Reaksi Dokter Terawan Soal Surat MKEK IDI yang Tak Setuju Dirinya Jadi Menkes
Jalan dokter Terawan Agus Putranto terpilih menjadi Menteri Kesehatan di pemerintahan jilid II Presiden Jokowi sepertinya tidak mulus.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Jalan dokter Terawan Agus Putranto terpilih menjadi Menteri Kesehatan di pemerintahan jilid II Presiden Jokowi sepertinya tidak mulus.
Pemilihan Dokter Terawan sebagai Menteri Kesehatan ini ternyata tidak disetujui oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Seperti surat yang beredar, MKEK sempat mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo pada 30 September 2019 lalu nomor 0059/PB/MKEK/09/2019.
Ditandatangi oleh Dr. Broto Wasisto, DTM&H, MPH selaku ketua MKEK tertulis alasan MKEK tidak menyarankan Dokter Terawan karena dokter Terawan masih dikenakan sanksi akibat pelanggaran kode etik kedokteran.
Berikut penggalan isi surat dari MKEK kepada Presiden Jokowi:
Bila diperkenankan kami ingin menyarankan agar dari usulan calon-calon tersebut (nama menteri kesehatan) mohon kiranya Bapak Presiden tidak mengangkat Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sebagai Menteri Kesehatan. Adapun alasan yang mengirigi saran kami adalah karena Dr. Terawan Agus Putranto, Sp.Rad(K) sedang dikenakan sanksi akibat melakukan pelanggaran etik kedokteran. Sanksi tersebut tertera dalam Keputusan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran PB IDI No.009320/PB/MKEK-Keputusan/02/2018 tanggal 12 Februari 2018.
Adapun pelanggaran etik tersebut terkait terapi cuci otak yang atau Digital Substraction Angiography (DSA) yang diperkenalkan Dokter Terawan.
Percaya Diri, Penolakan Dianggap Tantangan
Meski dapat 'penolakan', Dr Terawan Agus Putranto resmi menduduki kursi Menteri Kesehatan (Menkes) setelah dilantik Presiden Jokowi, Rabu (23/10/2019).
Meski pelantikan dirinya sempat diproses oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Pusat Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr Terawan tetap tampil percaya diri.
Bagi Dr Terawan, surat yang dikirim IDI ke Presiden Jokowi agar dirinya tidak diangkat menjadi Menkes
lantaran sedang dikenakan sanksi akibat melakukan pelanggaran etik kedokteran merupakan hal wajar.
"Tidak masalah pengangkatan pasti diwarnai pro dan kontra. Apalagi jabatan politis. Tantangan pasti selalu ada, justru itu yang menarik," tegasnya usai pelantikan di Komplek Istana Kepresidenan Jakarta.
Adanya dukungan dari keluarga diyakini Dr Terawan menjadi semangat tersemangat tersendiri baginya untuk mengemban amanat dari sang kepala negara.
"Saya tidak menyangka bakal jadi menteri. Saat diminta pak presiden saya langsung bilang siap untuk membantu. Keluarga juga senang, memberi semangat dan pastinya mendoakan," tutur Dr Terawan.
Raut muka bahagian nampaknya tidak bisa dibendung, Dr Terawan selalu tersenyum saat menghadap ke kamera dan diwawancarai oleh awak media.
Pria berkumis ini mengaku tidak sabar ingin segera berkantor di Kementerian kesehatan dan bekerja menjalankan visi misi Presiden Jokowi dalam lima tahun kedepan.
"Masalah kesehatan memang jadi prioritas Pak Jokowi. Segera saya sering melakukan kunjungan ke semua wilayah untuk mengetahui apa saja persoalan di lapangan," imbuhnya.
Terakhir Dr Terawan mengaku bakal berbagi tips kesehatan pada para menteri di Kabinet Indonesia Maju agar bisa selalu bugar seperti dirinya.
"Tips dari saya, bekerja harus dengan iklas, melayani. Percayalah pasti kita dijaga oleh Allah SWT," singkatnya.
Sosoknya Terkenal karena Metode Cuci Otak
Diketahui, Terawan dikenal sebagai dokter TNI AD dengan pangkat mayor jenderal (Mayjen).
Di dunia medis, dia dikenal karena metode barunya dalam mengobati stroke, yakni terapi cuci otak.
Hal ini membuat Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie menyerukan upaya penyelamatan dokter Teriawan di akun Instagramnya.
Abrizal Bakrie mengungkap metode yang digunakan dokter Terawan sudah menolong dan terbukti mampu mencegah maupun mengobati ribuan penderita stroke.
Hal itulah yang kemudian membuat nama dokter Teriawan kemudian menjadi trending topik di Google.
Kemampuan dokter Teriawan mencuci otak demi kesembuhan pasien menuai kontroversi.
Meski begitu, metode Cuci Otak yang dilakukan dokter Teriawan pernah menyembuhkan 40 ribu pasien.
Dilansir dari laman warta kota, dokter Teriawan asal Yogyakarta ini mengaku sudah menerapkan metode mengatasi masalah stroke ini sejak tahun 2005.
"Sudah sekitar 40.000 pasien yang kami tangani," imbuhnya.
Bahkan menurutnya, tak banyak komplain dari masyarakat yang ia terima sehingga menjadikan bukti keampuhan metode yang diterapkannya itu.
Setelah itu, ia menemukan metode baru untuk menangani pasien stroke yang disebut dengan terapi çuci otak dan penerapan program DSA (Digital Substraction Angiogram).
Melansir dari TribunJateng, Dokter Terawan menjelaskan metode 'cuci otak' itu secara ringkas sebenarnya adalah memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah melalui pangkal paha penderita stroke.
Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah terdapat penyumbatan pembuluh darah di area otak.
Penyumbatan tersebut dapat mengakibatkan aliran darah ke otak bisa macet dan dapat menyebabkan saraf tubuh tidak bisa bekerja dengan baik.
Kondisi inilah yang terjadi pada penderita stroke.
Sumbatan tersebut melalui metode DSA kemudian dibersihkan sehingga pembuluh darah kembali bersih dan aliran darah pun normal kembali.
Cara membersihkan sumbatan pembuluh darah pun terdapat berbagai cara.
Mulai dari pemasangan balon di jaringan otak (transcranial LED) yang dilanjutkan dengan terapi.
Selain itu ada juga cara lain yaitu memasukkan cairan Heparin yang bisa memberi pengaruh pada pembuluh darah.
Cairan tersebut juga menimbulkan efek anti pembekuan darah di pembuluh darah.
"Ada banyak pasien yang merasa sembuh atau diringankan oleh terapi cuci otak itu," jelas Terawan.
Buktinya, setelah menerapkan metode DSA itu nama DR Terawan dan RSPAD pun melambung.
Pasien berbondong datang, Terawan pun menyediakan dua lantai ruangan di RSPAD khusus untuk menangani pasien stroke.
Nama ruangnya CVV (Cerebro Vascular Center) yang pada bagian ini setiap hari bisa menangani sekitar 35 pasien.
Biayanya antara paling murah Rp 30 juta per pasien, namun ada juga yang menyebut bisa Rp 100 juta perpasien.
Terkait pelanggaran kode etik, Terawan dikabarkan suka mengiklan dan memuji diri.
Terawan juga dikabarkan menjanjikan kesembuhan pada pasiennya.
Padahal dalam kode etik kedokteran, seorang dokter tidak boleh mengiklankan, memuji diri, dan menjanjikan kesembuhan kepada pasiennya.
Terawan juga tidak mengindahkan panggilan dari Mahkamah Kehormatan Etik Kedokteran.
Setiap dipanggil untuk hadir dalam sidang, Terawan tidak pernah hadir.
Hal tersebut juga termasuk pelanggaran dalam kode etik kedokteran.
Pernah dipecat IDI
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pernah memberikan sanksi kepada dokter Terawan Agus Putranto berupa pemecatan selama 12 bulan dari keanggotaan IDI sejak 26 Februari 2018-25 Februari 2019.
Keputusan IDI tersebut diambil setelah sidang Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) PB IDI yang menilai Dokter Terawan melakukan pelanggaran etika kedokteran.
"Bobot pelanggaran Dokter Terawan adalah berat, serious ethical missconduct. Pelanggaran etik serius," kata Prio Sidipratomo, Ketua MKEK IDI dalam surat PB IDI yang ditujukan kepada Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Seluruh Indonesia (PDSRI) tertanggal 23 Maret 2018 yang dikutip Kontan.co.id Senin (2/4/2018).
Dalam surat tersebut, IDI juga turut mencabut izin praktek Dokter Terawan, ditambah himbauan kepada pengurus IDI daerah maupun PDSRI untuk menaati putusan MKEK tersebut.
(Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy/Theresia Felisiani/Srihandriatmo Malau)