Anak Mengidap Leukemia, Gaya Hidup Ibu Saat Hamil Bisa Jadi Pemicunya
Ada beragam faktor penyebab seorang anak menderita kanker darah (leukemia).
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada beragam faktor penyebab seorang anak menderita kanker darah (leukemia).
Satu di antaranya gaya hidup sang ibu saat sedang mengandung anak tersebut.
Dokter Spesialis Anak Di RSUP Persahabatan dr Dewi Anggraeni. Sp.A (K) menyebut penyakit ini disebabkan multifaktoral.
Kendati demikian, ada sejumlah hal yang diduga kuat menjadi penyebab kemunculan penyakit ini pada anak.
"Leukemia ini memang penyebabnya sangat banyak faktornya, sehingga kita sebut sebagai multifaktorial, namun ada beberapa hal yang diduga dapat menjadi penyebab dari leukemia," ujar dr Dewi, dalam talkshow virtual bertajuk 'Kenali dan Waspadai Leukemia pada Anak', Selasa (16/2/2021).
Mulai dari faktor kelainan genetik yang merupakan bawaan dari ibu maupun ayah, ibu hamil yang terpapar pestisida, hingga faktor gaya hidup ibu hamil menjadi penyebab kuat seorang anak bisa menderita leukemia di masa mendatang.
"Seperti misalnya ada cacat genetik, lalu ada paparan ibu hamil terhadap pestisida, kemudian faktor gaya hidup dari ibu hamil," jelas dr Dewi.
Baca juga: Mendeteksi Kanker Mata Sejak Dini Pada Anak, Bagaimana Caranya? Orangtua Wajib Tahu
Baca juga: Ketika Anak Penderita Kanker Jalani Kemoterapi, Apa yang Harus Dilakukan Orangtua?
Ia kemudian menjelaskan bahwa pada ibu hamil yang memiliki kebiasaan sering merokok dan minum alkohol, memiliki risiko lebih besar dalam membuat bayinya menderita leukemia.
"Pada saat ibu hamil itu mengkonsumsi alkohol kemudian merokok, itu juga akan meningkatkan risiko leukemia," tegas dr Dewi.
Sementara itu, risiko tinggi leukemia pada anak juga bisa ditimbulkan jika saat dalam kandungan, sang ibu berusia di atas 35 tahun.
Baca juga: Kanker Usus Besar Dapat Dicegah dengan Deteksi Setiap 10 Tahun Sekali
"Kemudian ada juga usia ibu saat hamil, di mana di atas usia 35 tahun itu dapat meningkatkan risiko dari leukemia," kata dr Dewi.
Selanjutnya faktor gelombang elektromagnetik pun turut berpengaruh pada potensi leukemia pada anak.
Itu bisa saja terjadi jika ibu hamil ini tinggal di pemukiman dekat jalur listrik tegangan tinggi.
"Lalu ada juga faktor gelombang elektromagnetik seperti misalnya tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, itu juga bisa," tutur dr Dewi.
Begitu pula, paparan radiasi yang juga bisa meningkatkan risiko leukemia pada bayi yang masih di dalam kandungan.
"Kalau untuk paparan radiasi, dikatakan bahwa pemeriksaan pada rongga daerah perut trimester 1 tahap 4 itu bisa meningkatkan risiko untuk terjadinya leukemia atau bisa juga akibat dari infeksi virus," pungkas dr Dewi.
Di sisi lain, ibu hamil yang memiliki riwayat leukemia belum tentu menurunkan penyakitnya itu kepada bayi yang dikandungnya.
Ia menjelaskan, saat masih dalam kandungan, penyakit ini belum bisa dideteksi apakah 'turun' atau tidak pada anak.
Meskipun ada faktor risiko genetik yang bisa diturunkan dari orang tua, namun tidak semua kasus leukemia disebabkan faktor kelainan genetik.
"Biasanya kita belum tahu anak yang dikandung ibu tersebut akan menderita leukemia atau tidak. Walaupun sudah ada faktor risiko, itu belum tentu juga nantinya anaknya akan menderita leukemia," kata dr Dewi.
Ia menyampaikan, jika ibu hamil maupun suami pernah menderita penyakit ini, maka yang bisa dilakukan untuk mengetahui apakah bayinya mengalami leukemia atau tidak adalah melalui pemantauan tumbuh kembang anak pasca lahir.
Ini untuk melihat apakah muncul gejala yang mengarah pada penyakit ini.
"Misalnya ada dari pihaknya atau dari pihak ayahnya menderita keganasan (sel darah), itu nantinya pada saat anak dilahirkan, akan kita pantau tumbuh kembangnya sekaligus memantau apakah terdaat gejala atau tanda-tanda yang mengarah ke arah leukemia," tutur dr Dewi.
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa penyakit leukemia juga bisa dialami oleh anak-anak.
Bahkan apa yang dikonsumsi ibu hamil pun disebut turut berdampak pada potensi munculnya penyakit ini pada calon bayi.
dr Dewi memaparkan bahwa leukemia merupakan suatu keganasan sel darah yang berasal dari sumsum tulang yang ditandai proliferasi sel darah putih (leukosit) yang tidak terkendali.
Fungsi sel darah putih menjadi terganggu atau abnormal.
"Oleh karena proses tersebut, fungsi sel darah yang lain juga ikut terganggu, sehingga hal ini menimbulkan gejala leukemia," jelas dr Dewi.
Penyakit ini juga berpotensi terjadi pada anak-anak, sehingga ia menilai para orang tua wajib mengetahui gejala awal yang dialami anak-anak agar pendeteksian dini bisa dilakukan.
Yang pertama adalah anak yang terindikasi menderita leukemia akan tiba-tiba mengalami demam secara berkelanjutan tanpa ada penyebabnya.
"Untuk deteksi dini, orang tua sebaiknya mengenali gejala atau tanda-tanda dari leukemia. Seperti misalnya demam yang berulang atau demam yang terus menerus tanpa disertai penyebab yang jelas," papar dr Dewi.
Kemudian kulit anak tersebut tiba-tiba menjadi pucat, tubuhnya pun mendadak lemas dan enggan bermain.
Selain itu ada pula gejala lainnya seperti nyeri pada tulang sehingga anak itu terkadang malas untuk berjalan.
"Lalu adanya pucat, anak tampak lemas lesu, kadang tidak mau bermain, kemudian nyeri pada tungkai, nyeri pada tulang. Sehingga anak itu yang tadinya aktif, tampak jalan itu pincang-pincang atau kadang menolak untuk berjalan," tutur dr Dewi.
Selanjutnya, anak ini juga mengalami gejala penurunan nafsu makan dan berat badan.
Ada pula diantara mereka yang turut mengalami pembesaran pada perut dan kelenjar getah bening.
"Lalu ada penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, apakah ada pembesaran pada daerah perutnya dan juga pembesaran pada kelenjar getah bening," tegas dr Dewi.
Gejala lainnya yang dialami anak yang diduga menderita leukemia ini adalah pendarahan yang terlihat secara fisik yakni pada bagian kulit, gusi dan hidung.
"Lalu pendarahan yang dapat terlihat, seperti misalnya pendarahan di kulit, pendarahan di gusi, pendarahan dari hidung, ataupun pendarahan di pencernaan," pungkas dr Dewi.