Cuci Darah Bisa Picu Kerusakan Tulang
Cuci darah atau dialisis merupakan cara untuk membuang limbah berbahaya di dalam tubuh.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ria Anatasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cuci darah atau dialisis merupakan cara untuk membuang limbah berbahaya di dalam tubuh.
Proses ini umumnya dilakukan oleh pasien gagal ginjal yang sulit menyaring kotoran maupun mengatur kadar air, garam dan kalsium dalam darah.
Namun, cuci darah ternyata memberikan sejumlah efek samping bagi pasien. Di antaranya, tulang bisa rapuh dan rusak.
Dokter ahli ginjal dan hipertensi, Pringgodigdo Nuggroho mengatakan, pasien ginjal yang sudah cuci darah perlu memeriksakan mineral terutama kalsium dan fosfat di tubuh secara rutin.
"Setiap satu sampai tiga bulan kalsium dan fosfat harus dicek. Jika PTH meningkat harus memeriksa alkalin fosfatase setiap tahunnya," ujae dia pada seminar awam yang diselenggarakan Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) dengan tema Waspada Kerusakan Tulang Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu (30/09/2018).
Dokter yang berpraktik di RSCM ini memaparkan, kerusakan tulang dapat dipicu oleh gangguan mineral dan tulang akibat ketidakseimbangan kalsium dan fosfor dalam darah.
Ketidakseimbangan tersebut, lanjutnya, dapat memengaruhi tulang, jantung, serta pembuluh darah.
"Jaringan tulang secara terus menerus direnovasi dan dibangun kembali. Organ ginjal memainkan peran penting dalam mempertahankan massa dan struktur tulang yang sehat," kata Pringgodigdo.
"Makin turun fungsi ginjal, maka kerusakan tulang semakin tinggi,” imbuhnya.
Untuk menghindari kondisi tersebut, Pringgodigdo menyarankan agar menghindari makanan tinggu fosfor, meski cenderung mengandung protein tinggi untuk tingkatkan Hemoglobin (Hb).
"Untuk menanganinya diberikan obat pengikat fosfor atau Kalsium Karbonat (CaCO3) di makanan, dan dianjurkan minum obat tersebut bersamaan dengan makan," jelas dokter bergelar Konsulen Ginjal Hipertensi (KGH) itu.
"Hal ini supaya fosfor yang ada di makanan bisa diikat oleh obat tersebut, sehingga tidak diserap oleh tubuh, sedangkan protein yang ada di makanan tetap diserap,” pungkasnya.