Rumah Sakit Perlu Memperhatikan Pemenuhan Nutrisi Pasien Rawat Inap
Sebanyak 70 persen pasien tidak terdeteksi karena kurangnya pelatihan dan kesadaran tenaga kesehatan di rumah sakit pentingnya kondisi nustrisi pasie
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, BALI – Malnutrisi pasien rawat inap di rumah sakit merupakan masalah yang banyak terjadi, tidak hanya di negara berkembang bahkan di negara maju.
Terpenuhinya kebutuhan nutrisi pasien sangat membantu proses penyembuhan yang berarti mengurangi waktu rawat inap pasien, meningkatkan kualitas hidup pasien dan menurunkan total biaya terapi yang harus dikeluarkan.
Total biaya terapi merupakan beban finansial kesehatan yang menjadi isu fundamental dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di hampir setiap negara, termasuk Indonesia (BPJS).
Pentingnya terapi nutrisi bagi pasien rawat inap ini menjadi topik utama dalam The 17th Fresenius Kabi Advance Nutrition Course (FRANC) Asia dalam tema Raising The Standard of Nutrition Therapy in 2017, yang kali ini diadakan di Indonesia pada tanggal 3 – 4 Maret 2017.
Malnutrisi adalah suatu kondisi nutrisi dalam tubuh yang menunjukkan kekurangan, kelebihan atau justru ketidakseimbangan energi, protein atau nutrisi lain yang menyebabkan dampak pada jaringan tubuh/ bentuk dan fungsi tubuh.
Tanda paling jelas dari kekurangan nutrisi adalah penurunan energi atau penyerapan nutrisi yang diketahui dengan penurunan berat badan, perubahan komposisi tubuh termasuk kehilangan lemak tubuh, massa tubuh dan pengeluaran cairan tubuh yang relatif banyak.
Jonathan Asprer, Professor of Surgery, University of Santo Tomas dan Medical Director mengatakan, tingginya insiden malnutrisi di rumah sakit mencapai 30-50 persen.
"Bahkan 70 persen pasien tidak terdeteksi dikarenakan kurangnya pelatihan dan kesadaran tenaga kesehatan di rumah sakit akan pentingnya mengetahui kondisi nutrisi pasien," kata Asprer.
Melihat pada kondisi tersebut, FRANC Asia diadakan sebagai upaya mengajak berbagai pihak, pemerintah dan tenaga kesehatan, untuk mengupayakan terapi nutrisi bagi pasien, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.”
Dr dr Ike Sri Redjeki, SpAn KIC, KMN, M.Kes, perwakilan dari Indonesian Society of Parenteral and Enteral Nutrition (INASPEN) mengatakan, malnutrisi menyebabkan berbagai konsekuensi serius seperti masa rawat inap yang lebih panjang.
"Tingkat kematian lebih tinggi, kebutuhan terapi yang lebih intensif dengan risiko komplikasi yang lebih tinggi, gangguan pemulihan luka, dan biaya terapi yang tinggi, jika dibandingkan dengan pasien yang memiliki status nutrisi yang baik dengan kondisi penyakit utama yang sama," katanya.
Malnutrisi sendiri disebabkan oleh beberapa faktor seperti masalah pencernaan yang menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi, asupan makanan yang tidak memadai.
Ini bisa disebabkan ketidakmampu makan sendiri, kondisi gigi, keterbatasan sosial atau finansial dan lain-lain) atau bisa juga disebabkan karena kebutuhan yang meningkat akibat penyakit kronis, penyakti ganas, penyakit liver, hipertiroid atau berbagai penyakit lainnya.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah seperti berusia lanjut di atas 65 tahun, orang dengan penyakit jangka panjang seperti diabetes, ginjal dan paru-paru kronis, mereka yang dengan penyakit kronik progresif seperti kanker serta mereka yang menggunakan narkoba.
“Jika malnutrisi ditangani dengan optimal sehingga memiliki status nutrisi yang lebih baik selama masa perawatan, pasien akan mengalami komplikasi yang lebih sedikit dengan risiko infeksi minimal serta proses penyembuhan luka yang lebih baik," katanya.
Dengan demikian mempecepat mobilisasi dan proses penyembuhan pasien dan tentunya masa rawat pasien akan lebih singkat.
Sepulangnya pasien dari rumah sakit juga terbukti bahwa risiko terjadinya re-hospitalisasi (kekambuhan) menjadi lebih minimal dengan perbaikan tingkat kelangsungan hidup sehingga kualitas hidup pasien akan lebih baik juga.”
Prof. dr. H. Abdul Kadir, PhD., SpTHT-KL(K), MARS, Ketua Asosiasi Rumah Sakit Vertikal Indonesia mengatakan, melihat masalah malnutrisi di rumah sakit terutama pada pasien rawat inap yang banyak terjadi, maka penting untuk mengetahui kondisi status nutrisi pada pasien.
"Caranya mengukur status gizi awal pasien masuk, memperhatikan asupan makan pasien, dan pemantauan status gizi pasien," katanya.
Di rumah sakit vertikal pemerintah, kami mengupayakan menjadikan terapi nutrisi sebagai salah satu dari bentuk terapi, sama halnya dengan obat-obatan lainnya.
"Kami juga merekomendasikan rumah sakit untuk meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan agar dapat melakukan skrining nutrisi pada setiap pasien, sebagai standard dasar," katanya.
Dari sisi biaya yang dikeluarkan oleh rumah sakit, pasien yang lebih cepat sembuh akan menurunkan biaya terapi yang berujung pada efisiensi biaya.”
Dr. Ian Kloer SKM, Director - Fresenius Kabi Indonesia, mengatakan, pihaknya melihat beban malnutrisi ini sebagai tanggung jawab bersama.
"Oleh karena itu, kami mendukung rekomendasi mengenai pentingnya penanganan malnutrisi sejak dini," katanya.
Fresenius Kabi secara berkesinambungan konsisten bekerja sama dengan organisasi profesi medis untuk terus terlibat aktif dalam meningkatkan pemahaman tentang malnutrisi dan secara berkelanjutan meningkatan pengetahuan dan kompetensi tenaga kesehatan di Indonesia.