Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Masalah Kesehatan Jiwa Harus Jadi Salah Satu Fokus Pemerintahan Jokowi Periode Kedua, Ini Alasannya

Nova menyebut harus berkualitas secara fisik dan intelegensia serta kejiwaannya, itu kalau kita mau kejar generasi emas 2045

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Masalah Kesehatan Jiwa Harus Jadi Salah Satu Fokus Pemerintahan Jokowi Periode Kedua, Ini Alasannya
istimewa
Narasumner dan peserta diskusi yang diadakan Harvard Club Indonesia (HCI) di Gedung Nusantara DPR RI bertepatan dengan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, Selasa (10/9/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Anggota Komisi IX DPR-RI,  DR. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ mengatakan,  masalah kesehatan kejiwaan harus menjadi salah satu fokus pemerintahan Jokowi periode kedua.

Nova yang merupakan psikiater professional, isu mengenai masalah kejiwaan dan mental sudah memasuki masa kritis.

"Kritis karena sudah menjangkit anak-anak muda di Indonesia namun belum banyak menjadi prioritas pemerintah saat ini," kata Nova saat diskusi yang diadakan Harvard Club Indonesia (HCI) di Gedung Nusantara DPR RI bertepatan dengan Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, Selasa (10/9/2019).

Diskusi mengupas berbagai tantangan sektor kesehatan dari berbagai aspek. Mulai dari masalah pendanaan, kesehatan jasmani, mental, dan berbagai isu kesehatan masyarakat.

Nova menegaskan, negara ini akan tumbuh menjadi negara maju jika SDM-nya berkualitas.

Berkualitas secara fisik dan intelegensia serta kejiwaannya, itu kalau kita mau kejar generasi emas 2045.

Indonesia membutuhkan sebuah visi kesehatan yang adaptif dan komprehensif mencakup hingga kesehatan kejiwaan.

Baca: UU Kesehatan Jiwa Disahkan 5 Tahun Lalu, Hingga Kini Belum Ada Satu RPP yang Dibuat

Berita Rekomendasi

"Tentunya ini harus diimplementasikan mulai dari sekarang. Kita sudah punya UU Kejiwaan sejak tahun 2014, undang-undangnya sudah ada, tinggal implementasinya saja”, ujar NoRiYu.

Dr. Nurul Luntungan, M.P.H. lulusan T.H. Chan School of Public Health 2013-2014 yang menjadi salah satu pembicara dalam acara tersebut menambahkan bahwa visi kesehatan Indonesia harus diiringi oleh komitmen dan kepemimpinan yang tegas, karena isu kesehatan akan mempengaruhi bangsa secara keseluruhan.

“Diperlukan dukungan lintas sektor dan kemitraan dengan sektor publik untuk meningkatkan akses dan kualitas kesehatan," katanya.

Ia mencontohkan, mewujudkan Cakupan Kesehatan Semesta, tidak bisa hanya menaikkan iuran JKN, tapi harus didukung kebijakan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas layanan dan menurunkan beban kesehatan.

Pembicara lain dalam acara diskusi tersebut, Izhari Mawardi,  B. Eng., S.AP., MPP,yang aktif di Yayasan Kemitraan Kerja dan Lembaga konsultan Ernst & Young Indonesia, Harvard Kennedy School Master in Public Policy 2011-2013, mengajak para peserta mengulas mengenai peningkatan SDM dalam hal tenaga kerja menyatakan bahwa visi kesehatan dan SDM harus selaras agar bisa mengikuti perkembangan jaman.\

Undang Undang 13/2003 tentang Tenaga Kerja sudah outdated, tidak bisa menjawab dinamika gangguan digital (digital disruption).

Tanpa peraturan yang mampu menjawab tantangan jaman, sulit bagi dunia kerja Indonesia untuk berkembang.

"SDM yang unggul tercipta melalui progam tenaga kerja yang memberikan pelatihan, kesempatan kerja, dan hubungan kerja yang saling menunjang, tidak hanya dari sisi kesehatan, tetapi juga iklim tenaga kerja yang menunjang,” tegas Izhari.

Baca: Dikerjakan Siang dan Malam Proyek Renovasi Masjid Istiqlal Rampung Maret 2020

Menteri Kesehatan Republik Indonesia periode 2012-2014, dr. Nafsiah MboiSp. A, M.P.H.,menyatakan bahwa masalah pembenahan sektor kesehatan di Indonesia memerlukan banyak kerjasama dari berbagai pihak karena kompleksnya masalah kesehatan di Indonesia.

Masalah kesehatan di Indonesia bukan sekedar siapa sehat siapa sakit, tetapi lebih luas lagi.

Kesehatan di Indonesia akan menyangkut isu ketimpangan, mutu pelayanan, hingga masalah pembiayaan.

"Butuh kerja keras dan jangka panjang  agar tantangan implementasi dapat diatasi, untuk itu dibutuhkan kerja sama semua pihak baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah,” ujar Nafsiah yang juga adalah anggota HCI dan seorang Research Fellow Takemi Program in International Health, School of Public Health,dari Universitas Harvard.

Melli Darsa selaku Presiden Harvard Club Indonesia menyatakan bahwa diskusi ini adalah bagian dari serangkaian acara yang rutin diadakan oleh Havard Club Indonesia (HCI) yang ingin berkontribusi kepada Indonesia melalui sumbangan pikiran, masukan, dan kritik membangun sehingga dapat menjadi mitra pemerintah untuk menghasilkan gagasan yang baik demi kemajuan Indonesia.

“Beberapa waktu yang lalu kami menggelar diskusi terkait Ibu Kota Baru bersama Bappenas. Hari ini kami memilih topik kesehatan untuk menggali lebih dalam potensi dan tantangan sektor kesehatan yang akan dihadapi pemerintahan Jokowi periode dua karena HCI yakin seperti seluruh peserta disini, kesehatan adalah pra-syarat untuk menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing global,” pungkas Melli dalam sambutannya (10/9).

 Acara diskusi kesehatan HCI ini dihadiri oleh sejumlah pakar dan praktisi kesehatan. Masing-masing menyampaikan gagasan serta bahasan mengenai aspek kesehatan yang berbeda-beda namun saling terkait.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas