Pelayanan Fisioterapi BPJS Kesehatan Dibatasi, Ini Risiko yang Harus Ditanggung Pasien
Terkait dengan pembatasan tindakan medis yang dilakukan BPJS ini akan meningkatkan risiko terhadap pasien.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membuat aturan yang berisi tentang pembatasan penggunaan fasilitas layanan.
Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan, BPJS Kesehatan nomor 05 tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa tindakan fisioterapi bagi peserta BPJS Kesehatan akan dibatasi maksimal dua kali dalam satu minggu.
Hal ini sempat mengundang perdebatan dari IFI (Ikatan Fisioterapi Indonesia).
IFI menyebutkan bahwa aturan ini merugikan bagi Fisioterapis sekaligus juga kepada pasien.
IFI menjelaskan bahwa terkait dengan pembatasan tindakan medis yang dilakukan BPJS ini akan meningkatkan risiko terhadap pasien.
Baca: Aturan Baru BPJS Kesehatan Bingungkan Pasien
Ini karena setiap pasien memiliki dosis yang berbeda terkait dengan penggunaan prosedur medis, dalam hal ini fisioterapi.
Hal pertama yang menjadi masalah adalah bahwa aturan ini bertentangan dengan Undang-Undang no 36 tahun 2009, UU nomor 36 tahun 2014 dan UU nomor 44 tahun 2009 mengenai standar profesi fisioterapis.
Namun demikian BPJS mengaku sejauh ini akan menjamin pelayanan yang optimal bagi para peserta BPJS.
Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat, menjelaskan bahwa informasi terkait pembatasan tindakan medis fisioterapi pada peserta disesuaikan dengan kemampuan BPJS.
Dia menjelaskan, pelayanan rehabilitasi medik yang dapat dijamin oleh BPJS Kesehatan adalah yang dilakukan oleh dokter spesialis rehabilitas medik dalam dua kali seminggu (delapan kali sebulan).
Hal tersebut dikatakannya sesuai dengan kemampuan finansial BPJS Kesehatan saat ini.
"Pelayanan rehabilitasi medik tersebut dilakukan di fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan yang memiliki dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi," terang Nopi seperti dikutip Tribunnews.com dari KONTAN.
Apabila tidak ada dokter tersebut dalam satu kabupaten/kota, maka pelayanan rehabilitasi medik bisa tetap dijamin BPJS Kesehatan dengan syarat-syarat tertentu