Saat si Kecil Terserang Demam Berdarah, Sebaiknya Diberikan Obat Apa? Simak Saran Dokter
Dr Nina juga menyebutkan untuk penyakit demam berdarah sebenarnya tidak diperlukan antibiotik atau antivirus.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Penyakit demam berdarah lebih banyak terjadi pada usia anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Demam tinggi adalah gejala awal dari demam berdarah yang sangat mengganggu si kecil.
Saat suhu badan anak meninggi bisa diberikan obat pereda panas.
Dr Nina Dwi Putri, SpA(K), konsultan infeksi dan penyakit tropik anak menyarankan obat penurun panas yang diberikan seperti paracetamol.
Staf pengajar di FKUI-RSCM ini menyarankan agar kita menghindari obat pereda panas seperti ibuprofen atau pun aspirin karena kurang aman bagi anak.
“Jika demam sangat mengganggu, anak bisa diberikan obat penurun panas yang aman seperti paracetamol, hindari obat penurun panas seperti ibuprofen atau aspirin,” tutur Dr Nina kepada Tribunnews.com, Senin (6/2/2019).
Dr Nina juga menyebutkan untuk penyakit demam berdarah sebenarnya tidak diperlukan antibiotik atau antivirus.
Untuk pemulihan yang lebih cepat yang diutamakan adalah istirahat dan lebih banyak minum.
Baca: Lima Bahan Alami Penurun Trombosit Turun Karena Demam Berdarah
“Infeksi dengue tidak memerlukan antibiotik dan antivirus. Pengobatan utama infeksi dengue adalah istirahat dan penggantian cairan,” kata Dr Nina.
Minum yang banyak harus dilakukan para penderita demam berdarah termasuk anak-anak karena berguna untuk mengganti cairan yang hilang karen demam dan muntah yang bisa terjadi pada penderita DBD.
Minuman yang disarankan tidak hanya air putih, minuman lainnya seperti minuman yang mengandung elektrolit, atau pun jus buah juga direkomendasikan.
“Minum yang banyak terutama yang mengandung elektrolit seperti: larutan oralit atau jus buah, untuk mengganti cairan yang hilang,” ungkap Dr. Nina.
Menurut data Kementerian Kesehatan pada 31 Januari 2019 lalu, golongan penderita paling banyak berada dikisaran umur 5-14 tahun dengan persentase hingga 41,25 persen, lalu usia 15-44 tahun sebesar 38,5 persen, usia 1-4 tahun 8,96 persen, usia lebih dari 44 tahun sebanyak 9,89 persen, dan dibawah satu tahun sebanyak 1,55 persen.