Otoritas Regulatori Obat Negara OKI Berkumpul Bahas Obat Palsu Hingga Ketersediaan Vaksin
negara-negara yang tergabung dalam OKI masih memiliki keterbatasnya akses dan keterjangkauan terhadap obat, terutama vaksin
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia menginisiasi pembentukan forum kepala otoritas regulatori obat dengan menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan pertama kepala otoritas regulatori obat negara OKI (The First Meeting of the Heads of NMRAs of The OIC Member States).
Pertemuan yang akan berlangsung pada 21-22 November 2018 telah dimasukkan dalam agenda
resmi OKI pada pertemuan OIC Ministers of Foreign Affairs di Dhaka pada bulan Mei
2018.
Pertemuan ini akan membahas masalah obat palsu, kehalalan obat, harmonisasi standar obat dan upaya menuju kemandirian obat, peran otoritas regulatori obat dalam menjamin mutu obat, serta status regulator obat di negara OKI.
Kepala Badan POM RI Penny Lukito mengatakan, inisiatif pertemuan didasarkan pada fakta saat ini banyak negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) masih memiliki keterbatasnya akses dan keterjangkauan terhadap obat, terutama vaksin di dunia.
Apalagi di negara-negara konflik dan berpendapatan rendah, menyebabkan masih tingginya kematian akibat penyakit di negara-negara OKI.
Baca: Bio Farma Targetkan Bisa Produksi Vaksin Halal Pada 2024
"Juga masih kurangnya atau tidak adanya kapasitas produksi obat, serta kurangnya kapasitas sistem regulatori obat, kurangnya pengawasan terhadap obat memperburuk kondisi ini, seperti
maraknya obat palsu dan obat substandar serta penggunaan obat yang tidak rasional yang dapat memberikan risiko kesehatan bagi masyarakat," katanya kepada wartawan, Selasa (13/11/2018).
Pada pertemuan tanggal 14 November 2017 di Jeddah, sebut Peni, dirinya dan Sekjen OKI, H.E. Dr. Yousef bin Ahmad Al-Othaimeen sepakat mendorong terciptanya strategi dan komitmen nyata Negara anggota OKI untuk mendukung ketersediaan dan kemandirian (self-reliance) dalam memenuhi kebutuhan obat-obatan, termasuk vaksin, yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Di antara Negara anggota OKI, hanya Indonesia, Iran, Senegal, Uzbekistan, Bangladesh, Tunisia dan Mesir, yang memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin.
"PT Bio Farma memiliki produk vaksin terbanyak yang mendapatkan prekualifikasi dari World Health Organization (WHO) sehingga diijinkan mensuplai vaksin ke sejumlah negara, termasuk ke 48 negara OKI. PT. Bio Farma ditunjuk sebagai Center of Excellence (CoE) bidang vaksin bagi negara-negara OKI," katanya.
Ditekankan Peny, Indonesia dinilai memiliki peran kepemimpinan yang penting (leading role) dalam mendorong kerja sama yang strategis di bidang obat untuk kepentingan rakyat di negara-negara OKI.