Apa Itu Parosmia? Disebut Gejala Baru Covid-19, Penderita Cium Bau Tidak Sedap
Gejala long covid setelah pasien pulih dari infeksi virus corona melaporkan gangguan penciuman yang disebut parosmia
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Gejala long covid setelah pasien pulih dari infeksi virus corona melaporkan gangguan penciuman yang disebut parosmia, yang sebagian besar mengeluhkan mencium aroma atau bau tidak sedap.
Dilansir dari SkyNews, Senin (4/1/2021), pasien yang sembuh dari Covid-19 melaporkan indera penciumannya mengalami distorsi bau, seperti bau amis ikan yang menjijikan, bau benda terbakar atau belerang.
Sebelumnya, kehilangan bau atau anosmia menjadi gejala umum infeksi virus corona SARS-CoV-2.
Tetapi beberapa orang yang mengalami gejala long Covid dengan kemampuan hidung yang mendeteksi bau tak sedap selama berbulan-bulan yang didiagnosis sebagai gangguan parosmia.
Lantas, apa itu parosmia?
" Parosmia bisa mengidentifikasi bau, tetapi baunya tidak seperti yang selama ini dikenal. Biasanya bau yang dicium berhubungan dengan bau amis, bau busuk atau bau darah," kata Dr.dr.Retno S Wardani, SpTHTKL(K) dari Divisi Rinologi, Departemen THT-KL, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, kepada Kompas.com, Senin (4/1/2021).
Dr Dani menjelaskan penyakit dengan gangguan penciuman, baik parosmia, anosmia maupun hiposmia adalah penyakit yang sudah ada sejak dulu, bahkan sebelum masa pandemi Covid-19.
"Namun, memang dari dulu, tidak banyak orang yang punya keluhan pada kemampuan indera penciumannya itu langsung melakukan pemeriksaan. Biasanya baru setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun, keluhan tidak kunjung pulih, mereka baru datang ke dokter," ungkap dr Dani.
Gangguan mengidentifikasi dan mendeskriminasi bau atau aroma, yakni parosmia ini umumnya disebabkan oleh infeksi virus.
Di masa pra-pandemi, gangguan parosmia umumnya disebabkan oleh infeksi rhinovirus dan virus lainnya.
Sebab, infeksi virus ini sama seperti SARS-CoV-2, yakni terjadi di saluran pernapasan bagian atas.
Kasus parosmia akibat infeksi Covid-19 yang dilaporkan atau dikeluhkan pasien di Indonesia, sebagian besar berasosiasi dengan bau seperti bau amis, bau sesuatu yang terbakar atau bau darah.
"Salah satu pasien di RSCM, mengatakan bisa mencium bau kopi atau bau lainnya, hanya saja aroma yang diciumnya itu bercampur dengan aroma lain, seperti asap atau bau sesuatu yang terbakar," jelas dr Dani.
Sebelumnya, pasien tersebut telah pulih dari Covid-19 saat terinfeksi pada Oktober 2020 lalu.
Gejala yang dialami saat itu adalah diare, lalu setelah sembuh dan dinyatakan negatif, gejala parosmia itu muncul.
Apakah parosmia bisa sembuh?
Seringkali gejala kehilangan bau atau penciuman seperti anosmia akibat infeksi Covid-19 dipahami penderitanya sebagai gangguan jangka panjang yang sulit disembuhkan.
Padahal, asumsi tersebut tidaklah benar. Dr Dani menegaskan bahwa gangguan saraf penciuman nomer 1, termasuk pada parosmia, dapat dipulihkan atau disembuhkan.
"Saraf ini adalah satu-satunya persarafan dalam otak manusia yang bisa mengalami renerasi. Kalau toh, hilang penciuman, baik itu anosmia, hiposmia, maupun parosmia, akibat infeksi virus corona tetap bisa kembali (sembuh)," jelas dr Dani.
Kendati demikian, masa regenerasi tersebut pada setiap orang tidak sama. Proses regenerasi saraf penciuman tersebut, berdasarkan penelitian yang ada, berlangsung antara 1-13 tahun.
"Kalau diterapi, tentu regenerasi akan cepat. Tapi kalau tidak diapa-apakan (didiamkan tanpa terapi), bisa saja sampai 13 tahun (parosmia atau gangguan penciuman) baru bisa pulih," kata dr Dani.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mengenal Parosmia, Gejala Long Covid Pasien Cium Bau Tidak Sedap"