepat."
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyayangkan langkah pemerintah dalam menaikkan iuran BPJS Kesehatan mulai 1 April 2016, di tengah lesunya daya beli masyarakat.
Pengamat Ekonomi dari Indef Eko Listiyanto mengatakan, saat ini situasi perekonomian dalam negeri dan global sedang mengalami perlambatan yang berujung pada semakin melemahnya daya beli masyarakat.
"Maka kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini momentumnya tidak tepat," ujar Eko saat dihubungi Tribunnews.com, Jakarta, Minggu (13/3/2016).
Eko pun melihat, pelayanan BPJS Kesehatan yang diberikan kepada pesertanya juga belum ideal, dimana masih banyak persoalan seperti antrean yang panjang sampai dengan kasus-kasus penolakan pasien di rumah sakit.
"Karena sudah diputuskan naik, maka layanan pasien BPJS Kesehatan harus ditingkatkan jadi dampaknya harus terasa oleh pasien, sehingga tidak ada lagi antrean, penolakan pasien dan lain-lainnya," tutur Eko.
Issa Almawadi warga Depok, Jawa Barat, yang pekerjaannya berwiraswasta tidak mempersoalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan asalkan diimbangi dengan perbaikan pelayanan yang tidak merepotkan, misalnya dengan menghilangkan proses rujukan dari faskes pertama.
"Jadi pemerintah harus bikin aturan baru, kalau rumah sakit wajib menerima pasien BPJS Kesehatan tanpa rujukan, jadi kenaikan iuran bukan sekadar menaikkan saja tanpa ada yang dirasakan lebih oleh warga," ujar Issa kepadaTribunnews.com, Jakarta, Minggu (13/3/2016).
Dalam sebulan, Issa harus membayar iuran BPJS Kesehatan kelas I sebesar Rp 238 ribu untuk empat anggota keluarganya dan jika iurannya menjadi naik sebesar Rp 80 ribu per orang, maka Ia perlu merogoh koceknya lebih dalam menjadi Rp 320 ribu per bulan.
"Ya terasa juga naiknya, tapi intinya boleh naik asalkan di rumah sakit enggak ribet saat harus menggunakan kartu BPJS Kesehatan," ucapnya.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan peserta mandiri atau pekerja bukan penerima upah mulai 1 April 2016, tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu sendiri diundang-undangkan pada 1 Maret lalu.
Dengan terbitnya perpres itu, besaran iuran kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 80 ribu. Iuran kelas II yang semula Rp 42.500 naik menjadi Rp 51 ribu. Sedangkan iuran kelas III yang semula Rp 25.500 menjadi Rp 30 ribu.