Fakta-fakta Wabah Virus Corona yang Telah Menewaskan 6 Orang, Bisa Menular antar Manusia
Fakta-fakta Wabah Virus Corona yang Telah Menewaskan 6 Orang, Bisa Menular antar Manusia
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Munculnya virus corona baru yang berasal dari Wuhan, China, telah membunuh setidaknya 6 orang dengan total hampir dari 300 kasus dilaporkan.
Seperti yang dilansir CNBC, departemen kesehatan China kini telah mengkonfirmasi (21/1/2020) bahwa virus tersebut bisa menular antar manusia.
Sebanyak 15 petugas medis dikabarkan terinfeksi virus ini.
Wabah tersebut memicu ketakutan internasional yang berujung diperketatnya kedatangan pelancong dari China.
Menurut ahli, wabah ini dapat menganggu ekonomi, seperti yang terjadi saat wabah Sindrom Pernapasan Akut Berat atau SARS melanda pada tahun 2003 lalu.
Apa itu Virus Corona dan dari Mana Asalnya?
Virus corona, yang menyebabkan pneumonia, diduga muncul pertama kali di sebuah pasar ikan di Wuhan, China.
Kasus pertama dilaporkan terjadi pada akhir Desember 2019 lalu.
The World Health Organization (WHO) awalnya menduga virus datang dari hewan yang dijual di pasar tersebut.
Minggu (19/1/2020) lalu, Komisi Kesehatan Nasional China berkata sumber virus belum diketahui secara pasti.
Jalur penularannya juga belum terlacak secara penuh.
Meski begitu, ada gejala yang bisa dilihat seperti demam dan kesulitan bernafas.
Saat ini, belum ada vaksin demi menangkal virus jenis baru ini.
Hingga Senin (20/1/2020) malam, jumlah kasus yang terkonfirmasi di China berjumlah 291.
Sebanyak 270 kasus terjadi di Provinsi Hubei, di mana Wuhan merupakan ibukota provinsi tersebut dengan penduduk lebih dari 11 juta orang.
Sementara 258 kasus dikonfirmasi terjadi di Wuhan, di mana 6 orang dilaporkan meninggal dunia.
Virus ini juga menyebar ke kota lain.
Setidaknya 14 kasus terjadi di Provinsi Guangdong, 5 di Beijing, 5 di Provinsi timur Zhejiang, dua di Shanghai, dan dua di Kota Tianjin.
Virus juga telah dilaporkan masuk ke Thailand, Korea Selatan, dan Jepang.
Taiwan juga baru saja mengkonfirmasi kasus pertama virus corona baru pada Selasa malam.
Seorang wanita Taiwan berusia 55 tahun menjadi korban setelah kembali dari Wuhan malam sebelumnya.
WHO memberi peringatan virus corona kemungkinan akan menyebar.
"Lebih banyak kasus mungkin terjadi di bagian lain China dan mungkin negara lain dalam beberapa hari mendatang," kata juru bicara WHO Tarik Jasarevic.
Sayangnya, wabah itu terjadi menjelang periode liburan Tahun Baru Imlek minggu ini, ketika jutaan orang China akan bepergian ke dalam negeri dan luar negeri.
Masa liburan ini bisa meningkatkan risiko lebih banyak transmisi terjadi.
WHO belum menyarankan pembatasan perjalanan saat ini.
Namun WHO mengatakan akan mengadakan komite darurat mengenai virus ini besok (22/1/2020) untuk mempertimbangkan mengeluarkan peringaran darurat kesehatan internasional.
Perbandingan Virus Corona dengan SARS
Wabah ini telah memicu kekhawatiran karena virus ini "masih satu keluarga" dengan SARS.
SARS, epidemi parah yang muncul di Cina pada tahun 2002-2003, menewaskan hampir 800 orang di seluruh dunia.
SARS melanda kota-kota Asia seperti Hong Kong, Singapura, Taipei, dan Beijing.
"Saya ingat wabah SARS sangat, sangat jelas dan dampaknya."
"Hal-hal ini memiliki pukulan besar terhadap ekonomi," kata Rob Carnell, kepala ekonom bank ING Belanda.
Pada saat itu, penyebaran SARS yang cepat diakibatkan pada kurangnya transparansi oleh otoritas Cina.
Dalam tajuk pendapat yang dipublikasikan Minggu lalu, tabloid Global Times menulis, "Pada saat-saat awal kemunculan SARS, China menyembunyikannya dari dunia. Ini tidak boleh diulang."
Namun, kali ini, para ahli mengatakan China telah bergerak lebih cepat untuk menangani krisis.
Dikatakan pula bahwa virus itu tampaknya tidak lebih fatal daripada SARS.
Presiden Cina Xi Jinping mengatakan pada hari Senin (20/1/2020) bahwa penyebaran virus corona harus menjadi "prioritas utama," menurut media pemerintah.
"Laporan Pemerintah dan Organisasi Kesehatan Dunia menunjukkan bahwa virus ini tidak lebih ganas dan tidak lebih mematikan dibandingkan SARS."
"Respon dari Beijing juga jauh lebih cepat kali ini daripada pada 2002-04,” kata Rory Green, ekonom untuk China dan Korea Selatan di perusahaan riset TS Lombard.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)