PDSKJI Sebut Cemas Jadi Masalah Kesehatan Jiwa yang Dominan Selama Pandemi
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) merilis kesehatan jiwa masyarakat selama pandemi Covid-19.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Willem Jonata

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) merilis kesehatan jiwa masyarakat selama pandemi Covid-19.
Hasilnya, mayoritas mengalami masalah kecemasan dan depresi.
“Sejak ditemukan kasus Covid-19 pertama kali, PDSKJI segera meluncurkan Swaperiksa Web guna mencegah kepanikan massal dalam suasana batin yang mencekam, sekaligus untuk membantu masyarakat dalam menangani perasaan tidak nyaman," ujar Ketua Umum PDSKJI DR. Dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS, dalam diskusi virtual, Rabu (14/10/2020).
dr.Diah memaparkan, selama Maret - Oktober 2020, pengisian swaperiksa masyarakat di web PDSKJI berjumlah 5661 buah. Mereka berasal dari 31 provinsi.
Baca juga: Jokowi: Pandemi Menimbulkan Kecemasan dan Ketakutan Luar Biasa
"Dengan temuan 32 persen mengalami masalah psikologis dan 68 persen tidak ada masalah psikologis," ujar dia.
Pertama adalah gejala cemas, dari 2606 swaperiksa, sebanyak 67.4 persen yang mengisi swaperiksa mengalami gejala cemas.

Gejala Kecemasan terbanyak ditemukan pada kelompok usia <30 tahun dengan uraian: sebanyak 75,9% terjadi pada kategori usia <20 tahun; 71,5% pada usia 20-29 tahun; 58,8% pada usia 30-39 tahun; 48,7% pada usia 40-49 tahun; 42% usia 50-59 tahun; dan 47,1% usia >60 tahun.
Lalu depresi, dari 2294 swaperiksa, sebanyak 67,3% yang mengisi swaperiksa mengalami gejala depresi.
"Di mana 48% dari responden berpikir lebih baik mati atau ingin melukai diri dengan cara apapun. Pikiran kematian terbanyak pada rentang usia 18-29 tahun," ungkap dia.
Sementara untuk yang mengalami trauma psikologis, dari 761 swaperiksa, terdapat 74,2% yang mengisi swaperiksa mengalami gejala trauma psikologis.
Gejala Trauma Psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia <30 tahun, dengan keluhan tersering berupa perasaan waspada terus menerus dan merasa sendirian atau terisolasi dengan uraian: 90,6% terjadi pada kategori usia <20 tahun; 73,4% pada usia 20-29 tahun; 76,5% pada usia 30-39 tahun; 55% pada usia 40-49 tahun; 38,9% pada usia >50 tahun.
Terakhir adalah bunuh Diri, dengan 110 swaperiksa, 68% yang mengisi Swaperiksa Bunuh Diri memiliki pemikiran tentang bunuh diri.
"Lima persen di antaranya memiliki rencana matang dan telah mengambil tindakan dari hasil swaperiksa yang mengatakan memiliki pemikiran bunuh diri, 66% belum pernah mendapatkan pengobatan," jelas dr.Diah.
Lebih lanjut ia mengatakan, dampak kesehatan jiwa masyarakat juga akan berdampak pada sosial dan ekonomi.
"Bayangkan ada yang orang tuanya meninggal sekaligus hampir bersamaan waktunya, dan tidak ada anak-anaknya yang bisa melihat dan mengantar ke kubur. Masalah lainnya keributan rumah tangga, masalah ekonomi yang menimbulkan perceraian dan lain-lain," ungkapnya.
Untuk menindaklanjuti tingginya prosentase swaperiksa yang mengalami gangguan, PDSKJI akan membuka jangkauan layanan yang lebih luas dengan mendorong para profesional kesehatan jiwa untuk bergandeng tangan bersama dengan tujuan penemuan dan penalataksaan lebih dini terhadap orang dengan masalah psikologis.