Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Kesehatan

Status Gizi Ibu Menyusui Tentukan Keberhasilan ASI Eksklusif, APPNIA Ajak Semua Pihak Bersinergi

Kementerian Kesehatan menyatakan, Pemerintah terus berupaya menanggulangi stunting dan gizi buruk di tengah pandemi.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Status Gizi Ibu Menyusui Tentukan Keberhasilan ASI Eksklusif, APPNIA Ajak Semua Pihak Bersinergi
Istimewa
Ilustrasi ibu menyusui. 

Laporan Wartawan Kontan, Yudho Winarto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kondisi status gizi ibu menyusui sangat menentukan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Karenanya, perlu didorong peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi gizi bagi ibu menyusui.

Selain itu, juga penting untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi di antara para pemangku kepentingan.

Hal ini merupakan rekomendasi utama yang mengemuka dalam Webinar “Gizi Optimal Ibu Menyusui dalam Mendukung Keberhasilan ASI Ekslusif 6 bulan” yang diselenggarakan Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, Fakultas Kesehaan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dan didukung oleh Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA), akhir pekan lalu.

Penyelenggaraan Webinar ini dalam rangka peringatan Hari Gizi Nasional ke-61. Webinar menghadirkan pembicara dari berbagai pemangku kepentingan utama di sektor gizi dan kesehatan.

Mahmud Fauzi S.K.M, M.Kes, Kepala Sub Direktorat Pengelolaan Konsumsi Gizi, Direktorat Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan menjelaskan, Pemerintah terus berupaya menanggulangi stunting dan gizi buruk di tengah pandemi.

Baca juga: Ibu Menyusui Tak Perlu Cemas, Ketahui Solusi untuk Masalah ASI Mampet

Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Protokol Pelayanan Gizi Pada Masa Pandemi Covid-19.

Berita Rekomendasi

Dalam protokol dimaksud, ibu hamil akan diberikan tablet tambah darah (TTD). Sementara itu, ibu menyusui disarankan untuk melakukan inisiasi menyusui dini serta memberikan ASI ekslusif.

Baca juga: Ibu Menyusui Boleh Minum Obat, Asalkan Jangan Obat Jenis Ini!

Disampaikan Mahmud Fauzi, dalam upaya percepatan perbaikan gizi nasional, pemerintah terus meningkatkan pemberian suplementasi gizi khususnya TTD bagi remaja dan ibu hamil untuk mengurangi prevalensi anemia yang masih tinggi di kelompok ibu hamil yaitu sebesar 48,9%.

"Pemerintah juga berkomitmen untuk menanggulangi stunting dengan cara memfokuskan intervensi penanggulangan stunting di lebih dari 360 kabupaten/kota untuk menekan angka stunting hingga 14%di tahun 2024."

Baca juga: Seperti Ini Cara Menentukan Ciri-ciri ASI yang Berkualitas, Ibu Menyusui Wajib Tahu

"Hal ini memerlukan dukungan semua pihak dalam penanggulangan anemia dan Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil,” ujar Mahmud, dalam keterangannya Jumat, (22/1/2021).

Rivanda Idiyanto, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Produk Bernutrisi untuk Ibu dan Anak (APPNIA) menegaskan kesiapan pelaku usaha untuk mempererat sinergi dengan pemerintah.

Sejauh ini, Rivanda menyatakan bahwa anggota APPNIA telah berkontribusi dalam upaya percepatan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) dan akan terus berkomitmen mendukung upaya peningkatan status gizi dan kesehatan ibu menyusui dan anak di Indonesia.

“APPNIA berkomitmen mendukung kebijakan pemerintah untuk memastikan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan."

Selain itu, APPNIA juga terus menjalin kerja sama yang baik dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan pemenuhan akses terhadap produk nutrisi berkualitas di Indonesia, tentunya sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku baik di tingkat global maupun nasional,” tegas Rivanda.

Salah satu wujud konkrit atas dukungan APPNIA terhadap ASI Eksklusif adalah bahwa sebagian besar perusahaan anggota APPNIA telah menerapkan kebijakan cuti melahirkan bagi ibu bekerja selama 6 bulan agar ibu dapat mengupayakan pemberian ASI eksklusif bagi bayinya dan juga penyediaan Ruang Laktasi pada seluruh kantor dan pabrik perusahaan anggota APPNIA.

Sementara itu, Pakar Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Ahmad Syafiq dalam kesempatan yang sama menyampaikan, pemenuhan kebutuhan gizi dalam kondisi pandemi Covid-19, sangat mendesak, mengingat masih adanya tantangan peningkatan status gizi di Indonesia.

Ahmad Syafiq menjelaskan, saat ini masih belum banyak konsentrasi dalam pemenuhan gizi ibu menyusui, padahal kebutuhan nutrisi ibu menyusui jauh lebih tinggi dibandingkan selama masa kehamilan. Kiranya, kebutuhan nutrisi ini dapat dipersiapkan sejak remaja.

"Di masa pandemi, ibu menyusui perlu mendapat perhatian yang lebih demi memastikan kualitas ASI dan Kesehatan ibu selama masa menyusui,” ucapnya.

Di tempat yang sama, Pakar Kesehatan Sandra Fikawati juga mendorong agar ibu hamil dan menyusui memperhatikan keseimbangan asupan gizi, karena memiliki relasi erat dengan keberhasilan ASI eksklusif.

Ia mengingatkan, keberhasilan ASI ekslusif mensyaratkan tiga aspek utama yakni durasi menyusui selama 6 bulan, status gizi bayi, dan yang terpenting status gizi ibu memenuhi minimal indeks massa tubuh normal. Maka penting sekali agar ibu menyusui mendapatkan perhatian untuk pemenuhan asupan gizinya.

Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) Entos Zainal menggarisbawahi pentingnya kontribusi lintas sektor dari Kementerian dan Lembaga terkait dalam memperkuat intervensi gizi spesifik dan sensitif, khususnya bagi ibu menyusui.

Entos Zainal mengungkapkan, “Tidak boleh ada yang dilupakan dalam masa pandemi ini, misalnya dalam bansos diberikan kepada masyarakat harus mampu mewakili pemikiran terhadap kebutuhan ibu menyusui, agar selama masa pandemi ini bisa menjadi momentum perbaikan gizi ibu menyusui dan pada akhirnya memberikan dampak ke tumbuh kembang anak.”

Penyelenggaraan Webinar oleh Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan, FKM UI dilatarbelakangi oleh kepedulian terhadap kondisi gizi ibu hamil di Indonesia saat ini yang masih mengkhawatirkan.

Dua masalah gizi utama pada ibu hamil di Indonesia adalah kurang energi kronis (KEK) dan anemia.

Dengan situasi prevalensi KEK dan anemia di Indonesia yang tinggi, serta dalam kondisi ibu yang memiliki cadangan lemak postpartum yang rendah, maka kualitas ASI ibu sangat mungkin berkurang dan tidak dapat mencukupi kebutuhan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.

Menurut temuan beberapa penelitian skala mikro di Indonesia, kondisi status gizi kurang pada ibu menyusui dapat mengakibatkan ketidakberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Namun demikian, promosi ASI eksklusif yang aktif dilakukan oleh pemerintah dan organisasi non-profit belum diimbangi dengan upaya advokasi tentang konsumsi gizi untuk ibu menyusui kepada masyarakat luas.

Ratusan peserta menghadiri seminar virtual yang berasal dari kalangan akademisi, peneliti, mahasiswa, NGO dan LSM, organisasi profesi, serta Kementerian dan Lembaga yang terkait dengan isu ASI dan kesehatan masyarakat.

Sejumlah awak media cetak, elektronik dan online serta kalangan masyarakat umum juga turut mengikuti webinar tersebut, yang menunjukkan bahwa isu ini terus mendapat perhatian khusus dari publik.

Artikel ini tayang di Kontan dengan judul APPNIA ajak semua pihak sinergi agar program ASI eksklusif terpenuhi 

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas