Gejala Ringan Covid-19 Mirip Sakit Flu, Rata-rata Penderitanya Tak Menyadari
Karena gejala Covid-19 ini serupa dengan influenza, maka banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa mereka mungkin saja terinfeksi Covid-19.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan miripnya gejala virus corona (Covid-19) dengan influenza, membuat angka mereka yang terinfeksi virus ini semakin meningkat.
Hal ini karena mereka tidak menyadari gejala seperti nyeri otot hingga menggigil juga berpotensi menunjukkan gejala Covid-19.
"Makanya ini yang membuat kenapa Covid ini berbahaya, dalam artian orang nggak aware, nggak menyadari, karena kan siapa yang nggak pernah nyeri otot, pegal-pegal, kita kalau mau kena flu ya begitu juga," ujar Dicky, kepada Tribunnews, Jumat (12/2/2021).
Penyakit influenza di berbagai negara pada umumnya memiliki gejala yang sama, namun karena gejala Covid-19 ini serupa dengan influenza, maka banyak masyarakat yang tidak sadar bahwa mereka mungkin saja terinfeksi Covid-19.
Baca juga: Penyintas Boleh Divaksin Covid-19? Ini Penjelasan Kemenkes
"Nah gejala-gejala ini karena udah biasa untuk masyarakat, tidak hanya di Indonesia, di berbagai negara kan kena ke flu ya seperti itu," jelas Dicky.
Gejala yang ditimbulkan oleh virus ini tentunya tidak menunjukkan tanda fisik seperti penyakit cacar maupun demam berdarah.
Sehingga masyarakat pada umumnya akan menganggap biasa gejala yang dialami saat mulai terinfeksi Covid-19, karena mereka beranggapan hanya terkena influenza biasa.
Baca juga: Peringati Imlek 2021, Ketua DPR: Mari Kuatkan Persatuan dan Kesatuan Hadapi Pandemi Covid-19
Namun masyarakat bisa mulai menyadari jika gejala yang mereka rasakan itu menunjukkan level cukup berat, yakni gangguan nafas.
"Nah ini yang beda, misalnya kalau cacar ada bintik bintik, atau misalnya demam berdarah ada sampai mimisan seperti itu. Nah (Covid-19) ini gejalanya hampir mirip kayak flu-flu begitu bagi yang ringan, tapi bagi yang (gejala) berat nanti ada gangguan nafas," papar Dicky.
Oleh karena itu, untuk menekan angka mereka yang terinfeksi Covid-19, kata Dicky, protokol kesehatan 5M perlu dilakukan secara disiplin oleh masing-masing individu.
"Dan inilah sebabnya kita harus berprinsip bahwa bisa membawa virus ini sampai terbukti sebaliknya. Sehingga kita harus melakukan upaya pencegahan (melalui) 5M itu ya," tegas Dicky.
Baca juga: Wiku: Penanganan Pandemi Covid-19 Berbasis Bukti
Mulai dari Mencuci tangan, Memakai masker, Menjaga jarak minimal 2 meter, Membatasi mobilitas dan interaksi serta Menjauhi keramaian.
"Maskernya kalau sekarang sih yang 2 lapis lah kalau masker kain, kalau bisa pakai masker bedah. Kemudian jaga jarak sekarang minimal dua meter, kalau perlu lebih dari dua meter lebih bagus, karena dua kali lebih protektif," papar Dicky.
Dicky selanjutnya menegaskan bahwa meskipun masker telah dipakai, namun menjaga jarak tetap perlu dilakukan.
"Ini juga kalau pakai masker tidak berarti menghilangkan jaga jaraknya, harus tetap sama dilakukan," tutur Dicky.
Selain itu, tindakan seperti membatasi mobilitas dan interaksi dianggap harus dilakukan karena mobilitas dan interaksi merupakan dua hal yang sama pentingnya untuk menekan angka penyebaran Covid-19.
"Orang muda bisa mobile, orang tua juga bisa interaksinya tinggi. Itulah sebabnya ya sama-sama harus dijaga, karena dua-duanya berpengaruh dalam memperburuk pandemi," kata Dicky.
Dicky menuturkan, menjauhi dan mencegah keramaian dianggap perlu karena dari keramaian ini akan timbul Super Spreader Event, yang menghasilkan infeksi yang lebih berat.