Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Dokter di AS Sukses Temukan Obat Penyembuh Virus Corona Lewat Ujicoba Remdisivir ke Pasien

Sebagian besar pasien yang dilakukan uji klinis obat remdisivir ini memiliki gejala pernapasan dan demam yang parah, tetapi dapat berakhir sembuh.

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in Dokter di AS Sukses Temukan Obat Penyembuh Virus Corona Lewat Ujicoba Remdisivir ke Pasien
IST
Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Pharm, PhD. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ilmuwan Indonesia, Prof. Dr. Taruna Ikrar, M.Pharm, PhD., dokter ahli farmakologi dan member American Collage of Clinical Pharmacology mengungkapkan, Amerika Serikat berhasil menemukan obat penyembuh virus corona ayau Covid-19 melalui ujicoba pemberian obat Remdisivir dan Hydroxy Chloroquine ke pasien penderita virus corona.

Khusus di Amerika Serikat, penularan virus corona terjadi sangat cepat dan telah mewabah ke seluruh penjuru negeri, mencakup  50 negara bagian, dengan episentrum Covid-19 di Kota New York.

Jumlah orang infeksi virus Corona sampai dengan hari ini di AS mencapai 761,379 jiwa, dan tingkat kematian mencapai 40,419 jiwa.

Dari seluruh jumlah test dengan menggunakan swab & qPCR telah mencapai lebih 4 jutaan sampel.

Selanjutnya, ada 2 jenis obat yang sedang mengalami uji coba (Clinical Trials) yaitu, Remdesivir vs Hydroxy Chloroquine.

Harapan dari Hasil Uji Klinis

Prof Taruna Ikrar menjelaskan, ribuan pasien Covid-19 dengan kasus yang parah di Amerika Serikat, diberikan obat remdesivir sebagai bagian ujicoba (Clinical Trials) obat pemangkas melawan penyakit Covid-19.

Baca: Penjelasan Dewan Pakar IDI: Virus Corona Berpotensi Mati dengan Sendirinya

Berita Rekomendasi

"Hasil uji klini obat Remdesivir ini memberikan hasil yang menakjubkan, dimana gambaran pasien yang awalnya masuk dengan kondisi yang parah dan kritis, dapat pulih dengan cepat," jelasnya.

Bahkan, setelah beberapa hari dirawat sebagian besar dizinkan pulang kerumah karena telah dianggap telah sehat.

Baca: Kisah Ika Dewi Maharani, Relawan Perempuan Satu-satunya yang Jadi Sopir Ambulans di RS Covid-19

Sebagian besar pasien yang dilakukan uji klinis obat remdisivir ini memiliki gejala pernapasan dan demam yang parah, tetapi dapat berakhir sembuh.

Baca: Prof Chaerul Anwar Nidom Beberkan Inovasi BCL dan Super Antioksidan untuk Usir Covid-19

Menurutnya, hal ini merupakan berita yang luarbiasa menggembirakan. "Karena sebagaimana kita ketahui, bahwa Covid-19 ini telah menjadi wabah yang pandemic, dengan penderita diseluruh dunia," sebutnya.

Baca: Bahan Alami Curcumin Berkhasiat Tingkatkan Imunitas Tubuh, Tapi Bukan Obat untuk Covid-19

Jumlah kasus penderita virus corona saat ini telah melampaui 2 juta penduduk dunia, dengan kematian hamper mendekati 200 ribu jiwa. Tentu menjadi momok dan sangat mengkhawatirkan seluruh dunia.

"Di tengah kekhawatiran tersebut, berita ini menjadi hal yang sangat mengembirakan, karena uji klinis yang sedang berlangsung sehingga menjadi harapan penyembuhan dan obat pilihan terhadap Covid-19 tersebut," jelasnya.

Namun diakui, sampai saat ini belum ada terapi yang disetujui untuk pneumonia berat dan sindrom gangguan pernapasan akut disebabkan oleh Covid-19 ini.

Prof Taruna Ikrar juga menjelaska, sebenarnya Remdesivir merupakan antivirus untuk Ebola tetapi beberapa penelitian pada hewan menunjukkan obat itu dapat mencegah dan mengobati virus corona yang terkait dengan Covid-19, termasuk SARS dan MERS.

Sehingga, Remdesivir menunjukkan obat dengan potensi terbaik untuk Covid-19.

Dalam laporannya, Gilead sebagai sponsor penelitian ini, menjelaskan bahwa sebagian besar pasien Covid-19 yang parah, dalam pengobatan selama 6-10 hari kebanyakan dari mereka akan sembuh.

Dia juga menjelaskan, penelitian ini memiliki keterbatasan, karena uji coba tidak memasukkan apa yang dikenal sebagai kelompok kontrol, sehingga akan sulit untuk mengatakan apakah obat tersebut benar-benar membantu pasien pulih lebih baik.

"Dengan kelompok kontrol, beberapa pasien tidak menerima obat yang sedang diuji sehingga dokter dapat menentukan apakah obat itu benar-benar mempengaruhi kondisi mereka," sebut Prof Taruna Ikrar.

Yang jelas, uji coba obat atau clinical trials Remdesivir sedang berlangsung di puluhan pusat Kesehatan dan rumahsakit di Amerika Serikat.

Sebanyak 2.400 pasien dengan gejala Covid-19 yang parah di 152 lokasi percobaan di seluruh Amerika Serikat.

Demikian pula, sedang berlangsung uji coba obat pada 1.600 pasien dengan gejala sedang di 169 rumah sakit dan klinik di seluruh dunia.

"Karena ini akan menjadi kebutuhan mendesak untuk pengobatan Covid-19 di seluruh dunia, semoga saja hasilnya konsisten sehingga bisa ditetapkan sebagai obat utama dalam pengobatan penyakit Covid-19," jelasnya.

Selain Remdesevir juga telah dilakukan uji clinis pada ribuan pasien dengan menggunakan obat antimalaria (Hydroxy Chloroquine).

Namun obat anti malaria Hydroxy Chloroquine ini selain memberikan efek mengurangi gejala, ada kelemahannya, yaitu juga memberikan efek samping, berupa hypoglikemia hingga arrythmia atau gangguan irama jantung.

Karena kekurangannya, sehingga bisa saja obat Hydroxy Chloroquine cukup dijadikan sebagai obat pendukang atau supportif drugs.

"Akhirnya, semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, obat pilihan anti Covid-19 bisa segera disahkan," sebut Prof Taruna Ikrar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas