Iuran Kelas I dan II Naik, Okky Asokawati Ingatkan Reformasi Pengelolaan BPJS Kesehatan
Poin penting yang harus digarisbawahi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas tersebut tidak tepat di tengah situasi kemampuan masyarakat
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iuran BPJS Kesehatan kelas I naik mulai awal Juli ini .
Sedangkan kelas II dan III selama enam bulan ke depan mendapat subsidi dari pemerintah.
Kenaikan ini merujuk Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan.
Terkait kenaikan ini, Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai NasDem Okky Asokawati mengatakan imbas berlakunya Perpres No 64 Tahun 2020 iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 efektif mengalami kenaikan menjadi sebesar Rp 150 ribu (sebelumnya Rp 80 ribu) dan kelas II menjadi sebesar Rp 100 ribu (sebelumnya Rp 51 ribu).
Baca: Mulai Hari Ini Iuran BPJS Kesehatan Alami Kenaikani, Simak Besarannya hingga Cara Turun Kelas
Sedangkan kelas III selama enam bulan ke depan mendapat subsidi pemerintah sebesar Rp 16.500 dan seterusnya mendapat subsidi sebesar Rp 7.000.
Di kelas ini, pemerintah membanderol iuran sebesar Rp 42 ribu (sebelumnya Rp 25.500).
"Saya kembali mengingatkan pemerintah tentang putusan MA atas Perpres 75/2019 yang membatalkan norma di Pasal 1 dan 2 mengenai jumlah besaran iuran BPJS yang dinilai oleh majelis hakim bertentangan dengan sejumlah aturan di atasnya," urai Okky di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Baca: Iuran BPJS Kesehatan Naik, PKS: Sungguh Tidak Tepat Waktunya
Menurut Okky, majelis hakim dalam putusannya memutus norma terkait besaran iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi seperti UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Nasional.
"Poin penting yang harus digarisbawahi, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk semua kelas tersebut tidak tepat di tengah situasi kemampuan masyarakat yang belum meningkat serta layanan BPJS Kesehatan yang belum optimal," urai Okky.
Anggota DPR dua periode ini menambahkan dalam putusannya, MA juga mencatat ada masalah di sistem BPJS Kesehatan baik dari sisi kelembagaan, tumpang tindihnya aturan serta masalah di pembuat kebijakan, pemangku kepentingan dan masyarakat.
"Dalam pandangan Mahkamah, ketiga hal tersebut menjadikan persoalan sistem dalam tata kelola BPJS Kesehatan," tegas Okky.
Model senior ini jug mengingatkan sejumlah rekomendasi dari KPK terkait isu reformasi pengelolaan di internal BPJS Kesehatan. Seperti persoalan inefesiensi dan penyimpangan (fraud).
"Masalahnya, paska putusan MA tersebut, saya melihat belum ada iktikad serius untuk melakukan perubahan substansial terkait masalah yang disorot baik oleh mahkamah maupun rekomendasi oleh KPK," kata Okky.
Okky menyebutkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang mulai efektif per Juli untuk kelas I dan II ini jelas akan membebani peserta BPJS Kesehatan di tengah situasi ekonomi yang lesu saat pandemi Covid-19.
"Kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dengan modifikasi ini secara substansial mengindahkan pertimbangan majelis hakim. Yang utama, BPJS Kesehatan hingga saat ini belum menunjukkan iktikad kuat untuk melakukan reformasi di internalnya sebagimana dalam pertimbangan mahkamah maupun rekomendasi KPK," kata Okky.
Di bagian lain, Okky juga menyebutkan di tengah situasi pandemi saat ini, semestinya BPJS Kesehatan men-cover biaya rapid test untuk Covid-19 bagi pasien penderita penyakit degeneratif.
Menurut dia, pasien penyakit degeneratif dituntut secara berkala kontrol di rumah sakit.
"Bisa dibayangkan setiap kontrol ke Rumah Sakit harus rapid test, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Baiknya, BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan segera berembuk mengenai biaya rapid test bagi pasien degeneratif," kata Okky.