Anak Kerap Melamun, Wajarkah?
Rasa bosan atau tak ada minat pada kegiatan tertentu juga dapat membuat anak suka melamun.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Ada anak yang lebih kerap mengkhayal ketimbang anak lainnya.
Anak yang berkarakter tenang suka mengamati untuk memahami sesuatu yang baru ia lihat. Aspek kognitif si prasekolah yang tengah berkembang pun cenderung mendorong pikirannya untuk selalu melayang-layang.
Sehabis menikmati film Upin dan Ipin, misal, anak yang tengah teringat kecerdikan anak kembar itu, lantas beranda-andai jikalau ia bisa secerdas mereka dan berhasil menangkap pejahat.
Rasa bosan atau tak ada minat pada kegiatan tertentu juga dapat membuat anak suka melamun.
Keinginannya untuk menonton film Donald Duck yang “terjegal” keharusan belajar, bisa saja membuat si kecil jadi berkhayal bagaimana kalau pada saat itu ia tengah menyaksikan aksi kocak bebek nakal itu.
Selain wajar, melamun sebenarnya juga dapat menstimulasi kreativitas berpikir anak. Saat tengah duduk termenung dan menyaksikan buah jambu yang jatuh dari pohon, dalam benaknya bisa timbul pertanyaan.
“Kok jambunya jatuh, ya?” Setelah menerka-nerka penyebabnya, namun tak ketemu jawabannya, ia bisa saja bertanya kepada orangtuanya. Dari situlah ia mendapat pengetahuan baru dari aktivitas melamun.
Waspadai Bila Terlalu Sering
Namun tentu intensitas melamun yang terlalu sering dan lama (sampai mengganggu aktivitas) harus dicari akar permasalahannya dan perlu segera ditangani.
Berikut adalah beberapa ciri anak melamun yang terbilang sudah tidak wajar:
* Melamun di dua tempat yang berbeda. Misal tidak hanya melamun selama di rumah, dari laporan guru, anak pun kerap bengong kala pelajaran tengah berlangsung.
* Melakukan kecerobohan. Melamun pun bisa diidentifikasi lewat kecerobohan-kecerobohan yang dilakukan anak. Contoh, saat ia diminta menulis angka 01 jadi 10, 12 jadi 21, minta tolong mengambilkan pensil biru jadi pensil merah, dan lainnya.
* Menjadi pelupa. Anak sering melamun, lalu berubah menjadi pelupa. Beban pikiran yang mengganggu keseimbangan otaknya membuat ia sering kehilangan alat tulis, botol air minum di sekolah, lupa meletakkan mainan, dan lainnya.
* Clumsy. Beberapa gejalanya saat berjalan menabrak sesuatu (entah meja, sofa, dan lainnya), mudah terjatuh, koordinasi gerakan lemah, dan lainnya.
Jika gejala ini muncul mungkin beban di otaknya sudah sangat berat sampai-sampai ia tak bisa beraktivitas dengan baik.
Satu hal yang jelas, perilaku anak sering bengong atau melamun yang sudah tak wajar perlu mendapat perhatian khusus dari orangtua.
Tanpa adanya penanganan serius, lama-kelamaankebiasaan anak melamun akan memunculkan dampak yang lebih buruk yang bisa mengganggu pertumbuhan fisik dan psikis anak.
Anak yang seharusnya tumbuh aktif mengeksplorasi lingkungan dan bersosialisasi dengan kawan-kawannya, malah sering menyendiri dan melamun.
Jika dibiarkan, dampaknya dapat merembet terhadap hal lain, seperti ia jadi malas belajar, tidak mau makan, tidak nyenyak tidur, dan sebagainya.