Agar Imunitas Anak Kelahiran Caesar Tetap Optimal
Sejak masih hamil, seorang ibu bisa memilih akan melahirkan normal (lewat vagina) atau operasi caesar
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Wartakotalive.com, Lilis Setyaningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak masih hamil, seorang ibu bisa memilih akan melahirkan normal (lewat vagina) atau operasi caesar. Operasi caesar bisa dilakukan atas dasar indikasi medis atau preferensi orangtua. Terutama ibu.
Menurut data Riskesdas 2018, prevalensi tindakan persalinan caesar di Indonesia di angka 17,6 persen. Angka ini diatas angka yang disarankan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang menyebut angka persalinan caesar 10-15 persen dari total kelahiran. Tidak hanya di Indonesia, di beberapa negara bahkan angkanya mencapai lebih dari 30 persen.
Padahal, dari berbagai penelitian menunjukan, kelahiran lewat operasi caesar berkaitan dengan risiko penyakit jangka panjang seperti asma,alergi makanan, obesitas, Diabetes Melitus.
Baca: Kelahiran Lewat Operasi Caesar Pengaruhi Sistem Imun Anak, Maka Penting Pemberian ASI Esklusif
Namun, apapun tindakan persalinannya, imunitas anak harus dijaga karena secara umum, proses persalinan caesar dapat memengaruhi imunitas anak. Dan perdebatan apakah akan lahir normal atau operasi caesar, terpenting adalah prosedur yang dapat menyelamatkan ibu dan anak.
Dalam seminar Digital “Optimalkan Imunitas Anak Kelahiran Caesar dengan Mikrobiota Sehat” yang diselenggarakan oleh Nutriclub, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi Konsultan Fetomaternal DR. dr. Ali Sungkar, SpOG(K) menyatakan bahwa setiap ibu memiliki kondisi yang berbeda.
Baca: Kisah Pasien Covid-19 RS Siloam, Berhasil Lahirkan Bayi Lewat Operasi Caesar
“Dalam banyak kasus, operasi caesar adalah prosedur yang menyelamatkan jiwa dan bisa jadi pilihan tepat untuk seorang ibu dan anaknya," kata dokter Ali.
Faktor medis seperti: paritas, panggul yang sempit, ketuban pecah dini, pre-eklamsia, janin terlalu besar, kelainan letak janin, dan janin kembar, serta faktor non medis seperti kondisi psikis ibu bisa meningkatkan risiko melahirkan secara caesar.
"Keputusan tindakan persalinan caesar harus melalui prosedur medis, mulai dari informed consent dan pemberian edukasi mengenai manfaat dan risiko operasi caesar karena metode caesar pada persalinan dapat menimbulkan konsekuensi kesehatan jangka pendek maupun jangka panjang,” ujar dr. Ali.
Penyanyi Cynthia Lamusu menceritakan pengalaman mempersiapkan proses kelahiran caesar anak kembarnya. Menurutnya, dirinya pernah berkeinginan melahirkan secara normal, namun banyak indikasi medis yang membuat prosedur operasi caesar harus dilakukan.
Baca: Kisah Pasien Covid-19 RS Siloam, Berhasil Lahirkan Bayi Lewat Operasi Caesar
"Kehamilan Tatjana & Bima merupakan kelahiran berisiko mengingat kami menggunakan metode bayi tabung (IVF), kehamilan di usia 37 tahun dan janin kembar. Kondisi ini menjadi faktor risiko yang mengharuskan saya melahirkan secara caesar. Namun, hal itu tidak menyurutkan semangat kami menyambut kelahiran si kembar," katanya di kesempatan yang sama.
Menurutnya, untuk menurunkan risiko jangka panjang kelahiran caesar ia jalani dengan meningkatkan intensitas cek ke dokter agar kesehatan ibu dan anak terus terpantau, juga mempelajari berbagai hal tentang persalinan caesar termasuk risiko imunitas yang lemah dan potensi alergi yang lebih tinggi pada anak.
Cynthia mengatakan, dukungan yang baik dari pihak rumah sakit, suami, dan orang-orang terdekat membuatnya kuat dan mampu menghadapi tantangan dalam proses persalinannya. Anjuran dokter untuk melakukan tes potensi caesar merupakan pengetahuan dan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi hidupnya.
“Saya bersyukur diberkahi support system yang kuat dalam setiap proses dari kehamilan, melahirkan hingga merawat si kembar,” tutur Cynthia. Menurutnya, apapun prosedur yang dilakukan, tujuannya agar ibu dan bayinya selamat.