Pembuatan PCR Lokal untuk Pasien Covid-19 Ditargetkan Rampung 1 Bulan ke Depan
KOnsorsium Covid-19 mendapat mandat untuk membuatan test kit diagnostik rapid test dan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsorsium Covid-19 yang dibentuk Kementerian Riset dan Teknologi sekaligus Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk membantu menangani wabah virus corona di Indonesia antara lain mendapat mandat untuk membuatan test kit diagnostik rapid test dan Polymerase Chain Reaction (PCR).
Namun terkait kegiatan untuk dua riset ini, telah dibentuk Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC19) yang dikomando oleh BPPT sebagai lembaga kaji-terap (jirap).
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan kedua riset ini ditargetkan selesai sekitar 1 hingga 6 bulan. Karena masing-masing riset memiliki target rampung yang berbeda.
PCR ditargetkan rampung sekitar 1 bulan. "Masing-masing target riset, punya waktu berbeda-beda," kata Hammam dalam live video conference bersama Kemenristek/BRIN, Kamis (26/3/2020).
Baca: Waduh, 14 Persen Pasien di Wuhan yang Dinyatakan Sembuh, Ternyata Masih Positif Corona
TFRIC19 ini nantinya akan melengkapi alat kesehatan yang dibutuhkan Indonesia selama penanganan corona.
Baca: Ojol Tertelungkup di Jok Motor Kejutkan Warga: Sudah Panggil Ambulans, Ternyata Lagi Tidur Pulas
"Task Force ini terdiri dari 50 ahli, jadi tidak mulai dari nol. Hanya data untuk AI (Artificial Intelligence) dan sample untuk tes kit harus diambil dari pasien lokal Indonesia, karena itu harus dikembangkan sendiri," jelas Hammam.
Baca: Di Kota Padang, Bule Dicegah Masuk Pasar Tradisional demi Waspadai Pandemi Corona
Dalam TFRIC19 ini ada berbagai pemangku kepentingan yang tergabung.
BPPT ditunjuk sebagai Koordinator dan didukung perwakilan Institusi Litbang seperti LIPI, Badan Litbang Kesehatan (Balitbangkes), sertaLembaga Biologi Molekular Eijkman.
Kemudian perguruan Tinggi seperti ITB, UGM, UNAIR, YARSI, UNHAN, Unika Atma Jaya, UNPAD, UNESA, UNDIP, UNTAG Surabaya, UNISBA.
Lalu dari sektor industri ada PT Biofarma dan PT Hepatika Mataram.
Sementara perwakilan Rumah Sakit diwakili FKUI-RSCM, RSUD Tangerang dan RSUD Koja.
Lalu Asosiasi Profesi diwakili PB IDI, PAPDI, IAIS, INAPR, APIC, Asosiasi Bioresiko, Asosiasi Biosafety Indonesia, World Bio Haztec serta Healtech.id.
Untuk start-up, ada Nusantics dan Neurabot Lab.
TFRIC19 ini juga melibatkan penggalangan dana dari berbagai pemangku kepentingan antara lain melalui East Venture, dan asosiasi seperti Indonesia AI Society, IA-ITB, Kagama, IABIE, IATI, KADIN serta bantuan masyarakat luas pula.
Penggalangan dana ini dibutuhkan untuk kebutuhan scale up production melengkapi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pemerintah yang bersumber dari Kementerian Ristek/BRIN, Litbangkes, BPPT, Eijkman, dan lainnya.